Makalah: Cacing Daun (Trematoda Daun)

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthesdan hidup sebagai parasit. Banyak sekali macam binatang yang sanggup berperan sebagai hospes definitif bagi cacing trematoda ,sebut saja kucing, anjing, sapi ,babi, tikus, burung, dan harimau. Tidak ketinggalan manusiapun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda. Trematoda berdasarkan tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati, trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah. (FKUI, 1998)
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang,  bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada benalu ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
 Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklis hidup ada secara pribadi (Monogenea) dan tak pribadi (Digenea)
Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada binatang sanggup dibagi menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada binatang jumlah jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, lantaran pada binatang sub klas ini sanggup dijumpai.
Dalam makalah ini kami membahas khusus Dicrocoelium dendriticum yang merupakan spesies dari genus Dicrocoelium dari sub klas Digenea,Semua cacing daun yang termasuk golongan sub klas Digenea ini berparasit pada siklus hidupnya. Sebagai induk semang mediator ialah mollusca tetapi kadang juga pelkecypoda. 


BAB II
PEMBAHASAN

Trematoda atau cacing daun ialah cacing yang tergolong trematoda filum plathyhelmintes atau cacing pipih yang bersifat parasit.
Secara umum cacing ini besifat hermafrodit atau biasa disebut benalu yang mempunyai 2 organ kelamin yaitu kelamin jantan dan kelamin betina yang berfungsi secara penuh yang mempunyai batil isap lisan dan batil isap perut, hermafordit dari cacing ini sanggup digolongkan menjadi 2 potongan yaitu
a.       Protandi merupakan semenjak lahir mempunyai organ kelamin jantan dan pada cukup umur bermetamorfosis organ kelamin betina
b.      Protogini merupakan semenjak lahir mempunyai organ kelamin betina dan sehabis cukup umur bermetamorfosis organ kelamin jantan
Cacing yang bersifat endoparasit ini atau cacing yang besar dalam tubuh inangnya merupakan cacing yang menyerang manusia,adapun binatang yang berperan sebagai hospes mediator yaitu kucing,anjing,sapi,kambingharimau,burung,luak dan manusia.
Dan cacing atau benalu ini sanggup dibedakan berdasarkan tempat yang dihuni atau tempat hidup cacing ini dalam tubuh yaitu
·         Trematoda hati atau liver flukes ialah cacing daun atau cacing pipih yang hidup didalam organ hati
·         Trematoda usus atau intestinal flukes yaitu biasa disebut dengan cacing daun yang hidup dalam organ usus
·         Trematoda paru atau lung flukes ialah cacing daun yang hidup pada sekitar tempat organ paru-paru
·         Dan yang terakhir ialah trematoda darah atau blood flukes merupakan trematoda atau cacing daun yang hidup didalam darah

Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk mirip daun, dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di potongan anterior tubuh dan batil isap perut di potongan posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes mediator I dan binatang lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes mediator kedua. Manusia atau binatang Vertebrata sanggup menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.
Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan,Echinostoma di Jawa  dan Sulawesi, HETEROPHYIDAE di Jakarta danSchistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

1.      Morfologi dan Daur Hidup
Pada umumnya bentuk tubuh cacing cukup umur pipih dorsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing cukup umur sangat beraneka ragam dari 1mm hingga kurang lebih 75mm. tanda khas lainnya ialah terdapat 2 buah batil isap, yaitu batil isap lisan dan batil isap perut. Beberapa special mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan enyerupai karakter Y terbalik yang dimulai dengan lisan dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, lantaran hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di potongan posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di potongan dorsal esophagus, kemudian terdapat seraf yang memanjang di bagian  dorsal,ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat reproduksi yang konpleks.
Cacing cukup umur hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan disaluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium ( M ) yang mempunyai bulu getar. Didalam air telur menetas kalau sudah mengandung mirasidium ( telur matang ). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies tremotoda telur matang menetas kalau ditelan keong ( hospes peramtara ) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam keong; atau telur sanggup pribadi menetas dan mirasidium berenang dalam air; dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air biar sanggup melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes mediator pertama ( HP 1 ). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, yang di sebut sporokista ( S ). Spoprokista ini sanggup mengandung sporokista lain atau redia ( R );bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Didalam dompet sporokista II atau redia ( R ), larva berkembang menjadi serkaria ( SK ).

Perkembangan larva alam hospes mediator I mungkin terjadi sebagai berikut :
M         S          R          SK                 : misalnya Clonorchis sinesis
M         S1        S2        SK                  : misalnya Schistosoma
M         S          R1        R2        SK     : contohnya trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes mediator II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang kerikil dan keong air lainnya, atau sanggup menginfeksi hospes definitive secara pribadi mirip pada Schitosoma. Dalam hospes mediator II serkaria bermetamorfosis metaserkaria yang berbebtuk kista. Hospes definitive menerima infeksi kalau makan hospes mediator II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes  definitive yang kemudian bermetamorfosis skistosomula, kemudian berkembang menjadi cacing cukup umur dalam tubuh hospes.

2.      Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan yang disebabkan cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing dalam tubuh hospes; selain itu ada juga dampak rangsangan setempat dan zat toksin di keluarkan oleh cacing. Reaksi sistemik terjadi lantaran absorbsi zat toksin, sehingga menghasilkan tanda-tanda alergi, demam, sakit kepala dan lain-lain. Cacing daun yang hidup di rongga usus biasanya tidak memberi tanda-tanda atau hanya tanda-tanda gastrointestinal ringan mirip mual, muntah, sakit perut dan diare. Bila cacing hidup dijaringan paru seperti Paragonimus, mungkin menimbulkan tanda-tanda batuk, sesak napas dan mungkin terjadi batuk darah (hemoptisis). Cacing yang hidup di terusan empedu hati sepertiClonorchis, Opisthorchis, dan Fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan mengakibatkan peradangan terusan empedu, sanggup mengakibatkan penyumbatan pemikiran empedu sehingga menimbulkan tanda-tanda ikterus. Akibat lainnya ialah peradangan hati sehigga terjadi hepatomegali. Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah, ternyata terutama telurnya menimbulkan kelainan yang berupa peradangan, pseudo-abses dan kesannya terjadi fibrosis jaringan alat yang diinfiltrasi oleh telur cacing ini, mirip dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan lain-lain.

3.      Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dibentuk dengan menemukan telur dalam tinja, dahag, urin atau dalam jaringan biopsi, sanggup pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakan diagnosis. Obat yang terbaik untuk mencegah cacing daun ialah prazikuantel (Biltricide, Distocide).

4.      Etiologi
Penyakit dicrocoeliasis disebabkan oleh cacing hati dicrocoelium dendriticum yang biasanya terdapat di dalam pembuluh empedu domba, rusa, babi, anjing, mamalia lain, dan kadang – kadang pada insan di Eropa,Asia, dan Amerika Utara (Anonimus, 2009).

5.      Morfologi
·         Tubuh memanjang,  dengan panjang 6-10 × 1,5-2,5 mm. Bagian anterior sempit di potongan lengan melebar
·         Diposterior alat kelamindipenuhi uterus yang bercabang-cabang
·         Telur coklat 36-45×20-32 mikron, beropeculum
·         Terdapat didalam duktus biliverus domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada manusia

6.      Siklus Hidup
·         Host intermediet 1 : siput
·         Host intermediet 2 : semut
Telur dimakan H.I → menetas→ mirasidium→ migrasi ke glandula mesenterika→ sporosiste→ sporosiste anak → serkaria→ bergerombol, satu sama lain dilekat kan oleh subtansi gelatinous yang disebut “SLIME BALLS”→ mengandung 200-400 serkaria→ dikeluarkan dari siput→ menempel di tumbuh-tumbuhan.
Slime balls dimakan semut. Metaserkaria di cavum abdominalis semut ± 128 per semut. Dapat juga memasuki otak semut. Induk semang definitif terinfeksi lantaran makan semut→ duktus biliverus→ hati Cacing yang kecil masuk kecabang duktus biliverus→menempel dengan perubahan patologi tidak begitu tampak untuk memproduksi telur yang di butuhkan sekitar 11 ahad sehabis binatang memakan metaserkaria (dibanding Fasciola hepatica) kecuali ada infeksi berat. Pada infeksi lanjut→ Cirrhosis hepatica dan terbentuk pada permukaan hati, duktus biliverus melebar terisi cacing.  

7.      Distribusi
Terdapat di dalam pembuluh empedu domba, rusa, babi, anjing, mamalia lain, dan kadang – kadang pada insan di Eropa,Asia,New york dan Amerika Utara (Anonimus, 2009).

8.      Predileksi
Predileksi didalam duktus biliverus domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada manusia.

9.      Host
·         Host intermediet  1 : siput →Cionella lubrica
·         Host intermediet  2 : Semut→ famili formica
·         Host definitif pada domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada insan yang terpengaruhi host intermediet 2

10.  Gejala Klinis
·         Oedema dan kurus tetapi pada beberapa tragedi tidak ada tanda-tanda klini
·         Serosis pada permukaan liver dan duktus empedu
·         Adanya anemia 
·         Terjadinya proliferasi glandula epitel pada duktus biliverus

11.  Patogenesa
Cacing kecil mengadakan penetrasi dalam duktus biliverus infeksi yang tinggi pernah terjadi pada domba kira-kira 2000 D.denriticum. Di Spanyol 34℅ sapi, Domba 23℅, 45℅ pada kambing, Switzerland 40℅.

12.  Diagnosa
·         Gejala klinis
·         Sejarah pastur
·         Ditemukan D.denriticum imatur dalam feses cair
·         Post mortem yaitu serosis merupakan sejumlah besar cacing ditemukan pada duktus biliverus
Diagnosis untuk infeksi dicrocoeliasis melibatkan identifikasi D. dendriticum telur dalam kotoran insan atau hewan. Namun, pada manusia, telur dalam tinja mungkin hasil dari binatang yang terinfeksi menelan mentah hati dan mungkin tidak pada kenyataannya mengatakan dicrocoeliasis. Oleh lantaran itu, menyidik cairan empedu atau duodenum untuk telur ialah teknik diagnostik yang lebih akurat.
Pada hewan, diagnosa melibatkan  bedah bangkai dari hati. Baru-baru ini, sebuah ELISA memakai antigen D. dendriticum bisa mengidentifikasi kasus dicrocoeliasis domba di Italia..

B.     JENIS-JENIS TREMATODA
1.      Trematoda Hati (Clonorchis sinensis)
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 disaluran empedu pada seorang cina di kalkuta.hospes dari benalu ini ialah manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini ialah klonorkiasis. Trematoda hati banyak di temukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam. Penyakit yang ditemukan di Indonesia bukan infeksi autokton.

a.      Morfologi dan Daur Hidup
Cacing cukup umur hidup di terusan empedu, adakala di tetemukan di terusan pancreas. Ukuran cacing cukup umur 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, ibarat daun. Telur berukuran kira-kira 30x16 mikron, bentuknya mirip bola lampu pijar dan berisi mirasidium, di temukan di terusan empedu.
Telur di keluarkan dengan tinja. Telur menetas kalau dimakan keong air. Dalam keong air, mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia kemudian sarkaria. Serkaria keluar dari air dan mencari hospes mediator II, yaitu ikan. Setelah menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista didalam kulit dibawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum. Kemudian larva masuk di dektus koledokus, kemudian menuju ke terusan empedu yang lebih kecil dan menjadi cukup umur dalam waktu sebulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan.

b.      Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk disaluran empedu hingga menjadi dewasa, benalu ini sanggup mengakibatkan iritasi pada terusan empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu sanggup terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut sanggup timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala sanggup dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadum progresif ditandai dengan menurunya nafsu makan, perut terasa penuh, diare, edema dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrum hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosi hepatis. Kadang-kadang sanggup menimbulkan keganasan dalam hati.

c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum. Penyakit ini sanggup diobati dengan parazikuantel.

2.      Trematoda Paru
Manusia dan binatang yang memakan ketam/udang batu, mirip kucing, luak, anjing, harimau, srigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini. Pada insan benalu ini mengakibatkan paragonimiasis. Cacing ini banyak ditemukan di RRC, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusi hanya sebagai kasus inpor saja.

a.      Morfologi dan Daur Hidup
Cacing cukup umur hidup dalam kista di paru. Bentuknya lingkaran lonjong ibarat biji kopi dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap lisan hamper sama besa dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara antara kuman isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operculum agak tertekan kedalam. Waktu keluar bersama tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.
Serkaria keluardari keong air, berenang mencari hospes mediator II yaitu ketam atau udang batu, kemudian membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang kerikil yang tidak dimasak hingga matang.
Dalam hospes defenitif, metaserkaria menjadi cacing cukup umur muda di duodenum. Cacing cukup umur muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing cukup umur terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor di dalamnya.

b.      Patologi dan Gejala Klinis
Karena cacing cukup umur berada dalam kista di paru, maka tanda-tanda di mulai dengan adanya batuk kering yang usang kelamaan menjadi batuk dara. Keadaan ini disebut endemic hemoptysis. Cacing cukup umur sanggup pula bermigrasi kea lat-alat lain dan menimbulkan abuh pada alat tersebut (antara lain hati, limpa, otak, otot, dinding usus).

c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dibentuk dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakan diagnosis. Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan yang baik untuk menanggulangi cacing ini.

3.      Trematoda Usus
Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum danGastrodiscus. F. buski adalah suatu trematoda yang didapat pada insan atau binatang yang mempunyai ukuran terbesar diantara trematoda lainnya. Cacing Hypoderaeum  adalah cacing trematoda kecil hanya kurang lebih beberapa millimeter. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain mirip mamalia (anjing, kucing) dan burung sanggup menjadi hospes reservoar.

a.      Morfologi dan Daur Hidup
Cacing F. buski yang ditemukan pada insan mempunyai ukuran panjang 2-7,5 cm dan lebar 0.8-2,0 cm. bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang. Cacing Hypoderaeum berukuran panjang antara 1-1.7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm,keculai genus haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm. di samping batil isap perut, ciri-ciri khas yang lain ialah batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kirai belakang.
Siklus hidup selalu memerlukan keong sebagai hospes mediator I dan hospes mediator II (keong : Echinostoma, flora air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai).

b.      Patologi dan Gejala Klinis
Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah benalu dalam usus, pada infeksi ringan tanda-tanda tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat tanda-tanda yang timbul ialah sakit perut, diare, dan akhir terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema.

c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.

4.      Trematoda Darah
Pada insan ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansomi dan Schistosoma haematobium.Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan adakala sanggup menghinggapi manusia. Hospes definitifnya ialah manusia. Berbagai macam binatang sanggup berperan sebagai hospes reservoir. Pada manusia, cacing ini mengakibatkan penyakit skitosomiasis atau bilharziasis.

a.      Morfologi dan Daur Hidup
Cacing cukup umur jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5 – 19.5 mm x 0.9 mm. Badannya berbentuk lingkaran dan pada kutikulumnya terdapat tojolan halus hingga bergairah tergantung spesiesnya. Di potongan ventral tubuh terdapat Canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seakan-akan cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan. Cacing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0 – 26,0 mm x 0.3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50- 300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil bersahabat permukaan selaput lender usus atau kandung kemih.
Cacing betina meletakan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum.  Telur Cacing Schistosomamempunyai duri dan liaklisasi duri tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95 – 135 x 50 – 60 mikron. Telur sanggup menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan kesannya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian di dalam tinja atau urin. Telu menetas di dalam air, larva yang keluar disebut mirasidium.
Cacing ini hanya mempunyai satu macam hospes mediator yaitu keong air, tidak terdapat hospes mediator kedua. Mirasidium masuk ke dalam tubuh keong air dan berkembang menjadi sprokista I dan sporokista II dan kemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria ialah bentuk infektif cacingschistosoma. Cara infeksi pada insan ialah serkaria menembus kulit pada waktu insan masyk ke dalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diharapkan untuk infeksi ialah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masu ke dalam kapiler darah, mengalir dengan pemikiran darah masuk ke jantung kanan, kemudian paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistim peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi cukup umur di hati. Setelah cukup umur cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau kandung kemih dan kemudian cacing betina bertelur sehabis berkopulasi.

b.      Patologi dan Gejala Klinis
Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh 3 stdium cacing ini yaitu serkaria, cacing cukup umur dan telur. Perubahan-perubahan pada schistosomiasis sanggup dapat ibagi dalam tiga stadium:

·         Masa tunas biologik
Waktu antara serkaria menembus kulit hingga menjadi cukup umur disebut masa tunas biologic. Perubahan kulit yang timbul berupa eritema dan vapula yang disertai perasaan gatal dan panas. Bila banyak jumlah serkaria menembus kulit, maka akan terjadi dermatitis. Biasanya kelainan kulit hilang dalam waktu 2 atau 3 hari

·         Stadium akut
Stadium ini dimulai semenjak cacing betina bertelur. Telur yang diletakan di dalam pembuluh darah sanggup keluar dari pembuluh darah, masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan kesannya sanggup mencapai lumen dengan cara menembus mukosa, biasanya mukosa usus. Efek patologis maupun tanda-tanda klinis yang disebabkan telur tergantung dari jumlah telur yang dikeluarkan, yang berafiliasi pribadi dengan jumlah cacing betina.

·         Stadium menahun
Pada stadium ini terjadi penyembuhan jaringan dengan pembentukan jaringan ikat atau vibrosis. Hepar yang semula membesar lantaran peradangan, kemudian mengalami pengecilan lantaran terjadi vibrosis, hal ini disebut sirosis. Pada schistosomiasis, sirosis yang terjadi ialah sirosis periportal, yang mengakibatkan terjadinya hipertensi portal lantaran adanya bendungan di dalam jaringan hati.

c.       Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis dibentuk dengan menemukan telur dalam tinja, urin atau jaringan biopsi. Reaksi serologi sanggup membantu menegaka diagnosis. Pada umumnya sanggup dikatakan bahwa obat-obat anti Schistosoma tidak ada yang kondusif atau agak toxik dan semuanya mempunyai resiko masing-masing.
Sperti telah diketahui cacing cukup umur hidup di dalam vena mesenterika insan dan binatang. Pengaruh obat antiSchistosoma dapat mengakibatkan terlepasnya pegangan cacing cukup umur pada pembuluh darah dan mengakibatkan tersapunya cacing tersebut ke dalam hati oleh sirkulasi portal, keadaan ini disebut Hepatic shift.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Trematoda atau cacing daun ialah cacing yang tergolong trematoda filum plathyhelmintes atau cacing pipih yang bersifat parasit.
·         Secara umum cacing ini besifat hermafrodit atau biasa disebut benalu yang mempunyai 2 organ kelamin yaitu kelamin jantan dan kelamin betina yang berfungsi secara penuh yang mempunyai batil isap lisan dan batil isap perut,
·         Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang,  bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada benalu ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
·         Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan,Echinostoma di Jawa  dan Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta danSchistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.
·         Pada umumnya bentuk tubuh cacing cukup umur pipih dorsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing cukup umur sangat beraneka ragam dari 1mm hingga kurang lebih 75mm. tanda khas lainnya ialah terdapat 2 buah batil isap, yaitu batil isap lisan dan batil isap perut.

B.     Saran
Dalam Pembahasan materi di atas mengenai  Trematoda (cacing daun ) mngkin masih banyak kekurangan, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-katamya,oleh sebap itu penulis minta maaf sebesar-besarnya kepada dosen dan mahasiswa semua, terimakasih      

Selengkapnya Klik DOWNLOAD

0 Response to "Makalah: Cacing Daun (Trematoda Daun)"