Analisis Imbas Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Adonan (Ihsg) Di Bursa Imbas Indonesia Kurun 1997-2011 (Ke-61)



Pasar modal mempunyai peranan yang  penting terhadap perekonomian suatu negara lantaran pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dalam fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan akomodasi untuk mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang mempunyai kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (pihak yang menerbitkan imbas atau emiten). Dengan adanya pasar modal, pihak yang mempunyai kelebihan dana sanggup menginvestasikan dana tersebut dengan impian memperoleh keuntungan  (return), sedangkan perusahaan (issuer) sanggup memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa menunggu tersedianya dana operasional perusahaan. Dalam fungsi keuangan, pasar modal memperlihatkan kemungkinan dan kesempatan memperoleh laba (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Pasar modal diperlukan bisa meningkatkan acara perekonomian, lantaran pasar modal merupakan alternatif  pendanaan jangka panjang bagi perusahaan, sehingga perusahaan sanggup beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan perekonomian nasional, terbukti telah banyak industri dan perusahaan yang memakai institusi ini sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara faktual pasar modal telah menjadi sentra saraf finansial (financial nerve centre) pada dunia ekonomi modern sampaumur ini, bahkan perekonomian modern tidak akan mungkin sanggup eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh dan berdaya saing global serta terorganisir dengan baik. Selain itu, pasar modal juga dijadikan salah satu indikator bagi perkembangan perekonomian suatu negara (Ishomuddin, 2010).

Salah satu indikator utama yang mencerminkan kinerja pasar modal apakah sedang mengalami peningkatan (bullish) ataukah sedang mengalami penurunan (bearish) yaitu indeks harga saham adonan (IHSG). Karena indeks harga saham adonan (IHSG) ini mencatat pergerakan harga saham dari semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sehingga pergerakan indeks harga saham adonan (IHSG) menjadi perhatian bagi semua investor di Bursa Efek Indonesia, alasannya yaitu pergerakan indeks harga saham adonan (IHSG) ini akan mempengaruhi perilaku para investor apakah akan membeli, menahan ataukah menjual sahamnya.Selain itu kenaikan dan penurunan indeks harga saham adonan (IHSG) bursa merupakan sebuah ukuran atas persepsi pasar di luar kenaikan dan penurunan nilai tukar valuta ajaib terhadap rupiah (Manurung, 2004).
Di pasar modal sebuah indeks mempunyai beberapa fungsi antara lain: indikator tren pasar, indikator tingkat laba dan tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio atau reksa dana (Fakhruddin, 2008). Indikator pasar modal ini sanggup berfluktuasi seiring dengan perubahan asumsi-asumsi makroekonomi yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator makroekonomi juga bersifat fluktuatif (Ishomuddin, 2010).
Indeks IHSG mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 1997-2011. Kondisi ekonomi dalam negeri maupun kondisi ekonomi secara global memperlihatkan warna tersendiri bagi fluktuasi pergerakan IHSG. Fluktuasi IHSG sebagian besar diakibatkan oleh kejadian-kejadian di luar faktor mendasar perusahaan, ibarat keadaan makroekonomi yaitu  Produk Domestik Bruto (PDB), laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang/ kurs (Thobarry, 2009).
Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum serta kondisi ekonomi global dan pasar modal dunia. Pengaruh makroekonomi tidak  mempengaruhi kinerja perusahaan secara seketika melainkan secara perlahan dan dalam jangka waktu yang panjang. Sebaliknya harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makroekonomi tersebut lantaran para investor lebih cepat bereaksi. Ketika perubahan makroekonomi itu terjadi, para investor akan memperhitungkan dampaknya baik yang positif maupun yang negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, lalu mengambil keputusan membeli, menjual atau menahan saham yang bersangkutan (Samsul, 2006). Oleh lantaran itu harga saham lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan variabel makroekonomi daripada kinerja perusahaan yang bersangkutan.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka akan berdampak positif terhadap harga saham suatu perusahaan. Pada tahun 2011 pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 2.313,8 trilyun di tahun 2010 ke 2.463,2 trilyun rupiah di tahun 2011 dan diikuti dengan penguatan  IHSG dari  level 3.821,99 bps di tahun 2010 ke level 3.703, 51 bps di tahun 2011.
Depresiasi rupiah sanggup terjadi apabila faktor mendasar perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Sunariyah, 2006). Hal ini sanggup di lihat pada tahun 2001 di mana kurs rupiah terhadap dollar Amerika mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 8.534 Rp/US$ di tahun 2000 ke level 10.261 Rp/US$ di tahun 2001 dan depresiasi rupiah ini disertai dengan  menurunnya IHSG dari level 416,32 bps di tahun 2000 ke level 392,04 bps di tahun 2001.
Kinerja bursa imbas ikut mengalami penurunan jikalau inflasi meningkat (Tandelilin, 2001). Hal tersebut sanggup terlihat pada tahun 1998 dimana tingkat inflasi mencapai 77,63% jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berkisar  11,05 % dan peningkatan inflasi ini disertai penurunan IHSG sebesar 3,67 bps. Hal ini juga terjadi pada tahun 2001 dan tahun 2008 di mana terjadi peningkatan inflasi yang disertai penurunan IHSG.
Tingginya tingkat suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal, lantaran total return yang diterima lebih kecil dibanding dengan pendapatan dari bunga deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga  saham di pasar modal mengalami penurunan yang drastis (Jogiyanto, 2010). Hal ini terbukti pada tahun 2000 dimana BI Rate mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 12.51 % di tahun 1999 ke 14.53 % di tahun 2000 dan peningkatan BI Rate ini disertai dengan penurunan IHSG yaitu dari 676,91 bps di tahun 1999 ke 416,32 bps di tahun 2000.
Berdasarkan citra yang telah dikemukakan sebelumnya, kondisi makroekonomi sanggup dicerminkan pada indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini berarti anggapan bahwa variabel-variabel makroekonomi merupakan faktor yang sanggup mempengaruhi harga saham dalam perkara ini yaitu IHSG sanggup diterima secara umum (Dedi dan Suyanto dalam Ishomuddin, 2010). Dan menurut latar belakang yang telah dikemukakan maka peneliti tertarik untuk mengambil judul : “ Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 1997-2011”

0 Response to "Analisis Imbas Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Adonan (Ihsg) Di Bursa Imbas Indonesia Kurun 1997-2011 (Ke-61)"