BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga. Hampir semua perjanjian di bidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak negara yang telah sanggup mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di atas kemiskinan negara lain sehingga terus-menerus terjadi kesenjangan. Pengalaman di bawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama ratusan tahun mengambarkan ketidak mampuannya untuk menjembatani kesenjangan ini. Di dunia, di antara negara maju dan negara berkembang kesenjangan itu semakin lebar, sedang di dalam negara berkembang kesenjangan itupun semakin dalam.
Meskipun tidak diakui secara terus terperinci tetapi disadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi yang berbasis kapitalis dan interest base serta menempatkan uang sebagai komoditi yang diperdagangkan bahkan secara besar-besaran ternyata menawarkan implikasi yang serius terhadap kerusakan korelasi ekonomi yang adil dan produktif. Atorf (1999) mengemukakan bahwa krisis nilai tukar yang terjadi pada pertengahan 1997 telah menciptakan perbankan nasional mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut ditandai dengan besarnya hutang dalam valuta abnormal yang melonjak, tingginya non performing loans, dan menurunnya permodalan bank. Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan suku bunga yang meningkat tajam sejalan dengan kebijakan moneter untuk meredam gejolak nilai tukar, sehingga banyak bank
yang mengalami negative spread. Kondisi perbankan yang sangat parah tesebut terutama sebagai akhir dari pengelolaan bank yang tidak berhati-hati. Di pihak lain terdapat pandangan dari para jago bahwa penerapan sistem bunga telah memperparah terpuruknya sistem perbankan nasional.
Banyaknya fakta yang menggambarkan kesenjangan yang terjadi akhir diterapkannya sistem bunga, menjadikan kita sanggup berfikir bahwa sistem bunga yang masih berlaku ketika ini harus diganti dengan sistem lain yang sanggup menawarkan manfaat yang lebih baik serta memiliki bantuan positif guna membangun perekonomian yang sejahtera. Salah satu sistem alternatif tersebut ialah sistem perbankan menurut prinsip bagi hasil yang beroperasi menurut pada prinsip-prinsip Islam.
Dasar pedoman pengembangan bank menurut prinsip bagi hasil ialah untuk menawarkan pelayanan jasa kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak sanggup dilayani oleh perbankan yang sudah ada, alasannya bank-bank tersebut memakai sistem bunga. Dalam menjalankan operasinya, bank syariah tidak mengenal konsep bunga uang dan tidak mengenal peminjaman uang tetapi yang ada ialah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sementara peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. Sehingga dalam operasinya dikenal beberapa produk bank syariah antara lain produk dengan prinsip mudharabah dan musyarakah. Prinsip mudharabah dilakukan dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas laba yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul menjadi resiko pemilik dana sepanjang tidak ada bukti bahwa pihak pengelola tidak melaksanakan kecurangan. Prinsip musyarakah ialah perjanjian antar pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian laba atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati (Antonio, 2004).
Perkembangan forum keuangan yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil tidak terlepas dari adanya legalitas aturan dalam bentuk undang-undang perbankan no.7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998. Undang-undang ini mengizinkan forum perbankan memakai prinsip bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk beroperasi dengan dual system, yaitu beroperasi dengan sistem bunga dan bagi hasil, sebagaimana dipraktekkan oleh beberapa bank di Indonesia. Selain adanya beberapa peraturan yang telah ditetapkan untuk operasionalisasi bank syariah, ketika ini juga telah dibuat seperangkat aturan yang mengatur ihwal perlakuan akuntansi bagi transaksi-transaksi khusus yang berkaitan dengan acara bank syariah, yaitu dengan diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59 ihwal akuntansi perbankan syariah.
Sebagaimana diketahui bahwa bank syariah mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya undang-undang No. 7 tahun 1992 ihwal perbankan. Bank syariah di Indonesia bahwasanya bisa dikatakan relatif masih gres dan sedang dalam proses pemantapan diri terutama dalam aspek administrasi intern dan pembentukan image kepada masyarakat. Karena keberadaannya yang masih gres ini, masyarakat secara umum belum mengenal bank syariah dengan baik dan lengkap.
Suryo (2003) mengemukakan bahwa maraknya perbankan Islam di duniapun bukan tanpa kecaman. Justru kecaman itu tiba dari para ilmuan Islam sendiri. Mereka beropini bahwa bank-bank Islam dalam menyelenggarakan transaksi-transaksi perbankan syariah justru telah melaksanakannya bertentangan dengan kata-kata dan semangat dari ketentuan syariah. Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan perjuangan bank-bank Islam tersebut telah mengakibatkan problem moralitas. Sehingga yang perlu dipertanyakan apakah penyelenggaraan kegiatan-kegiatan perjuangan bank-bank Islam tersebut yang notabene bermaksud untuk menghindarkan pemungutan bunga dan bermaksud biar para pihak memikul problem bersama, memang telah diselenggarakan sesuai dengan tujuan tersebut ataukah dalam pelaksanaannya ternyata hanya sekedar penggantian istilah belaka.
0 Response to "Pendapatan Bagi Hasil Dan Perlakuan Akuntansinya Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada Pt Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang) (Bank-2)"