Hadits Gharib

PEMBAHASAN
1.    Pengertian Hadits Gharib
Pengertian singkat ihwal hadits gharib yaitu suatu hadits yang diriwayatkan oleh oleh seorang rawi secara sendirian, adakalanya terjdi dalam setiap tingkatan dari tingkatan-tingkatan sanad, atau dalam sebagian tingkatan-tingkatan sanad, walaupun dalam tingkatan saja. Dan tidak mensugesti tambaahan lain dalam sisa tingkatan-tingkatan sanad tersebut, alasannya yang dipedomi ialah untuk yang paling sedikitnya.[1]
Para ulama banyak memakai nama lain untuk hadits gharib, diantaranya khadits al-Fardlu, keduanya mempunyai arti yang sama. Sebagaian ulama yang lainya telah membedakan keduanya. Namun, Al-Hafidh ibnu Hajar menganggap keduanya itu sama. Baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah. Meski begitu, dia berkata bahwa jago istilah (maksudnya jago hadits-pen) telah membedakan keduanya, dilihat dari sisi banyaknya dan sedikitnya penggunaan. Disebut hadits fard alasannya lebih banyak dipakai untuk hadits fard yang mutlak. Sedangkan hadits gharib lebih banyak dipakai untuk hadits fard yang nisbi.[2]
  a.  Menurut Bahasa
Berarti al-munfarid ( menyendiri ) atau al-ba’id-an aqaribihi ( jauh dari kerabatnya ).
  b.  Menurut Istilah
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian, atau satu orang rawi.
Dalam Taujihun Nadhan diterangkan, bahwa hadits gharib ialah : Artinya:hadits yang tersendiri seorang perawinya pada suatu kawasan didalam sanad.
Al Qasthalani berkata : “hadits gharib itu ialah: hadits yang hanya diriwayatkanya, atau diriwayatkan ziadahnya, menyerupai Azzuhri”.
Sebagian ulama menta’rufkannya sebagai berikut : Hadits Gharib, ialah: yang bersendiri perawinya dalam meriwayatkanya, dari orang-orang yang kumpul haditsnya karena berpengaruh ingatanya dan kedilannya, seumpama Az-zuhri dan yang seumpamanya".
Adapun berdasarkan Musthalah, gharib itu ditujukan kepada: “suatu hadits yang diriwayatkan hanya dengan satu sanad”. Tegasnya, satu hadits yang seorang rawi bersendiri dalam meriwayatkanya, yaitu tidak ada orang lain menceritakanya, melainkan dia.
Contoh :
اَلاِيْمَانْ مِنْ شُعْبَةٌوَاْلحَيَاُءُ شُعْبَةً وَسِتُّوْنَ بِضْعٌ اَلاِيْمَانُ
Artinya : “iman itu ada enampuluh cabang lebih, dan aib itu satu cabang dari iman”.
            Hadits tersebut ada diriwayatkan oleh imam-imam Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan lainya.
Kita bandingkan susunan sanad dari Bukhari dan Muslim ihwal hadits tersebut. ( memakalah mengambil susunan sanad dari Bukhari dan Muslim sebagai pola )
Bukhari                                                       Muslim
1.      Nabi SAW                                           1.Nabi SAW
2.      Abu Hurairoh                                      2. Abu Hurairah
3.      Abdullah bin Dinar                             3. Abu Sholih
4.      Bukhari                                               4. Abdullah bin Dinar
                                                                    5. Sulaiman bin Bilal
                                                                                6. Abu Amir
                                                                    7. Abdun bin Humaid
       Dalam kedua sanad tersebut, didapati Abu Hurairoh, Abu Shalih, dan Abdullah bin Dinar. Ini menunjukkan bahwa semua itu berarti satu sanad.[3]
       Sehingga dari pengertian-pengertian diatas, sanggup diambil kesimpulan bahwa hadits gharib ialah hadits yang diriwayatkan seorang rawi, sendirian. Bisa disetiap thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau disebagaian thabaqat sanad, malahan sanggup pada satu thabaqat saja. Adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada thabaqat lainya tidak merusak hadeits gharib.
2.      Jenis-jenis hadits gharib
       Dilihat dari aspek kawasan menyendirinya perawi, hadits gharib di bagi menjadi dua :
                 a.  Hadits Gharib Mutlak ( fard mutlak )
       Yaitu kalau gharib ( kesendirianya ) terdapat pada asal sanad, dengan kata lain hadits yang diriwayatkan oleh rawi secara sendirian pada awal sanadnya.
الرُّوَاةِ جَمِيْعِ مِنْوَاحِدٍ رَاوٍ بِهِ تَفَرَّدَ مَا الْمُطْلَقُ اَلْفَرْدُ
Artinya : “hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dari seluruh perawi-perawi yang lain”.
Yang dikehendaki dengan asal sanad disini ialah tabii bikan shahabi. Namun, sehabis ulama tetapkan bahwa asal sanad ini meliputi shahabi. Contoh hadits Gharib mutlak :
Artinya : “kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan korelasi dengan jalan keturunan, dihentikan dijual dan tidak b oleh dihibahkan”.
Hadits ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar hanya Abdukllah bin Dinar saja yang meriwayatkan. Abdullah bin Dinar ialah seorang Tabi’i , seorang hafidh yang kokoh ingatanya.

                b.  Hadits Gharib Nisbi ( fard nisbi )
       Yaitu hadits yang kegharibanya berada dipertengahan sanadnya, artinya semula diriwayatkan oleh lebih dari seorang rawi  dalam asal sanadnya lalu secara sendirian diriwayatkan oleh satu orang rawi dari mereka para perawi tersebut.
Contoh hadits ghari nisbi :
Hadits malik dari Az-Zuhri dari Anas ra, “Sesungguhnya Nabi SAW masuk ke kota makah sementara diatas kepalanya alat penutup”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Malik Az-Zuhri.
Contoh lain hadits gharib nisbi berkenaan dengan kota atau kawasan tinggal tertentu :
Artinya : “kami diperintahkan oleh Rasul SAW supaya membaca surat Al-Fatihah dan surat yang gampang ( dari al-Qur’an )”. ( HR Abu Dawud )
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Abu Al Walid Al-Tayalisi, Hammam, Qatadah, Abu Nadrah, Dan said. Semua rawi ini berasal dari Basrah dan tidak ada yang meriwayatkanya dari kota lain.
Jenis-jenis Gharib nisbi :
Terdapat banyak sekali jenis gharib yang memungkinkanya termasuk hadits gharib nisbi, bukan gharib mutlak alasannya dinisbikan kepada sesuatu tertentu :
1.      Kegharibanya dinisbikan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya)sepertipernyataan mereka, “tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali si fulan”.
2.      Ke-Gharibanya alasannya diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu menyerupai pernyataan mereka . “Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dar fulan”, meskipun diriwayatkan dari arah lain selain dia”.
3.      Ke-gharib-anya pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu. Seperti pernyataan mereka, “diriwayatkanh secara menyendiri oleh penduduk makkah” atau “oleh penduduk syam”.
4.      Ke-gharianya alasannya diriwayatkanya oleh penduduk negeri tertentu dari penduduk negeri tertentu pyla. Seperti pernyataan mereka. “diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk syam dari penduduk khijaz”.[4]
       Dutinjau dari segi letak kegharibanya, hadits gharib dibagi 2:
                   a.         Hadits gharib matan dan sanad, hadits yang matanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja.
                   b.         Hadits gharib matan, bukan sanad. Seperti hadits yang matanya diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sobat lainya. Dalam kasus ini, Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini gharib diliat dari aspek ini”.
3.    Hukum Hadits Gharib
Hadits Gharib mempunyai beberapa aturan (nilai) :
                   a.         Shahih, yaitu: kalau perawinya mencapai dlabith yang tepat dan tidak ditentang oleh perawi yang lebih berpengaruh dari padanya.
                   b.         Hasan, yaitu: kalau dia mendekati derajat yang diatas dan tidak ditentang oleh orang yang lebih rajin daripadanya.
                   c.         Syadz, yaitu: kalau ditentang oleh orang yang lebih berpengaruh dari padanya, sedangkan dia ialah orang yang kepercayaan.
                   d.         Munkar, yaitu: kalau di ihwal oleh orang yang lebih berpengaruh dari padanya, sedang diapun ialah orang yang lemah.
                   e.         Matruk, yaitu: kalau dia tertuduh dusta walaupun tgidak ditentang oleh orang lain.[5]



          [1]Ahmud thahhan. 1997. Ulumul hadits Studi Kompleksitas Hadits Nabi. Titian Ilahi Press: Yogyakarta. Hal. 37.
          [2]Abdurrahman, 2000, Pergeseran Pemikiran hadits ijtihad Al-hakim dalam Menentukan Suatu Hadits, Paramadina; jakarta
          [3] A.Qadir Hassan. 1990. Ilmu Musthlah Hadits. Diponegoro: Bandung.hal.278-279.
          [4]http://www.belajarislam.com/hadit-masyhur-hadits-mustafid-hadits-aziz-hadits-gharib/
          [5]Munzier uparta. 2002. Ilmu Hadis. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hlm. 121. 

0 Response to "Hadits Gharib"