Analisis Dampak Dana Pihak Ketiga (Dpk), Capital Adequacy Ratio ( Car ), Dan Non Performing Loan ( Npl ) Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Persero Di Indonesia Kurun 2003 – 2010) (Ke-29)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Penelitian
Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu Negara, khususnya di bidang pembiayaan perekonomian. Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 ihwal perbankan, bank yakni tubuh perjuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian, bank merupakan penggalan dari forum keuangan yang mempunyai fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana yang dihimpunnya kepada masyarakat yang kekurangan dana. Melalui sebuah bank sanggup dihimpun dana dari masyarakat dalam banyak sekali bentuk simpanan selanjutnya dari dana yang telah terhimpun tersebut, oleh bank disalurkan kembali dalam bentuk santunan kredit kepada sektor bisnis atau pihak lain yang membutuhkan. Semakin berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi perekonomian suatu negara, maka akan membutuhkan pula peningkatan tugas sektor perbankan melalui pengembangan produk-produk jasanya.
Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi bank persero, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah, bank adonan dan bank asing. Bank yang diteliti dalam penelitian ini yakni bank persero. Alasan pemilihan bank persero alasannya yakni bank persero merupakan bank yang mengelola aset-aset negara. Hal tersebut sanggup dilihat dari kepemilikan saham yang mengatakan jumah saham yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia lebih besar dari yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, bank persero yang berjumlah 4 bank, mempunyai total aset, dana pihak ketiga, dan kredit yang cukup besar hampir menyaingi bank swasta devisa yang berjumlah 31 bank.
Tabel 1.1
Komposisi Kepemilikan Saham Bank Persero 2010
BANK PERSERO
Negara Republik Indonesia (%)
Masyarakat (%)
MANDIRI
66,68
33,32
BNI
60,00
40,00
BRI
56,75
43,25
BTN
72,92
27,08
Sumber : Annual Report Bank Persero 2010
Berdasarkan tabel di atas, sanggup dilihat bahwa jumlah saham yang dimiliki Negara Republik Indonesia lebih besar dari yang dimiliki oleh masyarakat ( terdiri dari perorangan dalam negeri, koperasi, yayasan, dana pensiun, asuransi, bank kustodian, forum dalam negeri, forum lain, reksa dana, perorangan luar negeri, forum luar negeri ).
 
Tabel 1.2
Total Aset, Dana Pihak Ketiga, dan Kredit
Bank Persero 2010 (Miliar Rp)

PERBANKAN
TOTAL ASET
DPK
KREDIT
PERSERO  ( 4 )
1.115.519
898.405
642.718
BUSN DEVISA ( 36 )
1.203.370
920.009
673.076
BUSN NON DEVISA ( 31 )
78.485
50.263
39.764
BPD ( 26 )
239.141
183.642
143.707
BANK CAMPURAN ( 15 )
149.990
97.812
98.408
BANK ASING ( 10 )
222.347
124.376
113.004
TOTAL
3.008.852
2.274.507
1.710.677
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia – Vol. 9. No. 7 Juni 2011
Berdasarkan tabel 1.2 di atas, sanggup dilihat bahwa jumlah aset, dana pihak ketiga, dan kredit bank persero dengan jumlah 4 bank menduduki peringkat kedua sehabis bank swasta devisa dengan jumlah 32 bank.
Menurut Lukman Dendawijaya (2009) dana - dana yang dihimpun dari masyarakat sanggup mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank dan kegiatan perkreditan mencapai 70% - 80% dari total aktiva bank. Bila memperhatikan neraca bank akan terlihat bahwa sisi aktiva didominasi oleh besarnya kredit yang diberikan, dan jika memperhatikan laporan keuntungan rugi bank akan terlihat bahwa sisi pendapatan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Hal ini dikarenakan acara bank yang terbanyak akan berkaitan bersahabat secara eksklusif ataupun tidak eksklusif dengan kegiatan perkreditan. Salah satu alasan terkonsentrasinya perjuangan bank dalam penyaluran kredit yakni sifat perjuangan bank sebagai forum intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit, dan sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara akhlak mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber pembiayaan dunia perjuangan di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan yang dibutuhkan sanggup mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemberian kredit merupakan acara bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi risiko yang terbesar dalam bank juga bersumber dari santunan kredit.
Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melaksanakan investasi,distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain yakni kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini bank berperan sebagai Agent of Development (Susilo, Triandaru, dan Santoso, 2006).
Sejumlah penelitian mengatakan bahwa penyaluran kredit mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Goldsmith (1969), Mc Kinon (1973), dan Shaw (1973) menyatakan bahwa dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada level mikro Gertler dan Gilchrist (1994) menunjukan bahwa adanya hambatan dalam penyaluran kredit sanggup berdampak pada kehancuran perjuangan - perjuangan kecil. (B.A.Pratama 2010)
Meskipun penyaluran kredit memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi negara, namun kredit yang disalurkan oleh perbankan belum optimal.  Hal ini sanggup dilihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Persero periode 2003 – 2010 yang masih berkisar pada angka 41,59% - 71,54% (dapat dilihat pada tabel 1.3), pada tahun 2003 hingga 2010 LDR Bank Persero berrturut-turut yakni 41,59%, 49,9%, 51,04%, 59,93%, 62,37%, 70,27%, 69,55%, dan 71,54%. Data tersebut mengatakan bahwa LDR Bank Persero masih berada dibawah cita-cita Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, angka LDR seharusnya berada disekitar 85% - 110%.


Tabel 1.3
Gambaran LDR Bank Persero Periode 2003 – 2010 (Periode Desember)

Tahun
DPK
(Milyar)
Kredit
(Milyar)
LDR (%)
2003
425.932
177.137
41,59
2004
446.564
222.855
49,9
2005
502.374
256.413
51,04
2006
480.394
287.910
59,93
2007
1.510.834
1.002.012
62,37
2008
669.827
470.665
70,27
2009
783.384
544.870
69,55
2010
50.263
39.764
71,54

Sumber: Data Bank Indonesia (Statistik Perbankan Indonesia)(www.bi.go.id)

LDR sendiri merupakan indikator dalam pengukuran fungsi intermediasi perbankan di Indonesia. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/23/UPPB tanggal 19 Maret 1998, rasio LDR dihitung dari pembagian kredit dengan dana yang diterima yang meliputi giro, deposito, dan tabungan masyarakat, pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan tidak termasuk pinjaman subordinasi, deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, modal inti, dan modal pinjaman. Kemudian diubahsuaikan dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antarbank) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meliputi giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antarbank). Semakin tinggi LDR mengatakan semakin besar pula DPK yang dipergunakan untuk penyaluran kredit, yang berarti bank telah bisa menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Disisi lain LDR yang terlampau tinggi sanggup menjadikan risiko likuiditas bagi bank.
Berdasarkan tabel 1.3 diatas sanggup diketahui penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Persero ke sektor lain (di luar kredit) pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2010 (posisi Desember) berturut - turut sebesar 58,41% (100% - 41,59%), 50,1%, 48,6%, 40,7%, 37,63%, 29,73%, 30,45% dan 28,46%, yang antara lain disalurkan kedalam Antar Bank Aktiva, Sertifikat Bank Indonesia, dan Surat Berharga. Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa penyaluran DPK ke sektor lain (di luar kredit) masih cukup besar.
Menurut Billy Arma Pratama dalam Djoko Retnadi (2006) kemampuan menyalurkan kredit oleh perbankan dipengaruhi oleh banyak sekali hal yang sanggup ditinjau dari sisi internal dan eksternal bank. Dari sisi internal bank terutama dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat dan penetapan tingkat suku bunga. Dan dari sisi eksternal bank dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain - lain. Sementara berdasarkan Sinungan (2000) kebijakan perkreditan harus memperhatikan beberapa faktor menyerupai : keadaan keuangan bank dikala ini, pengalaman bank, dan keadaan perekonomian.
Dana - dana yang dihimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Dendawijaya, 2009). Kegiatan bank sehabis menghimpun dana dari masyarakat luas yakni menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008). Pemberian kredit merupakan acara bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan (Dendawijaya, 2009).
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang mengatakan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan perjuangan dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang sanggup dipakai untuk keperluan pengembangan perjuangan dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit.
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada karenanya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat menghipnotis besarnya perluasan kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit.
Kondisi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL). dan Kredit Bank Persero selama tahun penelitian dari tahun 2003 hingga 2010 dipaparkan pada tabel 1.4 dibawah ini:

Tabel 1.4
Rata-rata DPK, CAR, NPL, dan Kredit Bank Persero Periode 2003 – 2010.

Tahun
DPK (Milyar)
CAR (%)
NPL (%)
Kredit (Milyar)
2003
433.317
21,25

6,95

162.971

2004
433.882

22,49

7,32

197.105

2005
460.897

21,09

11,62

240.465

2006
440.838

20,90

15,52

262.366

2007
1.363.063

20,60

9,70

869.841

2008
562.994

16,76

5,29

405.300

2009
683.673

14,23

4,57

503.946

2010
44.830

14,95

3,10

36.671


Sumber : Data Bank Indonesia (Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik
    (diolah)

DPK pada tahun 2003-2004 mengatakan peningkatan (433.317 menjadi 433.882), searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (162.971 menjadi 197.105). Pada tahun 2004-2005 DPK mengalami peningkatan (433.882 menjadi 460.897), searah dengan Kredit yang naik hingga 240.465. Sedangkan pada tahun 2005-2006, DPK mengalami penurunan (460.897 menjadi 440.838), tidak searah dengan Kredit yang mengatakan peningkatan (240.465 menjadi 262.366). Pada tahun 2006-2007, DPK mengalami peningkatan (440.838 menjadi 1.363.063), searah dengan Kredit yang mengatakan peningkatan (262.366 menjadi 869.841). Pada tahun 2007-2008 DPK mengatakan penurunan (1.363.063 menjadi 562.994), searah dengan Kredit  yang turun hingga 405.300. Pada tahun 2008-2009, DPK mengalami peningkatan (562.994 menjadi 683.673), searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (405.300 menjadi 503.946). Pada tahun 2009-2010, DPK mengalami penurunan (683.673 menjadi 44.830), searah dengan Kredit  yang turun hingga 36.671.
CAR pada tahun 2003-2004 mengatakan peningkatan (21,25% menjadi 22,49%), searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (162.971 menjadi 197.105). Sedangkan pada tahun 2004-2005, CAR mengatakan penurunan (22,49% menjadi 21,09%), tidak searah dengan Kredit yang mengatakan peningkatan hingga 240.465. Pada tahun 2005-2006, CAR mengalami penurunan (21,09% menjadi 20,90%), tidak searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (240.465 menjadi 262.366). Pada tahun 2006-2007, CAR mengalami penurunan (20,90% menjadi 20,60%), tidak searah dengan Kredit yang mengatakan peningkatan (262.366 menjadi 869.841). Pada tahun 2007-2008, CAR mengatakan penurunan (20,60% menjadi 16,76%), searah dengan Kredit yang mengalami penurunan hingga 405.300. Sedangkan pada tahun 2008-2009, CAR mengalami penurunan (16,76% menjadi 14,23%), tidak searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (405.300 menjadi 503.946). Pada tahun 2009-2010, CAR mengalami peningkatan (14,23% menjadi 14,95%), tidak searah dengan Kredit yang turun hingga 36.671.

NPL pada tahun 2003-2004, mengalami peningkatan (6,95% menjadi 7,32%), searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (162.971 menjadi 197.105). Pada tahun 2004-2005, NPL mengalami penurunan (7,32% menjadi 11,62%), searah dengan Kredit yang mengatakan peningkatan hingga 240.465. Pada tahun 2005-2006, NPL mengatakan peningkatan (11,62% menjadi 15,52%), searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (240.465 menjadi 262.366). Sedangkan pada tahun 2006-2007, NPL mengatakan penurunan (15,52% menjadi 9,70%), tidak searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (262.366 menjadi 869.841). Pada tahun 2007-2008, NPL mengatakan penurunan (9,70 menjadi 5,29), searah dengan Kredit yang mengalami penurunan hingga 405.300. Pada tahun 2008-2009, NPL mengalami penurunan (5,29 menjadi 4,57%), tidak searah dengan Kredit yang mengalami peningkatan (405.300 menjadi 503.946). Pada tahun 2009-2010, NPL mengalami penurunan (4,57% menjadi 3,10%), searah dengan Kredit yang turun hingga 36.671.
Berdasarkan Tabel 1.4, fenomena gap tampak pada variabel DPK, CAR, dan NPL. Konsistensi hubungan tidak searah antara variabel DPK dan Kredit terjadi pada tahun 2005-2006, sedangkan pada tahun 2003-2004, 2004-2005, 2006-2007, 2007-2008, dan 2008-2009 hubungan DPK dengan Kredit mengatakan arah yang sama. Pada tahun 2007-2008, CAR konsisten searah dengan Kredit, namun pada tahun 2004-2005, 2005-2006, 2007-2008, 2008-2009 dan 2009-2010 hubungan antara CAR dan Kredit mengatakan arah yang berbeda. Pada tahun 2003-2004, 2005-2006, 2007-2008 dan 2009-2010, NPL konsisten searah dengan Kredit, namun pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009, hubungan NPL dan LDR mengatakan arah yang berbeda.
            Melalui penelitiannya Maharani (2011) menemukan bahwa, Dana Pihak Ketiga (DPK) kuat positif dan signifikan terhadap kredit perbankan. Hal serupa juga  ditemukan oleh B.A. Pratama (2010) dan Soedarto (2004). Sementara hasil yang berbeda ditemukan oleh Setyati dimana DPK kuat negative dan signifikan terhadap kredit perbankan.
            Menurut Soedarto (2004), Capital Adequacy Ratio (CAR) kuat positif dan signifikan. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2011). Sedangkan berdasarkan B.A. Pratama (2010), CAR kuat negative dan signifikan terhadap kredit perbankan.
            Masih berdasarkan Soedarto (2004), Non Performing Loan (NPL) kuat positif dan signifikan terhadap kredit perbankan. Namun berdasarkan B.A. Pratama (2010)  dan Maharani (2011), NPL kuat negative dan signifikan terhadap kredit perbankan.
Berdasarkan pada fenomena gap dan keragaman argumentasi (research gap) hasil penelitian yang ada mengenai efek faktor-faktor yang menghipnotis kredit perbankan. Maka dalam hal ini penulis sangat terdorong untuk mengangkat permasalahan mengenai “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Persero Periode  2003-2010)”.





0 Response to "Analisis Dampak Dana Pihak Ketiga (Dpk), Capital Adequacy Ratio ( Car ), Dan Non Performing Loan ( Npl ) Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Persero Di Indonesia Kurun 2003 – 2010) (Ke-29)"