Metodologi Pendidikan Islam

Metodologi Pendidikan Islam

A.    Pendahuluan
Dalam pelakasaan pendidikan Islam sangat dibutuhkan adanya metode yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk menghantarkan tercapainya suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan dan dicita-citakan. Materi yang baik dan benar saja tidak akan tercover dengan baik jikalau tidak diimbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu, kebaikan suatu materi yang akan disampaikan dalam ranah pendidikan harus ditopang dengan adanya metode pendidikan.
Saat ini, akseptor didik seakan jenuh dan frustasi dengan tumpukan kiprah dari beberapa meta pelajaran atau mata kuliah yang dijejalkan oleh forum pendidikan. Perasaan ini tentu saja tidak muncul begitu saja, namun karena ada sederetan faktor lain yang ikut berperan, menyerupai keterpurukan moral. Materi yang ada dianggap paket dari langit sehingga tidak  perlu disentuh dengan tangan kreatif dan inovatif dari para pendidik. Materi dan metode seakan “jimat” yang dekeramatkan sehingga tidak pernah diubah dan dikembangkan.
Metode pembelajaran yang digunakan selama ini lebih banyak memakai model ceramah tanpa sentuhan kreasi dan motivasi yang menciptakan akseptor didik sanggup bangun untuk melompat mencari potensi dan mengembangkannya. Metode pembelajaran yang monoton ini tentu saja menjadikan akseptor didik tertekan dan seakan ingin lari dari kelasnya.[1]



B.      Rumusan Masalah
1.       Bagaimana pengertian dari metodologi pendidikan Islam?
2.       Bagaimana metode pendidikan Islam?
3.       Bagaimana pendekatan dan seni administrasi pendidikan Islam?

C.      Pembahasan
1.       Pengertian dari metodologi pendidikan Islam
Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos”,  kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Metodologi yaitu ilmu-ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran memakai penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Metode yang umum dikenal dalam dunia pendidikan hingga kini yaitu metode ceramah, metode diskusi, metode eksperimen, metode demonstrasi, metode sumbangan tugas, metode sosiodarma, metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab, metode proyek, metode bersyarah, metode simulasi, metode model, metode karya wisata, dan sebagainya.
Semua metode ini sanggup dipergunakan berdasarkan kepentingan masing-masing, sesuai dengan pertimbangan materi yang akan diberikan serta kebaikan dan keburukannya masing-masing. Dengan kata lain, pemilihan dan penggunaan metode tergantung pada nilai efektivitasnya masing-masing. Selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pemikiran Islam, metode tersebut boleh dipergunakan dalam pendidikan Islam.[2]

Dalam literatur ilmu pendidikan, khususnya ilmu pengajaran, sanggup ditemukan banyak metode pengajaran. Adapun metode mendidik, selain dengan cara mengajar, tidak terlalu dibahas oleh para ahli. [3]
Perumusan pengertian metode biasanya disandingkan dengan teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Metode pendidikan islam yaitu mekanisme umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas perkiraan tertentu wacana hakikat islam sebagai suprasistem. Sedangkan teknik pendidikan islam yaitu langkah-langkah positif pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada akseptor didik. Sedangkan Abd al-Aziz mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berfikir, serta cinta kepada ilmu, guru dan sekolah. Makara teknik merupakan pengejawantahan dari metode, sedangkan metode merupakan pembagian terstruktur mengenai dari asumsi-asumsi dasar dari pendekatan materi Islam.
Apabila metode dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, metode mempunyai fungsi ganda, yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis bilamana metode memakai kegunaan yang serbaganda (multipurpose), contohnya suatu metode tertentu pada suatu situasi-kondisi tertentu sanggup digunakan untuk merusak, dan pada kondisi yang lain bisa digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya sanggup bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya, monoprogmatis bilamana metode mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis, dan kebermaknaan berdasarkan kondisi sasarannya, mengingat sasaran metode yaitu manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.[4]
Tujuan diadakan metode yaitu menjadikan proses dan hasil mencar ilmu mengajar pemikiran islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menjadikan kesadaran akseptor didik untuk mengamalkan ketentuan pemikiran islam melalui teknik motivasi yang menjadikan semangat mencar ilmu akseptor didik secara mantap.
2.      Metode pendidikan Islam
Abdurrahman An-Nahlawi (1989:283-284) mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendidikan dengan Hiwar Qurani dan Nabawi.
2.      Pendidikan dengan Kisah Qurani dan Nabawi.
3.      Pendidikan dengan perumpamaan.
4.      Pendidikan dengan teladan.
5.      Pendidikan dengan latihan dan pengamalan.
6.      Pendidikan dengan Ibrah dan Mauizhah.
7.      Pendidikan dengan Targhib dan Tharib.
1.      Pendidikan dengan Hiwar Qurani dan Nabawi
Hiwar (dialog) yaitu percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab atau mengenai suatu topik yang mengarah kepada suatu tujuan. Hiwar Qurani merupakan obrolan yang berlangsung antara allah dan hambaNya. Sedangkan Hiwar Nabawi yaitu obrolan yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabatnya.
2.      Pendidikan dengan Kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam , dongeng mempunyai fungsi edukatif yang tidak sanggup diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Hal ini disebabkan dongeng Qurani dan Nabawi mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai imbas psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman.

3.      Pendidikan dengan Perumpamaan
Pendidikan dengan perumpamaan dilakukan dengan menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kebaikan dan keburikannya telah diketahui secara umum, seoerti menyerupakan orang-orang musyrik yang menjadikan pelindung selain Allah dengan laba-laba yang menciptakan rumahnya. (QS. Al-Ankabut (29):41)
               Tujuan pedagogis yang paling penting yang sanggup ditarik dari perumpamaan yaitu ;
a.       Mendekatkan makna kepada pemahaman;
b.      Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan demgan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut;
c.       Mendidik kecerdikan supaya berfikir benar dan memakai kias (silogisme) yang logis dan sehat;
d.      Menggerakkan perasaan yang menggugah kehendak dan mendorongnya untuk melaksanakan amal yang baik dan menjauhi kemungkaran. (An-Nahlawi, 1989:355-362)
4.      Pendidikan dengan Teladan
Pendidikan dengan teladan sanggup dilakukan oleh pendidik dengan menampilkan sikap yang baik di depan akseptor didik. Penampilan sikap yang baik (akhlak al-karimah) sanggup dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja.
              Keteladanan yang disengaja yaitu keadaan yang sengaja  diadakan oleh pendidik semoga diikuti atau ditiru oleh pesrta didik, menyerupai menunjukkan pola membaca yang baik dan mengerjakan shalat dengan benar. Keteladanan ini disertai klarifikasi atau perintah semoga diikuti. Keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhladan, dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam, kedua macam keteladanan tersebut sama pentingnya. (Ahmad Tafsir,1972:143)

5.      Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan
Salah satu metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mendidik sahabatmya yaitu denmgan latihan, yaitu menunjukkan kesempatan kepada para sobat untuk mempraktikan cara-cara melaksanakan ibadah secara berulang kali. Metode menyerupai ini diharapkan oleh pendidik untuk menunjukkan pemahaman dan membentuk ketrampilan akseptor didik.

6.      Pendidik dengan Ibrah dan Mauizhah
Pendidikan denganIbrah dilakukan oleh pendidik dengan mengajak akseptor didik mengetahui inti sari suatu masalah yang disaksikan, diperhatikan, diinduksi, ditimbang-timbang, diukur, dan diputuskan oleh insan secara nalar, sehingga kesimpulannya sanggup mempengaruhi hati. Misalnya akseptor didik diajak untuk merenungkan dongeng Nabi Yusuf yang dianiaya oleh saudara-saudaranya dan mengambil pelajaran dari dongeng tersebut.
Pendidik dengan mauizhah yaitu sumbangan nasehat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh qalbu dan menggugah untuk mengamalkannya (An-Nahlawi, 1989:403). Mauizhah sanggup berbentuk nasehat dan tazkir (pengingatan)

7.      Pendidik dengan Targhib dan Tarhib
Targhib yaitu akad yang disertai dengan bujukan dan menciptakan bahagia terhadap suatu maslahat, kenikmatan atau kesenangan alam abadi yang niscaya dan baik serta higienis dari segala kotoran. Sedangkan tarhib yaitu bahaya dengan siksaan sebagai akhir melaksanakan dosa atau kesalahan yang dihentikan oleh Allah atau karena lengah dari menjalankan kewajiban yang diperintahksn Allah (an-Nahlawi, 1989: 412)
Mendidik dengan targhib yaitu memberikan hal-hal yang menyenangkan kepada akseptor didik semoga ia mau melaksanakan sesuatu dengan baik. Mendidik dengan tarhib yaitu memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan semoga akseptor didik melaksanakan sesuatu atau tidak melakukannya.[5]
3.      Pendekatan dan seni administrasi pendidikan Islam
Perwujudan seni administrasi pendidikan Islam sanggup dikonfigurasikan dalam bentuk metode pendidikan yang lebih luasnya meliputi pendekatan (approach). Untuk pendekatan pendidikan Islam, sanggup berpijak pada firman Allah (QS. Al-Baqarah (2):151)  sebagai berikut:

!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ  

  
 “sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kau yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kau dan mensucikan kau dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kau apa yang belum kau ketahui”.

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#  

 “dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,  merekalah orang-orang yang beruntung”.
Dari kedua firman Allah tersebut, Jalaluddin Rahmat (1997:117-119) dan Zaenal Abidin Ahmad (1979: 138-140) merumuskan pendekatan pendidikan Islam dalam enam kategori, yaitu sebagai berikut.
1.      Pendekatan Tilawah (Pengajaran)
Pendekatan tilawah ini meliputi membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat-Nya, mempunyai keyakinan bahwa Rabb Al-Alamin, serta memandang bahwa segala yang ada tidak diciptakan-Nya secara sia-sia belaka.                                                                           
2.      Pendekatan Tazkiyah (Penyucian)
Pendekatan ini meliputi menyucikan diri dengan upaya amar maruf dan nahi munkar  (tindakan proaktif dan tindakan reaktif). Pendekatan ini bertujuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungannya, menyebarkan dan memelihara budpekerti yang baik, menolak dan menjauhi budpekerti yang tercela, berperan serta dalam memelihara kesucian lingkungannya.
3.      Pendekatan Talim Al-Kitab
Mengajarkan kitab (Alquran) dengan menjelaskan aturan halal dan haram. Pendekatan ini bertujuan untuk membaca, memahami, dan merenungkan Alquran dan As-Sunnah sebagai keterangannya.Indikatornya yaitu pembelajaran membaca Al-Quran, diskusi wacana Al-Qur,an di bawah bimbingan para ahli, memonitor pengkajian Islam.
4.      Pendekatan Talim Al-Hikmah
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan Talim Al-Kitab, hanya saja bobot dan proporsi serta frekuensinya diperluas dan diperbesar. Indikator utama pendekatan ini yaitu mengadakan perenungan (reflective thinking), reinovasi, dan interpretasi terhadap pendekatan Talim Al-Kitab. Pendekatan Talim Al-Hikmah sanggup berupa studi banding antar forum pendidikan, antar forum pengkajian, antar forum penelitian, dan sebagainya sehingga terbentuk suatu consensus umum yang sanggup dipedomani oleh masyarakat Islam secara universal.
5.      Yuallim-kum maa lam Takuunu Talamuun
Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang benar-benar absurd dan belum diketahui, sehingga pendekatan ini membawa akseptor didik pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Pendekatan ini mungkin hanya sanggup dinikmati oleh para nabi dan rasul saja, menyerupai adanya mukjizat, sedangkan insan biasa hanya bisa menikmati sebagian kecil. Indikator pendekatan ini yaitu penemuan teknologi canggih apat mempermudah dan membantu kehidupan insan sehari-hari.
6.      Pendekatan Ishlah (Perbaikan)
Pelepasan beban dan belenggu-belenggu yang bertujuan mempunyai kepekaan terhadap penderitaan orang lain, sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan yang lemah, mempunyai komitmen memihak bagi kaum yang tertindas, dan berupaya menjembatani perbedaan paham.[6]
         Selain keterangan di atas, ada beberapa pendekatan yang sanggup di gunakan dalam pendidikan islam berdasarkan Prof. DR. H. Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, yaitu:[7]
a)      Pendekatan pengalaman
                 Pendekatan pengalaman yaitu sumbangan pengalaman  keagamaan kepada akseptor didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok.
                Syaiful bahri Djamrah dkk, menyatakan bahwa pengalaman yang dilalui  seseorang yaitu guru yang terbaik. Pengalaman merupakan guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa pun juga, mencar ilmu dari pengalaman yaitu lebih dari sekedar bicara dan tidak pernah berbuat sama sekali.
                 Meskipun pengalaman diharapkan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman  sanggup bersifat mendidik, karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik. Suatu pengalaman dikatakan  tidak mendidik jikalau pendidik tidak membawa  akseptor didik ke arah  tujuan pendidikan  akan tetapi ia menyelewengkan akseptor didik dari tujuan itu,  misalnya  mengajar anak menjadi pencuri. Karena itu ciri-ciri  pengalaman yang  educatif  adalah berpusat pada suatu tujuan yang  yang berarti bagi anak, kontinyu dengan kehidupan anak,  interaktif dengan lingkungan, dan juga sesamanya. Pepatah Arab menyampaikan : “  Ilmu tanpa diiringi dengan amal (pengalaman) bagaikan pohon tanpa buah”.
                 Betapa tingginya nilai suatu pengalaman, maka disadari akan pentingnya pengalaman bagi perkembangan jiwa akseptor didik sehingga  dijadikanlah pengalaman itu sebagai suatu pendekatan. Maka jadilah “pendekatan pengalaman”  sebagai fase yang gres dan diakui  pemakaiannya dalam pemdidikan. Belajar dari pengalaman lebih baik dibandingkan dengan sekedar bicara, tidak pernah berbuat sama sekali. Pengalaman yang dimaksud disini adalah  pengalaman yang sifatnya mendidik, dikatakan demikian, karena ada pengalaman yang bersifat tidak mendidik menyerupai mengajari anak KKN.
b)      Pendekatan pembiasaan
               pembiasaan  yaitu suatu tingkah laku  tertentu yang sifatnya otomatis tanpa di rencanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa di pikirkan lagi.  Dengan penyesuaian pendidikan menunjukkan kesempatan kepada akseptor didik terbiasa mengamalkan pemikiran agamanya, baik secara  individual maupun secara berkelompok  dalam kehidupan sehari-hari.
              Berawal kepada penyesuaian itulah akseptor didik membiasakan dirinya menuruti dan patuh kepada aturan-aturan yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat.
c)      Pendekatan emosional
               Pendekatan emosional ialah perjuangan untuk menggugah perasaan dan emosi akseptor didik dalam meyakini pemikiran islam serta sanggup mencicipi mana yang baik dan mana yang buruk.
               Emosi yaitu tanda-tanda kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi tersebut berafiliasi dengan duduk masalah perasaan. seseorang  yang mempunyai perasaan niscaya sanggup mencicipi sesuatu, baik perasaan  jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Di alam perasaan rohaniah tercakup perasaan intelektual, perasaan estetis dan perasaan etis, perasaan sosial dan perasaan harga diri.
d)     Pendekatan rasional
                  Pendekatan rasional yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan mendapatkan kebesaran dan kekuasaan Allah.
                 Manusia yaitu makhluk ciptaan maha pencipta yaitu Allah SWT, yang diciptakannya  dengan tepat dan berbeda dengan ciptaannya yang lain.
                Perbedaan insan dengan makhluk lain terletak, pada akal,  insan mempunyai kecerdikan sedangkan makhluk yang lainnya hewan dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Dalam al-quran Allah menyuruh insan untuk memakai akalnya, diantaranya firman Allah SWT:
Artinya:
bqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ    
               “ pikirkanlah hai orang-orang yang mempunyai kecerdasan kecerdikan (berakal)” (Q.S.al-baqarah: 197)
               Dengan kekuatan akalnya insan sanggup membedakan mana perbuatan baik dan mana perbuatan  yang jelek serta  dengan kecerdikan pula insan sanggup mengambarkan dan membenarkan adanya Allah SWT maha pencipta diatas segala sesuatu di dunia ini.
e)      Pendekatan fungsional
               Pengertian fungsional yaitu perjuangan menunjukkan materi agama menekankan  kepada segi kemanfaatan bagi akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari  sesuai dengan tingkat perkembangannya.
                 Ilmu agama yang dipelajari oleh akseptor didik di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi  diharapkan berkhasiat bagi kehidupan akseptor didik, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial. Dengan agama akseptor didik sanggup meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian dengan pendekatan fungsional berarti akseptor didik sanggup memanfaatkan pemikiran dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
خير الناس انفعهم للناس
             “sebaik-baik insan yaitu orang yang memberi manfaat (nilai guna) bagi manusia.” ( al-Hadits)
f)       Pendekatan keteladanan
                 Pendekatan keteladanan yaitu menunjukkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan  yang dekat antara personal sekolah, sikap pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang  mencerminkan  budpekerti terpuji, maupun yang tidak eksklusif melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
                Keteladanan pendidik terhadap akseptor didik merupakan kunci keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual  dan sosial anak. Hal ini karena pendidik yaitu figur terbaik  dalam pandangan anak yang akan di jadikannya sebagai teladan dalam  mengidentifikasikan diri dalam segala aspek kehidupannya  atau figur pendidik  tersebut terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.
g)      Pendekatan terpadu
           Pendekatan terpadu yaitu pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak  beberapa pendekatan. Pendekatan terpadu dalam pendidikan agama Islam meliputi : pendekatan (a) keimanan menunjukkan peluang kepada akseptor didik  untuk menyebarkan pemahaman adanya dewa sebagai  sumber kehidupan makhluk sejagat ini; (b) pengalaman, menunjukkan kesempatan kepada akseptor didik  untuk mempraktekkan dan mencicipi hasil-hasil pengalaman ibadah  dan budpekerti dalam kehidupan; (c)  pembiasaan,  menunjukkan kesempatan kepada akseptor didik  untuk membiasakan sikap dan sikap baik  yang sesuai dengan  pemikiran islam dan budaya bangsa  dalam menghadapi duduk masalah kehidupan; (d) rasional, perjuangan menunjukkan peranan kepada rasio (akal) akseptor didik dalam memahami  dan membedakan berbagai  materi ajar  materi pokok serta  kaitannya dengan perilaku  yang baik dengan perilaku  yang jelek dalam kehidupan duniawi; (e)  emosional, upaya menggugah perasaan (emosi)  akseptor didik dalam menghayati  sikap yang sesuai dengan  pemikiran agama dan budaya bangsa ; (f)  fungsional, menyajikan bentuk semua materi pokok (al-Quran, Aqidah, Syariah, Akhlak, dan  Tarikh), dan segi keuntungannya bagi  akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari  dalam arti luas; dan (g) keteladanan, yaitu menjadikan figur guru  agama dan tenaga pendidikan  lainnya maupun orang bau tanah akseptor didik, sebagai model yang akan di teladani oleh akseptor didik dalam segala aspek kehidupan.

KESIMPULAN
Dari materi pembahasan di atas sanggup disimpulkan bahwa perbedaan antara pendekatan, metode, seni administrasi atau teknik pendidikan dan pembelajaran, namun semuanya mengacu pada upaya mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan tujuan pendidikan yang diterapkan. Perbedaan pendidik, akseptor didik, waktu, dan daerah juga menjadi pertimbangan dalam menentukan pendekatan, metode, dan teknik untuk mewujudkan efektivitan dan efisiensi pembelajaran. Di sisi lain, keberhasilan pendidik juga ditentukan oleh konsisten, kontinuitas, kesabaran, totalitas (jiwa raga), dan komunikasi yang baik antara pendidik dan akseptor didik.
Demikianlah makalah yang sanggup kami susun. Apabila terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak, kami minta maaf. Demi tersempurnanya makalah ini, tidak lepas dari kritik dan saran pembaca. Terima kasih atas perhatiannya.


DAFTAR PUSTAKA

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kencana media. 2006.
Ramayulis, H. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam mulia.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.





[1] Moh. Roqib. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:LKiS Group. 2011. Hal 89
[2] Bukhari Umar. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. Hal. 180
[3] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 131
[4] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006. Hal 167
[5] Op. Cit. Bukhari Umar. Hal. 189-192
[6] Ibid. Hal.182-185
[7] H. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam mulia. Hal. 169-175

BACA JUGA : Makalah Metodologi Pendidikan Islam ( METODOLOGI STUDI ISLAM METODOLOGI DAN PENGEMBANGAN ILMU-ILMU KEISLAMAN )


0 Response to "Metodologi Pendidikan Islam"