Makalah Hadits Ahkami Syarat-Syarat Shalat

SYARAT-SYARAT SHALAT
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits Ahkami
Dosen Pengampu :  ..............................


Oleh :
1.......................................
2........................................
3.......................................
4...........................................
5.........................................

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
20xxxx

A.    Pendahuluan
Ibadah merupakan suatu kewajiban sekaligus menjadi kebutuhan yang harus dilaksanakan umat insan menyerupai dikatakan dalam firman Allah SWT, “Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. Maka jelaslah bahwa kiprah utama insan di muka bumi selain memakmurkan bumi ini yakni beribadah kepada Allah SWT. Karena dengan beribadah kepada-Nya hidup ini akan senantiasa berada dalam naungan rahmat dan ridho-Nya. Bentuk-bentuk ibadah sangat banyak macamnya baik yang secara eksklusif tertuju kepada Allah menyerupai shalat, maupun ibadah yang secara tidak eksklusif tertuju kepada-Nya menyerupai infaq, shodaqoh, menolong sesama yang sedang membutuhkan dan lain sebagainya.

Ada sebagian ibadah yang apabila dalam melaksanakannya mewajibkan kita harus dalam keadaan suci atau terbebas dari hadas dan najis menyerupai ibadah shalat. Maka dari itu kita mengkaji beberapa hadits dan banyak sekali pendapat para ulama’ untuk menetapkan suatu hukum, yang akan dipaparkan dalam makalah ini.

Ø  Hadits Pertama[1]
Sa’id ibnu salim telah menceritakan kepada kami, dari shofyan ats-tsauri, dari Abdullah ibnu Aqil, dari Muhammad ibnul hanafiyyah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
مِفْتاَحُ الصَلاةِ الوُضُوءُ وَتحْرِمُهَا التَّكْبِيرُوَتَحْلِيلُهاَ السَّلاَمُ.
“Kunci shalat yakni wudhu tahrimnya yakni takbir dan tahlilnya yakni salam.”

Ø  Hadits Kedua[2]
Ibrahim ibnu Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari Ali ibnu Yahya Ibnu Khallad, dari ayahnya, dari kakeknya yaitu Rifa’ah Ibnu Malik yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:

إذَا قاَمَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَلْيَتَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَالله تَعَالَى ثُمَّ لِيُكَبِّرْ فَإِنْ كَانَ مَعَهُ شَيْءٌ مِنَ الْقُرأنِ قَرَأَبِهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ شَيْءٌ مِنَ القُرْأنِ فَلْيَحْمَدِ الله وَلْيُكَبِّرْهُ ثُمَّ لِبَرْكَعْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ رَاكِعاً ثُمَّ لِيَقُمْ حَتَّى يّطْمَئِنَّ قَا ئِمًا ثُمَّ لِيَسْجُدْ حَتَّى يَطْمَّئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ لِيَرْفَعْ رَأْسَهُ فَلْيَجْلِسْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ جَالِساً فَمَنْ نَقَصَ مِنْ هَذِهِ فَإِنَّمَايَنْقُصُ مِنْ صَلاَتِهِ.
“Apabila seseorang diantara kalian bermaksud melaksanakan shalat, hendaklah berwudlu menyerupai apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, kemudian bertakbir. Apabila ia hafal sesuatu dari al-Qur’an, hendaklah ia membacanya dan bila tidak hafal sesuatupun dari al-Qur’an, hendaklah membaca tahmid dan takbir kepada Allah SWT. Setelah itu hendaklah rukuk hingga tumakninah dalam keadaan rukuk. Kemudian bangun hingga tumakninah dalam keadaan berdiri (I’tidal), kemudian sujud hingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian mengangkat kepalanya, kemudian duduk hingga tuma’ninah dalam keadaan duduk. Barangsiapa yang mengurangi sesuatu dari hal tersebut, sesungguhnya ia hanya mengurangi potongan dari shalatnya.”

Ø  Hadits ketiga[3]
Sufyan ibnu Uyaynah telah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abuz Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW, pernah bersabda:
لَا يُصَلِّيِنَّ أَحَدُكُمْ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِلَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْئٌ
“Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian melaksanakan shalat dengan menggunakan satu kain, sedangkan pada kedua sisi pundaknya tidak terdapat suatu pakaian apapun (bertelanjang dada).”
C.    Analisa Rijal
Dalam memilih kualitas perawi hadis diatas, kita perlu meneliti masing-masing perawi. Diantaranya sebagai berikut:

1.      Analisa Rijal dalam hadis pertama
a.       Said Ibnu Salim[4]
b.      Sufyan Ats-Tsauri  (97-161 H)
Nama aslinya Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Kufi, ia seorang Al-hafiz adh-Dhabith (Penghafal yang cermat). Ia lahir di Kufah pada tahun 97 H. Ayahnya Sa’id salah seorang ulama Kufah, ia cermat dalam periwayatan hadist sehingga Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan Yahya bin Ma’in menjulukinya “Amirul Mu’minin fil Hadits”, gelar yang sama disandang oleh Malik bin Anas.
Mengenai dia, Al-Khatib al-Baghdadi berkata: “Sufyan yakni salah seorang diantara para imam kaum muslimin dan salah seorang dari pemimpin agama, kepemimpinannya disepakati oleh para ulama, sehingga tidak perlu lagi legalisasi terhadap ketelitian, hapalan”.
Sufyan at-Tsauri meriwayatkan hadist dari Al-A’masi (sulaiman bin Mihran), Abdullah bin Dinar, Ashim al-Ahwal, Ibn al-Munkadir dan lainya. Sedangkan yang diriwayatkan darinya ialah Aburahman Auza’i, Abdurahman bin Mahdi, Mis’ar bin Kidam dan Abban bin Abdullah al-Ahmasi. Orang terakhir yang meriwayatkan darinya yakni Ali bin al-Ja’d.
Abdullah bin Mubarak berkata: ” Aku telah mencatat dari 1.100 orang guru dan saya tidak pernah mencatat dari seseorang yang keutamaannya melebihi Sufyan”. Namun ada diantara ulama meriwayatkan dari Ibn Mubarak bahwa Sufyan Ats-Tsauri terkadang meriwayatkan Hadits Mudallis.
Ibnu Mubarak berkata: ” Aku pernah menceritakan hadits kepada Sufyan, kemudian pada kesempatan lain saya tiba kepadanya dikala ia tengah mentadliskan hadits tersebut, dan dikala ia melihatku tampak ia malu dan berkata : ” Aku meriwayatkan bersumber dari anda”. Jika ini benar, untuk menyepakati antara dua perkataan Ibnul Mubarak maka pentadlisan yang dilakukan Sufyan itu termasuk tadlis yang tidak membuatnya tercela. Karena itu ia berkata kepada Ibnul Mubarak: “Aku meriwayatkannya bersumber dari anda”. Dengan perkataan tersebut ia menghendaki bahwa sanad hadits yang hingga kepadanya tersebut dianggap tsiqah. Ats Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H[5].

c.       Abdullah ibnu Aqil
Muhammad ibn Aqil, putra dari Aqil ibn Abi Thalib. Beliau di klaim sebagai nenek moyang klan Darod Somalia, melalui keturunannya Syeikh Abdirahman bin al-Isma’il Jaberti. Muhammad ibn Aqil meninggal pada pertempuran Karbala[6].

d.      Muhammad ibnul Hanafiyyah
Muhammad ibn al-Hanafiah lahir di Madinah sekitar 633M (meskipun juga dikatakan selama era Umar), ketiga putra Ali. Dia disebut Ibn al-Hanafiah setelah ibunya, Khawlah binti Ja'far, ia dikenal sebagai Hanafiah setelah dia suku Bani Hanifah[7].

2.      Analisa Rijal dalam hadis kedua

a.      Ibrahim ibnu Muhammad
Ibrahim ibnu Muhammad yakni putra dari Nabi Muhammad SAW dengan istrinya Maria al-Qibtiyya. Ia dilahirkan pada bulan terakhir pada tahun 8 H[8].

b.      Ali ibnu Yahya Ibnu Khallad[9]

c.       Rifa’ah Ibnu Malik
Nama orisinil dia Rifa’ah ibnu Rafi’ ibnu Malik ibnul Ajlan ibnu Amr ibnu Amir ibnu Zuraiq ibnu Abdu Haritsah ibnu Adhb ibnu Jusym ibnul Khazraj Az-Zuraqi, spesialis Badar yang agung, meninggal di masa awal pemerintahan Mu’awiyah[10].

3.      Analisa Rijal dalam hadits ketiga

a.      Sufyan ibnu Uyaynah (107 H-198 H)
Nama lengkapnya yakni Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali al-Kufi. Sufyan ibn Uyaynah lahir pada tahun 725 M / 107 H. Beliau menyampaikan dirinya bahwa dia pertama kali duduk resmi dengan guru agama pada usia 12 tahun dikala dia menghadiri pelajaran dari Abd al-Karim Abu Umayyah[11].
Ia sempat bertemu dengan 87 tabi’in dan mendengar hadits dari 70 orang diantara mereka. Yang paling populer diantaranya yakni Ja’far ash-Shadiq, Humaid ath-Thawil, Abdullah bin Dinar, Abu az-Zinad dan Shalih bin Kaisan, Amr ibn Dinar, Al-Zuhri, Ziyad ibn Allaqah, Abu Ishaq, al-Aswad bin Qays, Zaid bin Aslam, Abdullah bin Dinar, Mansur ibn al-Mutamir, Abd al-Rahman ibn al-Qasim dan banyak lain.
Murid-muridnya yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Al-A’masi, Mis’ar bin Kidam, Abdullah bin Mubarak, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, dan Ali bin Madini.
Pada tahun 163 H ia pindah dari Kufah ke Makkah, ia menetap di kota ini mengajar hadits dan al-Quran kepada orang orang Hijaz hingga dengan wafatnya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata mengenai dirinya: ”Dia (sufyan bin Uyainah) seorang yang Tsiqah, Hafidz, dan seorang yang hebat fiqh, boleh jadi dia melaksanakan Tadlis tetapi dari orang-orang yang terpercaya”.
Ia meriwayatkan hadits sekitar 7.000 hadits, Imam Syafi’I memperlihatkan kesaksian atas keilmuannya: “Andaikata tidak ada Malik dan Ibnu Uyainah, pasti hilang ilmu Hijaz”. Ia wafat pada tahun 198 H di Makkah dalam usia 91 tahun[12].

b.      Az-Zuhri (w. 123 H)
Nama bahwasanya yakni Muhammad bin Muslim bin Abdullah, alim dan hebat fiqh. Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari pada dia, bila dia berbicara ihwal sunnah dan al-Qur’an pembicaraanya lengkap“.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya menyebar sehingga ia menjadi kawasan berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa berjulukan Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat.
Ia membukukan banyak hadits yang dia dengar dan dia himpun. Berkata Shalih bin Kisan: ”Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia berkata: “mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam”, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis dan saya tidak. Akhirnya dia berhasil dan saya gagal”.
Kekuatan hafalan dan kecermatan az-Zuhri sanggup disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata bisa mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil juru tulis az-Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,.
Kecermatan dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya dengan berkata : ”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”.
Az-Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata bahwa az-Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad hanya separuhnya.
Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Sahal bin Sa’ad, Urwah bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga memiliki riwayat-riwayat yang mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.
Imam al-Bukhari beropini bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih yakni az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih yakni az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”. Ia wafat di Sya’bad pada tahun 123 H, ada yang menyampaikan ia wafat tahun 125 H[13].

c.       Abi az-Zinad (64 H-130H)
Ia berjulukan Abdullah ibn Dzakwan al-Qurasyi, meriwayatkan hadits diantaranya dari Anas, Aisya bint Sa’d, Abu Umamah, Said ibn al-Musayyib, Abban ibn Usman, al-A’raj, dan Kharijah ibn Zaid. Haditsnya diriwayatkan diantaranya oleh Shalih ibn Kaisan, Ibn Abi Mulaikah, Hisyam ibn Urwah, Syu’aib ibn Abi Hamzah, Ibn Ishaq, Malik, Sa’id ibn Hilal, Sufyan ats-Tsauri dan Sufyan ibn Uyainah. Menurut Ibn Ma’in, ia termasuk orang yang tsiqah dan haditsnya sanggup diterima sebagai hujjah. Menurut Bukhari, Sanad yang paling shahih kepada Abu Hurairah yakni sanadnya Abu az-Zinad, dari al-A’raj, dai Abu Hurairah[14].

d.      Al-A’raj (w.110 H)
Nama aslinya Abdurrahman ibn Hurmuz. Ia merupakan tabi’i yang tsiqah dan meriwayatkan dari Abu Hurairah, Abu Sa’id, Abdullah ibn Malik ibn Buhainah, Ibn Abbas, Muhammad ibn Maslamah, Usaid ibn Rafi’ dan Ubaidillah ibn Abi Rafi’. Sementara haditsnya diriwayatkan oleh Zaid ibn Aslam, Rabi’ah, Musa ibn Uqbah, Az-Zuhry, Abu Az-Zinad dan Abdullah ibn Ka’b ibn Malik[15].

e.       Abu Hurairah (w. 57 H)
Ia berjulukan Abdurrahman ibn Shakhr ad-Dausy, salah seorang sahabat Rasulullah SAW, namanya pada masa Jahiliah yakni ‘Abd Syams dan digelari denagn Abu Huraairah lantaran ia menemukan seekor anak kucing dan menggendongnya. Ia banyak meriwayatkan hadits di antaranya dari Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, Ibn al-Abbas, Aisyah, Usamah ibn Zaid. Sedangkan haditsnya diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Ibn Umar, Qabishah ibn Dzu’aib, Abu Salamah, ‘Irak ibn Malik al-Ghifary, Qais ibn Abi Hazim, Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’raj, Muhammad ibn Sirin, Said ibn al-Musayyib, ‘Amr ibn Syarahil dan Malik ibn Abi Amir al-Ashbahi.[16]

D.    Analisa Sanad
Berikut skema transmisi periwayatan (sanad):
1.      Sanad hadis pertama
رسول الله صلي الله عليه وسلم
محمد ابن حنففية
عبد الله ابن عاقل
سفيان الثوري
سعيدابن سالم
2.      Sanad hadis kedua
رسول الله صلي الله عليه وسلم
رفاعة ابن مالك
يحي ابن خالد
ابراهيم ابن محمد
3.      Sanad hadis ketiga
رسول الله صلي الله عليه وسلم
أبو هريرة
الاعراج
أبو الزينا د
أ الزهري
سفين ابن أوياينة

E.     Analisa Fiqih
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam. Yang pertama, syarat wajib shalat. Syarat wajib shalat yakni syarat yang menimbulkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Yang kedua yaitu syarat sah shalat. Syarat sah shalat yakni syarat yang menimbulkan shalat seseorang diterima secara syara’ disamping ada kriteria lain, menyerupai rukun shalat[17].
Syarat wajib shalat yakni sebagai berikut:
1.      Islam
Shalat diwajibkan kepada setiap muslim, baik perem[uan maupun laki-laki. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap mendapatkan eksekusi di akhirat. Menurut kesepakatan para ulama, apabila orang kafir masuk islam tidak diwajibkan kepadanya untuk membayar shalat yang ditinggalkannya selama dia kafir
[18].
2.      Baligh
Meskipun belum dewasa tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap harus diajarkan untuk melaksanakan shalat, dengan maksud untuk membiasakan apabila mereka sudah baligh. sejak umur tujuh tahun belum dewasa sudah harus dibiasakan melaksanakan shalat, dan boleh dipukul dengan tidak membahayakan apabila usianya telah sepuluh tahun enggan untuk melaksanakan shalat.
3.      Berakal.
Orang gila, orang yang memiliki penyakit menyerupai sawan (ayan) tidak diwajibkan shalat, lantaran nalar merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban, demikian berdasarkan para jumhur ulama. Namun demikian berdasarkan Syafi’iyah disunatkan meng-qadhanya apbila sudah sembuh. Akan tetapi golongan Hanabilah beropini bahwa bagi orang yang tertutup akalnya lantaran sakit atau sawan (ayan) wajib meng-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, lantaran puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut[19].

Adapun syarat-syarat sah shalat diantaranya:
1.      Mengetahui masuk waktu
Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persengkaan (dugaan) yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga orang ragu, shalatnya tidak sah.
2.      Suci dari hadas kecil dan hadas besar
Penyucian hadas kecil dengan wudhu dan penyucian hadas besar dengan mandi.
3.      Suci badan, pakaian dan kawasan dari najis hakiki
Untuk keabsahan shalat disyaratkan suci badan, pakaian dan kawasan dari najis yang tidak dimaafkan, demikian berdasarkan pendapat jumhur ulama. Namun berdasarkan pendapat dari golongan Malikiyah yakni sunah mu’akad.
4.      Menutup aurat
Kewajiban menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang telah disepakati (ijma’) ulama. Menurut Ahmad ibn Hanbal, aurat pria hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh tubuh wanita adlah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah, telapak kaki permpuan tidak termasuk aurat[20].
5.      Menghadap kiblat
Ulama setuju bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat. Menghadap kiblat dikecualikan bagi orang yang shalat al-khauf dan shalat sunat di atas kendaraan bagi musafir yang dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi kondusif dari musuh, hewan buas dan ada kesanggupan. Oleh lantaran itu tidak wajib menghadap kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup menyerupai orang sakit. Ulama sepakat, bagi orang yang menyaksikan Ka’bah wajib menghadap ke Ka’bah itu sendiri secara tepat, tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, lantaran jauh di luar kota Mekkah, hanya wajib menghadapkan muka ke arah Ka’bah. Sedangkan Imam Syafi’i beropini harus menghadapkan muka ke Ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota Mekkah. Caranya harus diniatkan dalm hati bahwa menghada itu sempurna pada Ka’bah.
6.      Niat
Sebagaimana ibadah lainnya shalat juga tidak sah bila tidak disertai dengan niat. Golongan Hanafiah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat shalat, demikian juga pendapat yang lebih berpengaruh dari kalangan Malikiah[21].

F.      Hikmah dan Penutup
Shalat merupakan suatu aktifitas yang terdiri dari beberapa ucapan ysng dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam[22]. Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat diantaranya Islam, baligh, cendekia dan suci. Sedangkan shalat dianggap sah secara syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu. Dalam hal ini yang dimaksudkan yakni suci tubuh dari hadas dan najis, menutup aurat dengan pakaian yang bersih, mengetahui masuknya waktu shalat dan menghadap kiblat.

DAFTAR PUSTAKA


An-Naisabury, Muslim ibn Hajjaj. Shahih Muslim. (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Araby, t.t)
As-sinddi, Syekh Muhammad Abid. Musnad Syafi’i
            Khalifah, Muhammad Rasyad. At-Ta’lif bayn Mukhtalaf al-Hadits, (Cairo:Hai’ah Ammah li Syu’un al-Mahtabi’ al-Amiriyah, 1984)
Ma’ruf, Tolhah, dkk. Fiqih Ibadah. Lembaga Ta’lif Wannasyir:Kediri.
Nasution, Lahmudin. Fiqih 1.
Ritonga, A. Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
            http://abihumaid.wordpress.com/2010/04/16/muhammad-bin-syihab-az-zuhri-wafat-125-h/ tgl. 23-sept-2012
http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-ats-tsauri-97-161-h/ tgl21-09-2012
http://en.wikipedia.org/wiki/Ibrahim_ibn_Muhammad
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_al-Hanafiyyah
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Aqil
http://en.wikipedia.org/wiki/Sufyan_ibn_%60Uyaynah
http://sahabat-amrin.blogspot.com/2011/08/syarat-wajib-dan-sah-shalat. tgl 21-9-2012
http://kumpulanskripsif.blogspot.com//search?q=16/al-imam-malik-bin-anas/" target="_blank">Malik bin Anas.
Mengenai dia, Al-Khatib al-Baghdadi berkata: “Sufyan yakni salah seorang diantara para imam kaum muslimin dan salah seorang dari pemimpin agama, kepemimpinannya disepakati oleh para ulama, sehingga tidak perlu lagi legalisasi terhadap ketelitian, hapalan”.
Sufyan at-Tsauri meriwayatkan hadist dari Al-A’masi (sulaiman bin Mihran), Abdullah bin Dinar, Ashim al-Ahwal, Ibn al-Munkadir dan lainya. Sedangkan yang diriwayatkan darinya ialah Aburahman Auza’i, Abdurahman bin Mahdi, Mis’ar bin Kidam dan Abban bin Abdullah al-Ahmasi. Orang terakhir yang meriwayatkan darinya yakni Ali bin al-Ja’d.
Abdullah bin Mubarak berkata: ” Aku telah mencatat dari 1.100 orang guru dan saya tidak pernah mencatat dari seseorang yang keutamaannya melebihi Sufyan”. Namun ada diantara ulama meriwayatkan dari Ibn Mubarak bahwa Sufyan Ats-Tsauri terkadang meriwayatkan Hadits Mudallis.
Ibnu Mubarak berkata: ” Aku pernah menceritakan hadits kepada Sufyan, kemudian pada kesempatan lain saya tiba kepadanya dikala ia tengah mentadliskan hadits tersebut, dan dikala ia melihatku tampak ia malu dan berkata : ” Aku meriwayatkan bersumber dari anda”. Jika ini benar, untuk menyepakati antara dua perkataan Ibnul Mubarak maka pentadlisan yang dilakukan Sufyan itu termasuk tadlis yang tidak membuatnya tercela. Karena itu ia berkata kepada Ibnul Mubarak: “Aku meriwayatkannya bersumber dari anda”. Dengan perkataan tersebut ia menghendaki bahwa sanad hadits yang hingga kepadanya tersebut dianggap tsiqah. Ats Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H[5].

c.       Abdullah ibnu Aqil
Muhammad ibn Aqil, putra dari Aqil ibn Abi Thalib. Beliau di klaim sebagai nenek moyang klan Darod Somalia, melalui keturunannya Syeikh Abdirahman bin al-Isma’il Jaberti. Muhammad ibn Aqil meninggal pada pertempuran Karbala[6].

d.      Muhammad ibnul Hanafiyyah
Muhammad ibn al-Hanafiah lahir di Madinah sekitar 633M (meskipun juga dikatakan selama era Umar), ketiga putra Ali. Dia disebut Ibn al-Hanafiah setelah ibunya, Khawlah binti Ja'far, ia dikenal sebagai Hanafiah setelah dia suku Bani Hanifah[7].

2.      Analisa Rijal dalam hadis kedua

a.      Ibrahim ibnu Muhammad
Ibrahim ibnu Muhammad yakni putra dari Nabi Muhammad SAW dengan istrinya Maria al-Qibtiyya. Ia dilahirkan pada bulan terakhir pada tahun 8 H[8].

b.      Ali ibnu Yahya Ibnu Khallad[9]

c.       Rifa’ah Ibnu Malik
Nama orisinil dia Rifa’ah ibnu Rafi’ ibnu Malik ibnul Ajlan ibnu Amr ibnu Amir ibnu Zuraiq ibnu Abdu Haritsah ibnu Adhb ibnu Jusym ibnul Khazraj Az-Zuraqi, spesialis Badar yang agung, meninggal di masa awal pemerintahan Mu’awiyah[10].

3.      Analisa Rijal dalam hadits ketiga

a.      Sufyan ibnu Uyaynah (107 H-198 H)
Nama lengkapnya yakni Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali al-Kufi. Sufyan ibn Uyaynah lahir pada tahun 725 M / 107 H. Beliau menyampaikan dirinya bahwa dia pertama kali duduk resmi dengan guru agama pada usia 12 tahun dikala dia menghadiri pelajaran dari Abd al-Karim Abu Umayyah[11].
Ia sempat bertemu dengan 87 tabi’in dan mendengar hadits dari 70 orang diantara mereka. Yang paling populer diantaranya yakni Ja’far ash-Shadiq, Humaid ath-Thawil, Abdullah bin Dinar, Abu az-Zinad dan Shalih bin Kaisan, Amr ibn Dinar, Al-Zuhri, Ziyad ibn Allaqah, Abu Ishaq, al-Aswad bin Qays, Zaid bin Aslam, Abdullah bin Dinar, Mansur ibn al-Mutamir, Abd al-Rahman ibn al-Qasim dan banyak lain.
Murid-muridnya yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Al-A’masi, Mis’ar bin Kidam, Abdullah bin Mubarak, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, dan Ali bin Madini.
Pada tahun 163 H ia pindah dari Kufah ke Makkah, ia menetap di kota ini mengajar hadits dan al-Quran kepada orang orang Hijaz hingga dengan wafatnya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata mengenai dirinya: ”Dia (sufyan bin Uyainah) seorang yang Tsiqah, Hafidz, dan seorang yang hebat fiqh, boleh jadi dia melaksanakan Tadlis tetapi dari orang-orang yang terpercaya”.
Ia meriwayatkan hadits sekitar 7.000 hadits, Imam Syafi’I memperlihatkan kesaksian atas keilmuannya: “Andaikata tidak ada Malik dan Ibnu Uyainah, pasti hilang ilmu Hijaz”. Ia wafat pada tahun 198 H di Makkah dalam usia 91 tahun[12].

b.      Az-Zuhri (w. 123 H)
Nama bahwasanya yakni Muhammad bin Muslim bin Abdullah, alim dan hebat fiqh. Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari pada dia, bila dia berbicara ihwal sunnah dan al-Qur’an pembicaraanya lengkap“.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya menyebar sehingga ia menjadi kawasan berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa berjulukan Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat.
Ia membukukan banyak hadits yang dia dengar dan dia himpun. Berkata Shalih bin Kisan: ”Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia berkata: “mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam”, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis dan saya tidak. Akhirnya dia berhasil dan saya gagal”.
Kekuatan hafalan dan kecermatan az-Zuhri sanggup disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata bisa mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil juru tulis az-Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,.
Kecermatan dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya dengan berkata : ”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”.
Az-Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata bahwa az-Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad hanya separuhnya.
Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Sahal bin Sa’ad, Urwah bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga memiliki riwayat-riwayat yang mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.
Imam al-Bukhari beropini bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih yakni az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih yakni az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”. Ia wafat di Sya’bad pada tahun 123 H, ada yang menyampaikan ia wafat tahun 125 H[13].

c.       Abi az-Zinad (64 H-130H)
Ia berjulukan Abdullah ibn Dzakwan al-Qurasyi, meriwayatkan hadits diantaranya dari Anas, Aisya bint Sa’d, Abu Umamah, Said ibn al-Musayyib, Abban ibn Usman, al-A’raj, dan Kharijah ibn Zaid. Haditsnya diriwayatkan diantaranya oleh Shalih ibn Kaisan, Ibn Abi Mulaikah, Hisyam ibn Urwah, Syu’aib ibn Abi Hamzah, Ibn Ishaq, Malik, Sa’id ibn Hilal, Sufyan ats-Tsauri dan Sufyan ibn Uyainah. Menurut Ibn Ma’in, ia termasuk orang yang tsiqah dan haditsnya sanggup diterima sebagai hujjah. Menurut Bukhari, Sanad yang paling shahih kepada Abu Hurairah yakni sanadnya Abu az-Zinad, dari al-A’raj, dai Abu Hurairah[14].

d.      Al-A’raj (w.110 H)
Nama aslinya Abdurrahman ibn Hurmuz. Ia merupakan tabi’i yang tsiqah dan meriwayatkan dari Abu Hurairah, Abu Sa’id, Abdullah ibn Malik ibn Buhainah, Ibn Abbas, Muhammad ibn Maslamah, Usaid ibn Rafi’ dan Ubaidillah ibn Abi Rafi’. Sementara haditsnya diriwayatkan oleh Zaid ibn Aslam, Rabi’ah, Musa ibn Uqbah, Az-Zuhry, Abu Az-Zinad dan Abdullah ibn Ka’b ibn Malik[15].

e.       Abu Hurairah (w. 57 H)
Ia berjulukan Abdurrahman ibn Shakhr ad-Dausy, salah seorang sahabat Rasulullah SAW, namanya pada masa Jahiliah yakni ‘Abd Syams dan digelari denagn Abu Huraairah lantaran ia menemukan seekor anak kucing dan menggendongnya. Ia banyak meriwayatkan hadits di antaranya dari Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, Ibn al-Abbas, Aisyah, Usamah ibn Zaid. Sedangkan haditsnya diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Ibn Umar, Qabishah ibn Dzu’aib, Abu Salamah, ‘Irak ibn Malik al-Ghifary, Qais ibn Abi Hazim, Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’raj, Muhammad ibn Sirin, Said ibn al-Musayyib, ‘Amr ibn Syarahil dan Malik ibn Abi Amir al-Ashbahi.[16]

D.    Analisa Sanad
Berikut skema transmisi periwayatan (sanad):
1.      Sanad hadis pertama
رسول الله صلي الله عليه وسلم
محمد ابن حنففية
عبد الله ابن عاقل
سفيان الثوري
سعيدابن سالم
2.      Sanad hadis kedua
رسول الله صلي الله عليه وسلم
رفاعة ابن مالك
يحي ابن خالد
ابراهيم ابن محمد
3.      Sanad hadis ketiga
رسول الله صلي الله عليه وسلم
أبو هريرة
الاعراج
أبو الزينا د
أ الزهري
سفين ابن أوياينة

E.     Analisa Fiqih
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam. Yang pertama, syarat wajib shalat. Syarat wajib shalat yakni syarat yang menimbulkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Yang kedua yaitu syarat sah shalat. Syarat sah shalat yakni syarat yang menimbulkan shalat seseorang diterima secara syara’ disamping ada kriteria lain, menyerupai rukun shalat[17].
Syarat wajib shalat yakni sebagai berikut:
1.      Islam
Shalat diwajibkan kepada setiap muslim, baik perem[uan maupun laki-laki. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap mendapatkan eksekusi di akhirat. Menurut kesepakatan para ulama, apabila orang kafir masuk islam tidak diwajibkan kepadanya untuk membayar shalat yang ditinggalkannya selama dia kafir
[18].
2.      Baligh
Meskipun belum dewasa tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap harus diajarkan untuk melaksanakan shalat, dengan maksud untuk membiasakan apabila mereka sudah baligh. sejak umur tujuh tahun belum dewasa sudah harus dibiasakan melaksanakan shalat, dan boleh dipukul dengan tidak membahayakan apabila usianya telah sepuluh tahun enggan untuk melaksanakan shalat.
3.      Berakal.
Orang gila, orang yang memiliki penyakit menyerupai sawan (ayan) tidak diwajibkan shalat, lantaran nalar merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban, demikian berdasarkan para jumhur ulama. Namun demikian berdasarkan Syafi’iyah disunatkan meng-qadhanya apbila sudah sembuh. Akan tetapi golongan Hanabilah beropini bahwa bagi orang yang tertutup akalnya lantaran sakit atau sawan (ayan) wajib meng-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, lantaran puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut[19].

Adapun syarat-syarat sah shalat diantaranya:
1.      Mengetahui masuk waktu
Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persengkaan (dugaan) yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga orang ragu, shalatnya tidak sah.
2.      Suci dari hadas kecil dan hadas besar
Penyucian hadas kecil dengan wudhu dan penyucian hadas besar dengan mandi.
3.      Suci badan, pakaian dan kawasan dari najis hakiki
Untuk keabsahan shalat disyaratkan suci badan, pakaian dan kawasan dari najis yang tidak dimaafkan, demikian berdasarkan pendapat jumhur ulama. Namun berdasarkan pendapat dari golongan Malikiyah yakni sunah mu’akad.
4.      Menutup aurat
Kewajiban menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang telah disepakati (ijma’) ulama. Menurut Ahmad ibn Hanbal, aurat pria hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh tubuh wanita adlah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah, telapak kaki permpuan tidak termasuk aurat[20].
5.      Menghadap kiblat
Ulama setuju bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat. Menghadap kiblat dikecualikan bagi orang yang shalat al-khauf dan shalat sunat di atas kendaraan bagi musafir yang dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi kondusif dari musuh, hewan buas dan ada kesanggupan. Oleh lantaran itu tidak wajib menghadap kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup menyerupai orang sakit. Ulama sepakat, bagi orang yang menyaksikan Ka’bah wajib menghadap ke Ka’bah itu sendiri secara tepat, tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, lantaran jauh di luar kota Mekkah, hanya wajib menghadapkan muka ke arah Ka’bah. Sedangkan Imam Syafi’i beropini harus menghadapkan muka ke Ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota Mekkah. Caranya harus diniatkan dalm hati bahwa menghada itu sempurna pada Ka’bah.
6.      Niat
Sebagaimana ibadah lainnya shalat juga tidak sah bila tidak disertai dengan niat. Golongan Hanafiah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat shalat, demikian juga pendapat yang lebih berpengaruh dari kalangan Malikiah[21].

F.      Hikmah dan Penutup
Shalat merupakan suatu aktifitas yang terdiri dari beberapa ucapan ysng dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam[22]. Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat diantaranya Islam, baligh, cendekia dan suci. Sedangkan shalat dianggap sah secara syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu. Dalam hal ini yang dimaksudkan yakni suci tubuh dari hadas dan najis, menutup aurat dengan pakaian yang bersih, mengetahui masuknya waktu shalat dan menghadap kiblat.

DAFTAR PUSTAKA


An-Naisabury, Muslim ibn Hajjaj. Shahih Muslim. (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Araby, t.t)
As-sinddi, Syekh Muhammad Abid. Musnad Syafi’i
            Khalifah, Muhammad Rasyad. At-Ta’lif bayn Mukhtalaf al-Hadits, (Cairo:Hai’ah Ammah li Syu’un al-Mahtabi’ al-Amiriyah, 1984)
Ma’ruf, Tolhah, dkk. Fiqih Ibadah. Lembaga Ta’lif Wannasyir:Kediri.
Nasution, Lahmudin. Fiqih 1.
Ritonga, A. Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
            http://abihumaid.wordpress.com/2010/04/16/muhammad-bin-syihab-az-zuhri-wafat-125-h/ tgl. 23-sept-2012
http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-ats-tsauri-97-161-h/ tgl21-09-2012
http://en.wikipedia.org/wiki/Ibrahim_ibn_Muhammad
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_al-Hanafiyyah
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Aqil
http://en.wikipedia.org/wiki/Sufyan_ibn_%60Uyaynah
http://sahabat-amrin.blogspot.com/2011/08/syarat-wajib-dan-sah-shalat. tgl 21-9-2012

[20] Lahmudin Nasution. Fiqih 1.  Hal 63.
[21]Ibid., tgl 21-9-2012
[22] Tolhah Ma’ruf, dkk. Fiqih Ibadah. Lembaga Ta’lif Wannasyir:Kediri. Hal. 45.

0 Response to "Makalah Hadits Ahkami Syarat-Syarat Shalat"

← Newer Post Older Post → Home