Dampak Teknologi Gosip Di Perpustakaan Terhadap Sikap Pemustaka



DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN
TERHADAP PERILAKU PEMUSTAKA



Oleh
Laurentius Denni Ismawan
(staff Perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta)




Abstract
Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi ketika ini telah memperlihatkan banyak kemudahan bagi pengguna perpustakaan untuk mengakses informasi yang dibutuhkannya.Perubahan layanan menjadi tantangan bagi perpustakaan supaya perpustakaan tetap sanggup menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasi dalam membantu pemustaka untuk menelusuri informasi yang diinginkannya .Demikian pula pustakawan sebagai bintang film utama dalam perpustakaan seharusnya sanggup meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan teknologi informasi. Adanya dukungan  teknologi informasi diharapkan akan membuat layanan informasi kepada pengguna perpustakaan (pemustaka) yang semakin berkualitadan pada risikonya membentuk tabiat pemustaka yang semakin kritis.

Kata kunci  : teknologi informasi, pemustaka.


PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang

 Perkembangan teknologi informasi ketika ini telah memperlihatkan banyak kemudahan bagi pengguna perpustakaan (pemustaka) untuk mengakses informasi yang dibutuhkannya, terutama dengan adanya situs search engine di internet. Seolah-olah tidak ada lagi batasan geografis, informasi dari banyak sekali pecahan dunia bisa didapatkan dengan mudah, begitu juga dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi  dan komunikasi yang pesat remaja ini, perpustakaan sebagai jantung pendidikan dituntut untuk menyediakan sumber informasi tidak hanya dalam bentuk tercetak namun terlebih dalam bentuk digital (Lutviah,2011:1), menyebut bahwa ketika ini Bangsa Indonesia memasuki “media satured era” dimana media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dari sisi teknologi media maupun konten medianya itu sendiri. Dunia maya memperlihatkan kemudahan kepada masyarakat pengguna informasi untuk mendapatkan informasi yang dikehendaki secara cepat, dan gampang sehingga ledakan informasi tidak mungkin untuk dihindari. Mesin pencari “search engine” sebagai pola Google secara luar biasa bisa memenuhi kebutuhan tersebut secara cepat dan mudah.
Lalu bagaimanakah dengan keberadaan perpustakaan? Perpustakaan yang merupakan sebuah ruangan yang berisi koleksi-koleksi baik cetak maupun non cetak (digital) yang disusun dengan sistematika tertentu juga menyediakan informasi yang melimpah yang tak kalah dengan internet. Sehingga di zaman kini perpustakaan pun telah mengadaptasi teknologi informassi untuk menunjang operasional perpustakaan sehingga lebih dinamis , sesuai perkembangan zaman yang menuntut perkembangan informasi dan perluasannya yang sangat cepat. Pergeseran fungsi perpustakaan juga tampak positif dalam realisasinya, yang dahulu hanya sebagai penyimpan dokumen maupun informasi, namun kini telah berubah sebagai penyedia dan penyalur informasi yang terus berkembang pesat.
Dalam goresan pena ini, penulis memaparkan bahwa kiprah penting pustakawan dalam menghadapi periode digital ini mempunyai tantangan yang luar biasa untuk meningkatkan kemampuannya  dalam penguasaan teknologi informasi. Setidaknya penguasaan teknologi informasi ini akan membantu perpustakaan dalam melayani pemustaka .

B.        Permasalahan

Bagaimana kemampuan seorang pustakawan sebagai bintang film utama dalam perpustakaan dalam mengadaptasi perkembangan teknologi informasi dalam perpustakaan dalam kaitannnya melayani sikap pemustaka?

C. Tujuan

Di dalam goresan pena ini, penulis memaparkan sejauh mana kiprah seorang pustakawan dalam melayani seorang pemustaka bisa dikatakan “puas” dalam melayani dan faktor-faktor apa saja yang menghambat dari segi pelayanan tersebut.
  


PEMBAHASAN

A.       Landasan Teori

Diskusi perihal teknologi informasi, termasuk teknologi informasi dalam pelayanan pengguna perpustakaan (pemustaka) di perpustakan, seringkali hanya menyangkut kebendaan teknologi contohnya : hadwaresoftware dan lain-lain. Saya rasa ada kesalahan besar dalam cara kita memandang teknologi informasi dalam pengembangan pelayanan terhadap pemustaka di perpustakaan, jikalau cuma itu  yang kita diskusikan. Menurut (Ma’in,2008) teknologi informasi sanggup diartikan sebagai teknologi yang dipakai untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah serta mengembangkan informasi tersebut. Teknologi Informasi (Information Technology) merupakan mata rantai dari perkembangan sistem informasi. Kalau dilihat dari susunan kata, yakni kata teknologi dan informasi, maka teknologi informasi sanggup diartikan sebagai hasil rekayasa insan terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima.
Tidak sanggup dipungkiri bahwa perkembangan teknologi  informasi  begitu melesat sehingga  setiap jengkal kehidupan insan tidak lepas dari  pengaruh  teknologi. Salah satu penanda  bahwa  teknologi Informasi   begitu maju ialah ketika kita  melihat kehidupan kampus  yang sudah marak dengan  komputer jinjing atau laptop/notebook  yang dibawa oleh para mahasiswa. Hal ini masih ditambah oleh adanya banyak sekali kemudahan yang ditawarkan oleh pihak penyelenggara kampus atau perguruan tinggi tinggi menyerupai jaringan  internet dan “wireless fidelity” atau Wifi yang sudah begitu marak di setiap ruang-ruang  kampus menyerupai perpustakaan, ruang baca atau ruang kuliah.
Pada ketika ini cenderung kita lihat pergerakan perubahan sikap atau sikap pemustaka lebih menentukan sesuatu yang instan yaitu memakai search engine di internet untuk mencari sumber informasi. Berdasarkan statistik Badan Pusat Statistik (BPS) th 2013 dari sisi pemanfaatan, ternyata e-mail (mengirim dan menerima) menduduki posisi teratas (95,75 persen), untuk mencari berita/informasi (78,49 persen), mencari barang/jasa (77,81 persen), informasi lembaga pemerintahan tender sebesar (65,07 persen), kelima untuk social media (61,23 persen). Mesin pencari “search engine” sebagai pola Google sebagai pencari situs hanya mengindeks sekitar 18% dari halaman web yang ada selain itu juga semua orang sanggup mempublikasikan halaman web sebagai pola wordpress,blog, dll, namun belum tentu isinya benar.
Coba kita bandingkan dengan sumber informasi yang ada di perpustakaan sebagai pola :
-    Sumber informasi (koleksi cetak maupun non cetak )yang ada di perpustakaan semuanya telah dipilih oleh pustakawan yang professional.
-    Perpustakaan menyediakan alat temu kembali yang sanggup memudahkan pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkannya.
-    Adanya pustakawan yang siap membantu dalam menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka tersebut.
Adanya banjir informasi ini tentu tidak lepas dari efek globalisasi sehingga menjadikan informasi  dari pecahan dunia  lain dalam hitungan detik sanggup diakses oleh pecahan dunia yang lain pula. Dengan kondisi demikian perpustakaan sebagai sentra informasi seharusnya sanggup memanfaatkan peluang banjir informasi ini untuk lebih mengintensifkan peranannya sebagai penyedia informasi bagi pemustaka.

B.        Analisis

Menurut Mangkunegara dalam (Pergola Irianti ,2005), bersama-sama pelayanan pustakawan  identik dengan pribadi penjual jasa. Berdasarkan falsafah penjual yang dikemukakan Mangkunegara tersebut, yaitu bagaimana menjual sanggup memberi kepuasan bagi kedua belah pihak, baik pihak pembeli maupun bagi pihak penjual. Demikian halnya dengan pelayanan pustakawan , diharapkan upaya layanan yang sanggup menimbulkan rasa puas bagi pengguna maupun bagi dirinya sendiri. Selain perhatian terhadap pengguna perlu pula dipikirkan bagaimana membuat hubungan baik dan berkelanjutan, dengan demikian pustakawan akan memperoleh minimal dua laba yaitu perpustakaan menjadi populer dan gambaran sebagai pustakawan profesional lebih terangkat.
Saat ini yang diperhatikan dari perpustakaan tidak hanya dari sisi pustakawan saja melainkan dari sisi penggunaan perangkat teknologi informasi yang niscaya akan besar lengan berkuasa terhadap sikap pemustaka dalam perpustakaan, salah satu yang sanggup diperhatikan  dalam pengukuran sikap tersebut secara umum, pengukuran perubahan sikap pemustaka sanggup dibedakan menjadi 2 metode yaitu :
1.      Metode pelaporan diri (self report method)
Pada metode ini, individu (pemustaka) diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang pustakawan. Bentuknya bisa berupa skala sikap (attitude scale) ataupun survei pendapat (opinion polls).
2.      Pengukuran tingkah laku
Pada metode ini untuk mengukur sikap pemustaka ialah dengan motode observasi yaitu dengan melihat secara pribadi tingkah laris yang dilakukan pemustaka dalam menghadapi suatu objek. Sebagai contoh, sikap pemustaka terhadap kemudahan internet (ruang audio visual yang ada di Perpustakaan UAJY) dengan cara mengobservasi apakah setiap mencari sumber informasi diperpustakaan pemustaka tiba ke perpustakaan untuk memakai kemudahan internet tersebut secara sempurna dan cepat sesuai dengan acuan sumber informasi.

B.1. Pergeseran Pelayanan  di Perpustakaan

Menurut (Stuart,2002), ketika ini pergeseran layanan informasi pada perpustakaan yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan menyerupai perpustakaan sanggup dilihat dalam skema sebagai berikut :




  1. Resources / sumber daya
Ada perubahan dan pergeseran dalam pemanfaatan sumber daya. Apabila pada awalnya sumber daya hanya dimiliki dan dimanfaatkan sendiri dan media yang dipakai sangat terbatas, maka pada ketika ini sumber daya harus dipikirkan untuk sanggup di-sharing dalam wadah yang lebih luas dan berorientasi pada pemanfaatan multiple media atau banyak sekali ragam media. Hal ini penting alasannya ada keterbatasan pada tiap-tiap organisasi/institusi perpustakaan dalam menyediakan sumber dayanya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaan harus sanggup meningkatkan kerjasama baik melalui forum-forum kerjasama maupun hubungan secara langsung. Hal lain tentunya perpustakaan harus sanggup memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan perpustakaan untuk melakukan sharing informasi melalui apa yang disebut sebagai virtual library.
b.   Services / Layanan
Cara pelayanan dalam bidang informasi atau perpustakaan ini juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pelayanan tidak lagi hanya hanya berorientasi pada pelayanan di dalam saja (internal) tetapi harus mempunyai pandangan yang lebih universal bagi kanal informasi, kolaborasi, dan sharing sumberdaya dan layanan. Konsep cara pelayanannya pun sudah harus lebih bervariasi menyerupai halnya supermarket, bahkan mungkin hypermarket. Perpustakaan dan sentra informasi diharuskan sanggup memperlihatkan banyak sekali pelayanan yang dibutuhkan oleh pengguna yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Seperti layaknya supermarket, maka perpustakaan atau sentra informasi yang sanggup memperlihatkan pelayanan lebih bervariasi, murah dan cepat akan memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.
c. Users / Pengguna
Perlakuan terhadap pengguna dan sikap tenaga perpustakaan/pusat informasi juga hendaknya mengalami perubahan. Sudah saatnya staf perpustakaan tidak hanya sebagai “penjaga buku” atau koleksi dan menunggu datangnya pengguna tanpa melaksanakan perjuangan apapun untuk mendatangkan pengguna. Sudah saatnya perpustakaan melaksanakan promosi dan memperlihatkan gambaran-gambaran kepada pengguna mengenai bagaimana perpustakaan sanggup menjawab kebutuhan informasi mereka. Pengguna juga perlu diberdayagunakan, dididik dan dimanfaatkan untuk perkembangan perpustakaan. Perpustakaan perlu lebih terbuka terhadap kemauan dan cita-cita pengguna serta sanggup memperlihatkan pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.

B.2. Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan

Menjadi seorang pustakawan yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita sebagai pustakawan dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh alasannya itu kita (pustakawan) semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk sanggup berhasil atau sukses dalam bekerja.
Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.

Membangun Diri Sendiri

Ada beberapa hal yang perlu ditanamkan diri sebagai seorang pustakawan dalam membangun dirinya sendiri, antara lain :
1.    Bangga menjadi seorang pustakawan.
2.    Berkomitmen pada karier atau pekerjaan yang dijalani.
3.    Mampu berkerjasama dengan temen sekerja maupun dengan orang lain.
4.    Tetap semangat dan optimis untuk melayani kepada pengguna/pemustaka
5.    Sabar, ramah dan elegan kepada pengguna/pemustaka
Beberapa hal diatas perlu disadari bahwa  seorang pustakawan tidak sanggup bekerja sendiri ,kita ini sebagai  tim kerja (team work)  mengingat ada beberapa sisi yang selama ini masuk kategori “negatif” seorang pustakawan. Padahal sisi belum tentu negative kadang yang terlihat mempunyai sisi kemampuan “lebih” yang harus terus dikembangkan oleh seorang pustakawan.

  1. Konsep Pengembangan Teknologi Informasi di Perpustakaan

1. Konsep Perpustakaan “Hybrid”


Sebetulnya ketika orang berbicara mengenai penerapan teknologi dalam perpustakaan atau khususnya layanan perpustakaan orang akan berbicara juga mengenai transformasi perpustakaan tradisional menuju perpustakaan digital, perpustakaan elektronik, atau perpustakaan virtual. Namun menurut pengamatan penulis dari sekian banyak konsep yang berkembang tersebut sebetulnya ketika ini konsep yang berkembang cukup pas dan mungkin dalam beberapa dasawarsa ke depan masih relevan ialah apa yang dinamakan dengan Perpustakaan Hybrid.
Pengertian perpustakaan Hybrid ini sendiri ialah menyerupai yang dikemukakan oleh Angelina Hutton dalam the Hybrid Library.
“ A hybrid library is a library where ‘new’ electronic information resources and ‘traditional’ hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via the Internet or local, computer networks”
Atau menyerupai yang disampaikan Sephen Pinfiel:

“ A hybrid library is not just traditional library (only) containing paper-based resources) or just a virtual library (only containing electronic resources), but somewhere between the two. It is a library which brings together a range of different information sources, printed and electronic, local and remote, in a seamless way”
(http://www.ariadne.ac.uk/issue18/main/ diakses tanggal 6 maret 2014)

Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi tinggi ketika ini secara tidak sadar dan pribadi telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini. Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep perpustakaan hybrid ini tidak bisa dipisahkan. Artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan pengembangan resources “digital/elektronik”. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa perpustakaan harus sanggup memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang sanggup diakses secara elektronik/digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi.
Jadi dalam perpustakaan hybrid ini, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga sanggup memanfaatkan koleksi yang sanggup diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi tinggi ke depan harus sanggup menerapkan konsep perpustakaan hybrid ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti ekspresi dominan belaka. Hal lain ialah perubahan paradigma informasi menyerupai yang disampaikan Stuert, akan sanggup dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang dinamakan perpustakaan hybrid ini.

2.                                 Konsep Perpustakaan “Mobile”

Saat ini, keberadaan teknologi informasi telah mengubah sikap pemustaka dalam mencari dan menentukan informasi yang dibutuhkan. Pemustaka membutuhkan kecepatan dan ketepatan kanal informasi di mana dan kapan saja melalui perangkat teknologi informasi yang merka miliki. Perpustakaan ditantang untuk bisa menyediakan informasi yang sanggup diakses pemustaka yang salah satunya melalui ponsel/handphone. Menurut (Murphy,2010), smart-phone,ponsel dan teknologi mobile laninnya menjadi sesuatu yang umum dan pertama-tama dipakai orang ketika mencari informasi.
Perpustakaan perlu mengantisipasi kondisi yang demikian antara lain dengan menyediakan layanan mobile web sehingga pengguna sanggup mengakses informasi melalui ponsel. Menurut (Kroski,2008), fasiltias layanan yang sanggup diberikan perpustakaan melalui mobile web antara lain ialah situs perpustakaan mobile dan mobile OPACs (MOPACs), koleksi mobile, petunjuk perpustakaan mobile, pangkalan data mobile, mobile audio tours, layanan penyampaian pesan, layanan acuan mobile, dan sirkulasi perpustakaan mobile.

KESIMPULAN


Dengan perkembangan teknologi informasi ketika ini semakin memudahkan para pemustaka untuk mendapatkan informasi, memudahkan perpustakaan dalam menunjang operasional perpustakaan. Para pemustaka sanggup mengakses informasi dari perpustakaan kapan saja dan di mana saja, sehingga informasi sanggup tersampaikan tanpa henti. Salah satu tantangan bagi perpustakaan ialah memflter banyaknya informasi yang beredar, yang harus tersampaikan secara sempurna kepada pemustakanya sehingga nilai efisien dan efektif sanggup tercapai.
Perpustakaan perguruan tinggi tinggi ke depan pada pada dasarnya harus sanggup menjawab tantangan perubahan paradigma informasi. Perpustakaan harus sanggup memperlihatkan ruang kanal yang lebih baik kepada sumber dayanya, penggunanya, dan layanannya. Perpustakaan juga perlu kembali mencermati kendala-kendala yang ada sehingga ke depan sanggup mengatasi banyak sekali hambatan dengan baik. Sudah saatnya bagi perpustakaan untuk memfokuskan diri pada mutu pelayanan dengan melibatkan pustakawan secara lebih aktif
Jadi akan lebih baik kiprah pustakawan sanggup benar-benar dibutuhkan sebagai pembendung dan penyaring informasi yang terkait, tentu dalam hal ini pustkawan periode modern dituntut benar-benar menguasai medan, baik secara skill kreatif, individual, dan organisasi antar pustakawan.









DAFTAR PUSTAKA

Hutton, Angelina, 2001. The Hybrid Library http://hylife.unn.ac.uk./toolkit/The hybrid library.html. diunduh tanggal 6 maret 2014
Irianti, Pergola, Memahami Perilaku Pengguna, http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/pusta/pirianti3.pdf diunduh tgl 6 maret 2014
Kroski, E.2008. Library mobile initiatives.Libr. Tech. Report, July :33-38
Lutviah. 2011. Pengukuran Tingkat Literasi Media Berbasis Individual Competence Framework : Studi Kasus Mahasiswa Universitas Paramadina
Ma’in, Abdul M,.2008”Teknologi Informasi dalam Sistem Jaringan Perpustakaan Perguruan Tinggi”,IAIN Sunan Ampel Surabaya

Murphy,J.2010”Using mobile device for research smartphones, databases and libraries, Online” J. May/Jun:14-18

Nursalam, Toha (1996)”Psikologi Perpustakaan”: Universitas Terbuka, Jakarta

Pinfiel, Stephen,(..). The Hybrid Library http://www.ariadne.ac.uk/issue18/maindiunduh tgl 6 maret 2014
Stuart, Robert D. and Barbara B. Moran. 2002. Library and Information Center Management. 6th edition. Greenwood Village, Colorado: Libraries Unlimited.

Surachman, Arif  (…)Perpustakaan Perguruan Tinggi menghadpi Perubahan Paradigma Informasi, http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/permasdep.doc diunduh tgl 11 maret 2014

Syaikhu HS, akhmad,2010 . Perpustakaan mobile (M-Libraries) , Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol.19, Nomor 2,2010, http:// http://www.academia.edu/1045475/Perpustakaan_mobile_M-Libraries  diunduh tgl 8 11 maret 2014

….., “Ini profil pengguna internet Indonesia ketika ini”




0 Response to "Dampak Teknologi Gosip Di Perpustakaan Terhadap Sikap Pemustaka"