Kebijakan Pengelolaan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Teknologi info merupakan sarana yang menyediakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak habis-habisnya untuk digali dan dimanfaatkan oleh siapa saja yang membutuhkan. Melalui teknologi info sanggup dijalin sistem kerjasama perpustakaan baik di tingkat nasional, regional dan internasional sehingga kebutuhan info sanggup dipenuhi di tingkat global. Penerapan teknologi info di perpustakaan untuk mempercepat proses pengelolaan dan sistem pelayanan yang lebih baik serta semoga masyarakat meningkatkan kemampuan diri semoga tidak gagap teknologi. Pendayagunaan ICT di lingkungan pemerintah diatur dengan Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003, yang merupakan sebuah aplikasi berbasis teknologi info dan komunikasi yang dipakai oleh instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan
Di kala globalisasi, info telah menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Pemanfaatannya telah merambah ke seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali di bidang perpustakaan yang penyampaiannya telah sedemikian canggihnya sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi. Di negara-negara maju pemanfaatan teknologi info sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat sehingga secara berdikari mereka sanggup memperoleh info yang diperlukannya untuk menambah pengetahuannya. Teknologi info merupa-kan sarana yang menyediakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak habis-habisnya untuk digali dan dimanfaatkan oleh siapa saja yang membutuhkannya. Bergesernya fenomena bahwa pendidikan tidak lagi sebagai satu-satunya sumber ilmu menempatkan kedudukan perpustakaan sebagai salah satu forum penyedia info sangat dibutuhkan oleh masyarakat[1].
Salah satu kekuatan daya saing bangsa yang sanggup dimanfaatkan dalam meng-antisipasi setiap perubahan baik di tingkat nasional maupun global ialah ketersediaannya info mutakhir yang lengkap yang sanggup dimanfaatkan. Ketepatan pengambilan keputusan, menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan sangat memerlukan dukungan info yang layak. Dampak dari kurangnya info bermutu tidak saja berimbas pada para penyelenggara negara tetapi juga pada sistem pendidikan nasional kita.
Melalui teknologi info sanggup pula dijalin sistem kerjasama perpustakaan baik di tingkat nasional, regional dan internasional sehingga kebutuhan info sanggup dipenuhi di tingkat global. Penerapan teknologi info di  perpustakaan selain mempercepat proses pengelolaan dan sistem pelayanan yang lebih menjanjikan, juga mempunyai manfaat positif bagi masyarakat meningkatkan kemampuan diri semoga tidak gagap teknologi di kala globalisasi ini.
Toffler  telah mensinyalir bahwa akan terjadi suatu perubahan yang diikuti dengan munculnya peradaban gres (new civilization) dalam kehidupan insan yang besar lengan berkuasa pada seluruh tata cara dan peradaban kehidupan. Era globalisasi, merupakan salah satu wujud awal terjadinya perubahan peradaban insan tersebut, ketika insan memperlakukan info menjadi sumber daya strategis (strategic resource) menggantikan modal (capital) sebagai sumber daya strategis di kala industri . Saat ini kesuksesan ekonomi tidak lagi ditentukan oleh capital-intensive tetapi telah digantikan dengan brain-intensive, di mana penguasaan technical-know-how dan info merupakan prasyarat yang perlu dipenuhi.
Secara sedikit demi sedikit tapi pasti, kala teknologi info dan komunikasi telah meng-ubah sistem pengembangan, pengolahan dan  layanan info di bidang perpustakaan. Penerapan aplikasi multimedia pada teknologi info memungkinkan pengguna perpustakaan mendapat info yang diperlukannya dalam bentuk info maya (virtual information). Jenis info ini tidak lagi disampaikan di atas media kertas tetapi dikemas dalam bentuk compact disk (CD) dan sanggup diakses melalui jaringan internet yang sekarang telah menjadi salah satu alternatif unggulan di bidang layanan informasi. Virtual library merupakan wadah/lembaga pengolah, dan penyampaian info maya yang penyam-paiannya lebih cepat, lengkap dan atraktif kepada masyarakat yang membutuhkannya[2].


BAB II

PEMBAHASAN


 A    . Pengertian Teknologi Informasi


Teknologi info dan komunikasi atau ICT (Information and Communication Technology) merupakan sarana yang dipakai untuk memberikan info kepada pengguna melalui jaringan berbasis teknologi informasi[3].

 B     . Kebijakan pemerintah Di bidang teknolkogi info dan komunikasi


            Beberapa kebijakan pemerintah wacana perlunya ICT telah diatur oleh aneka macam peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan awal pemerintah yang bekerjasama dengan ICT ditujukan untuk meningkatkan kemampuan daya saing bangsa melalui Program Nusantara 21 tahun 1996. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah mempersiapkan diri dalam memasuki kala globalisasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia semoga mempunyai kemampuan  daya saing global yang tinggi.  Setelah itu dilanjutkan dengan Pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1997 dan kemudian Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 2000 wacana Tim Koordinasi Telematika Indonesia. Kebijakan pemerintah berikutnya ialah pembentukan Action Plan yang melibatkan aneka macam instansi terkait, swasta dan masyarakat telematika berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001. Terakhir kebijakan pemerintah wacana ICT ini diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2003 wacana Tim Koordinasi Telematika Indonesia sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Nomor 24/Kep/M.Kominfo/6/2003 wacana Pembentukan Kelompok Kerja Bidang Sumber Daya Manusia Telematika.
Khusus untuk pendayagunaan ICT di lingkungan pemerintah (e-goverment) telah diatur dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 wacana Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pengembangan E-government, merupakan sebuah aplikasi berbasis teknologi info dan komunikasi yang dipakai oleh instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Prinsip utama dari e-government ialah membuat sebuah pemerintahan yang efektif, efisien dan transparan dengan pemberian teknologi informasi. Dampak positif dari e-government ini ialah pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi sangat cepat, kanal ke info pemerintah terbuka lebar, dan sekaligus berarti penghematan besar dalam penggunaan waktu, energi dan sumberdaya.
Adanya kebijakan pemerintah di bidang teknologi info dan komunikasi diharapkan sanggup mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur di bidang teknologi info secara lebih efektif dan efisien sehingga peman-faatannya sanggup dinikmati secara merata di seluruh tanah air.

 C     . Masalah dalam penerapan ICT di Indonesia

Terdapat tiga problem utama yang menimbulkan penerapan ICT di Indonesia tidak sanggup dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Ketiga problem utama tersebut berkaitan dengan (1) infrastruktur, (2) koordinasi, (3) sumber daya insan (SDM) dan (4) ICT Literacy[4].

1. Infrastruktur
Infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan pendayagunaan ICT. Berbagai hasil studi empiris memperlihatkan bahwa rendahnya kualitas infrastruktur menjadi problem utama dalam pelaksanaan ICT di negara berkembang termasuk Indonesia yang mencakup infrastruktur telekomunikasi, internet dan komputer.
Untuk infrastruktur telekomunikasi problem yang dihadapi ialah adanya monopoli di bidang telekomunikasi yang dikala ini masih dikuasai oleh PT Telkom.  Monopoli pada infrastruktur telekomunikasi berdampak pada timbulnya problem teledensiti (indikator yang dipakai untuk memperlihatkan satuan sambungan telepon terpasang = SST, dalam perseratus jiwa). Hal ini merupakan faktor penting lantaran ICT sangat tergantung dari ketersediaan SST di setiap negara yang bersangkutan.
Pada dikala ini kondisi teledensity di Indonesia gres mencapai 3% yang berarti bahwa untuk setiap 100 orang hanya tersedia 3 saluran telepon terpasang. Angka ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara maju atau bahkan dengan negara tetangga ASEAN lainnya menyerupai Singapura 67%, Malaysia 12%, Thailand 8%, dan Philipina 6%.
Masalah infrastruktur telekomunikasi di Indonesia rupanya tidak hanya terbatas pada problem teledensiti yang dikaitkan dengan rendahnya akomodasi SST yang tersedia tetapi juga pada problem pemerataan dalam penyebarannya di seluruh wilayah Indonesia. Dari sekitar 6 juta SST, 40% berada di wilayah Jabotabek, 20% di Pulau Jawa dan 30% sisanya tersebar di aneka macam pula di luar pulau Jawa.

2. Koordinasi
Kurangnya koordinasi dalam pembangunan akomodasi ICT menimbulkan sering terjadinya tumpang tindih dalam penyediaan sarana dan prasarananya. Melalui koordinasi yang baik tidak perlu beberapa forum pemerintah melaksanakan pengalihmediaan untuk suatu info yang sama. Selain kurang efisien, hal ini merupakan pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Melalui koordinasi dan sistem jaringan kerja sama hal ini sanggup dihindari sehingga info yang sanggup diakses akan lebih bervariasi, lengkap dan lebih bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkannya. Pada umumnya terjadinya tumpah tindih (duplikasi) hasil kerja di lingkungan forum pemerintahan disebabkan oleh tata kerja pemerintah yang berpola pada pendekatan proyek. Hasil kerja berdasarkan proyek sering  terjadi kesamaan/ duplikasi pada produk yang dihasilkan sehingga yang seharusnya sanggup dikerjakan oleh satu instansi dikerjakan oleh lebih dari satu instansi.

3. Sumber Daya Manusia
Di Indonesia SDM yang menguasai ICT masih sangat terbatas, pada umumnya hanya terdapat di kota-kota besar saja. Keterbatasan SDM ini sudah tentu akan menghambat pengelolaan dan pendayagunaan ICT. Di bidang perpustakaan, latar belakang pendidikan pustakawan umumnya tidak berbasis teknologi komputer.  Kondisi inilah yang menimbulkan perlunya rekrutmen SDM yang menguasai bidang komputer dan otomasi yang mengelola teknologi info di perpustakaan.  Keadaan inilah yang menjadi problem utama bagi pengelola perpustakaan dalam menerapkan teknologi info dalam pelayanan informasinya sehingga sanggup diakses secara luas oleh pemakainya.


4. ICT Literacy
Rendahnya kesadaran pengelola perpustakaan atas manfaat yang sanggup diperoleh dari penerapan ICT masih merupakan problem yang cukup serius di tanah air ini yang menimbulkan penerapan ICT di perpustakaan belum menjadi prioritas utama. Salah satu penyebab tingginya indikator "buta ICT" (ICT Literacy) ialah masih rendahnya jumlah pengguna internet. Di Indonesia, pada tahun 1998 jumlah pemakai sebesar 512.000 orang, Tahun 1999 menjadi 1.000.000 orang, Tahun 2000 menjadi 1.900.000 orang, Tahun 2001 menjadi 4.200.000 orang, Tahun 2002 menjadi 4.200.000 orang dan pada Tahun 2003 meningkat menjadi 7.550.000 orang. Prosentase kenaikan tersebut masih terhitung sangat kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia.
Masih tingginya angka ICT Literacy ini menimbulkan sulitnya terbentuk masyarakat sadar info yang merupakan modal utama dalam pemanfaatan dan pendayagunaan ICT di semua sektor aktivitas tidak terkecuali aktivitas di bidang perpustakaan.

 D    . Penyediaan Akses Informasi melalui Teknologi Informasi


Kemajuan teknologi memungkinkan penyebaran info sanggup dilakukan tanpa mengenal batas (borderless information dissemination). Pendistribusiannya telah menembus dinding pemisah geografis, sosial, dan budaya sehingga info yang dibutuhkan sanggup dinikmati pada waktu dan secara bersamaan yang menimbulkan hubungan dan komunikasi global sanggup dilakukan secara cepat[5]
Ternyata perkembangan dan terobosan di bidang teknologi info dan komunikasi di kala globalisasi ini terjadi lebih cepat di luar asumsi manusia. Globalisasi di aneka macam sektor telah membuat kehidupan insan bersifat terbuka, tanpa batas ruang dan waktu yang menimbulkan tantangan dalam kehidupan insan semakin berat, khususnya bagi mereka yang tidak siap atas terjadinya perubahan ini. Derasnya arus info yang sanggup diakses melalui teknologi komunikasi sebagai salah satu bentuk perubahan telah memaksa setiap individu untuk mempelajari, memahami dan memanfaatkannya semoga tidak tertinggal dalam mengikuti kemajuan yang terjadi di kala globalisasi ini.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa kebutuhan akan info yang sanggup diperoleh secara cepat dan akurat merupakan kebutuhan yang tidak sanggup dihindari pada kala globalisasi ini yang realisasinya sangat ditunjang oleh per-kembangan teknologi info khususnya yang sanggup mengemas info ke dalam bentuk yang lebih mudah dan menarik. Pada dikala ini telah tampak tanda-tanda ke arah tersebut dan di masa yang akan tiba sanggup dipastikan bahwa kebutuhan info akan sanggup diperoleh/ diakses melalui layar monitor tanpa perlu pemakai tiba ke perpustakaan atau sentra dokumentasi lainnya untuk mendapat info yang diperlukannya. Melalui perpustakaan maya (virtual library), harapan ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk sanggup diwujud-kan, adanya peningkatan kualitas infrastruktur pada jaringan telekomunikasi serta peningkatan kemampuan teknologi info dalam memproses data akan berdampak eksklusif pada sistem pengelolaan dan layanan pada lembaga/ instansi penyedia info menyerupai halnya  perpustakaan[6].
Kemampuan kanal yang begitu tinggi apabila tidak diimbangi dengan penye-diaan info yang berkualitas dikhawatirkan pada suatu dikala akan menjadi bumerang bagi generasi muda kita di masa datang. Keanekaragaman info yang ditawarkan melalui internet dan kebebasan dalam menentukan pilihan merupakan tantangan bagi bangsa ini untuk secara serius mulai mencermati upaya-upaya strategis dalam mengemas karya dan hasil fatwa bangsa sendiri. Hal ini perlu dilakukan sehingga bisa menarik minat para generasi muda untuk lebih tekun dan serius dalam menghayati, mencermati, dan mempelajari serta menghargai kekayaan dan potensi bangsa sendiri.
Pengalihan sistem layanan secara tradisional ke sistem yang memanfaatkan teknologi info menimbulkan pergeseran dan perubahan dalam infra-struktur, proses pengolahan dan sistem pengelolaannya. Manfaat yang ditawar-kan dalam penyampaian secara ini bisa melipat gandakan pendayagunaan info yang dimilikinya. Hal ini sanggup dicapai lantaran info yang diolahnya tidak saja dimanfaatkan secara fisik oleh pemakai yang berdomisili di sekitar perpustakaan tetapi bisa diakses secara luas oleh para pemakai yang membutuhkannya. Peluang ini seharusnya sanggup dimanfaatkan secara maksimal dalam mempercepat, memperluas dan meratakan penyebaran info yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Kendala utama yang dihadapi dikala ini ialah seberapa banyak info yang yang sanggup dikemas dan disajikan secara profesional melalui saluran ini. Karena secanggih apapun sarana  yang tersedia apabila tidak dimanfaatkan secara optimal disebabkan lantaran ketidakmampuan dalam pengemasannya maka sarana ini tidak sanggup berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila hal ini tidak diantisipasi secara cepat dan sempurna maka info yang sanggup diakses oleh masyarakat lebih banyak berasal dari negara lain yang belum tentu sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat kita yang ingin mengetahui, memperdalam dan mengkaji potensi nasional yang dimiliki oleh bangsa ini.

Hak Cipta
Sejak info sanggup diakses secara global maka problem hak cipta telah menjadi problem internasional di mana setiap negara mempunyai perbedaan persepsi dalam menanggapi problem ini. Terdapat perbedaan dalam pemberlakuan hak cipta, hal ini sangat ditentukan oleh jenis materi pustaka yang bersangkutan, contohnya hak pertunjukan (performance rights) untuk musik, ataupun hak tayang (exhibition rights) untuk film berbeda dengan hak non-pertunjukan (non-performance rights) untuk majalah elektronik ataupun dokumentasi foto.
Untuk karya berupa teks yang sudah dikategorikan wewenang publik (public domain) maka secara penuh/keseluruhan (fulltex) sanggup dilayankan kepada masyarakat, demikian pula halnya untuk karya lukisan maupun gambar. Lain halnya apabila karya tersebut masih dilindungi hak cipta maka perlu mendapat ijin dari pemegang hak cipta untuk mendistribusikannya secara luas dalam bentuk digital.
Permasalahan yang sama yang dihadapi oleh Perpustakaan Nasional, meskipun sebagai forum pemerintah yang mempunyai kewajiban menyediakan jasa info kepada masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 178 Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 tidak mempunyai hak untuk memalsukan atau mengalihmediakan ke bentuk lain tanpa seizin pemegang hak cipta yang dalam hal ini penerbit, perusahaan rekaman ataupun perorangan. Alasan lain yang masih sanggup diterima untuk melaksanakan hal itu ialah selama aktivitas penggandaan dan pengalihmediaan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian yang bersifat nonkomersial maka tindakan tersebut masih dikategorikan "legal". Hanya saja seberapa jauh batasan legal di sini secara rinci belum diatur lebih lanjut[7] .
Lembaga/institusi yang bergerak dalam penyediaan info kepada masyarakat harus mempunyai mekanisme yang terang wacana mengelola kepemilikan karya intelektual ini. Suatu sumber info yang cukup lengkap dan sanggup dijadikan pola dalam membahas wacana problem hak cipta ini sanggup diperoleh dari  situs internet IFLA: Copyright and Intelectual Property Resources (http://www.nlc-bnc.ca/ifla/II/copyright.htm).

 E     .Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan


Sejak final tahun 1970 gagasan untuk menerapkan teknologi info secara lebih efektif mulai menjadi suatu kebutuhan yang menyatu. Hal ini disampaikan oleh Kennedy bahwa pada gagasan tersebut mulai dijelaskan bagaimana sistem otomasi sanggup meningkatkan kinerja karyawan.  Agar info sanggup disampaikan secara efektif maka perlu adanya suatu sistem yang sanggup memproses penyampaiannya. Kecepatan dan ketepatan penyampaian info tersebut harus didukung oleh suatu sistem otomasi yang dikala ini sudah merupakah kebutuhan setiap organisasi untuk mengolah data maupun info yang dimilikinya. Dilanjutkan oleh Kennedy bahwa penerapan sistem otomasi dalam organisasi sanggup (a) mengubah struktur organisasi secara menyeluruh, (b) membuat keunggulan kompetitif dengan memperlihatkan cara-cara gres pada organisasi untuk berkinerja lebih baik, (c) membuat peluang gres dari aktivitas yang telah ada[8]
Khusus pada bidang perpustakaan pemanfaatan sistem otomasi berdasarkan Underwood dan Hartley telah diterapkan untuk kepentingan sistem pengamanan koleksi, sistem administrasi pangkalan data dan pengoperasian CD-ROM  . Lebih lanjut dijelaskan oleh Storey dan Chang  bahwa pemanfaatan sistem otomasi secara online sanggup dipakai untuk pemesanan buku, manajemen  dan laporan katalog, serta penyampaian saran yang sangat berkhasiat dalam proses penilaian kinerja pustakawan.
Tiga komponen penting yang harus dipenuhi oleh pengelola perpustakaan yang akan menerapkan sistem otomasi dalam pelayanan informasinya dikemukakan oleh Korfhage yaitu adanya pengguna (user), penyandang dana (funder) dan server yang penanganannya dilakukan oleh tenaga profesional di bidang info yang mengendalikan sistem tersebut guna menyiapkan layanan kepada pengguna.
Ketika akomodasi komputerisasi belum menjadi potongan dari perpustakaan, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara manual. Keterbatasan tenaga, ruang koleksi, pelayanan info merupakan problem besar yang dihadapi oleh para pengelola perpustakaan untuk sanggup memperlihatkan layanan yang memuaskan kepada para penggunanya. Profesi pustakawan tidak banyak menarik minat para generasi muda untuk menggelutinya sekaligus tidak mempunyai daya tarik masyarakat untuk tiba mengunjunginya. Slogan "siapa yang menguasai info akan menggenggam dunia" dalam kurun waktu yang cukup usang hanya merupakan slogan tanpa bukti yang nyata. Namun remaja ini, sehabis akomodasi komputerisasi merambah perpustakaan terjadi perubahan dan perkembangan yang sangat drastis yang menimbulkan perpustakaan sangat diperhitungkan dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, seni dan kebudayaan.
Adams menjelaskan bahwa dikala ini perpustakaan mempunyai fungsi sebagai sarana penyimpan info terbesar, yang menerapkan sistem otomasi untuk pengelolaan materi pustaka dan dokumen, serta teknologi pemanfaatan CD-ROM dan sistem online pangkalan data yang mempunyai sistem pelayanan gres melalui akomodasi Jaringan Area Lokal (Local Area Network/LAN) yang  sanggup menghubungkan beberapa komputer sekaligus dalam mengembangkan satu sumber informasi. Jaringan Area Lokal pertama kali dibentuk untuk komputer pribadi (Personal Computer) oleh Corvus Omnimet pada tahun 1981. 
Lebih jauh Convey menjelaskan bahwa melalui LAN info sanggup diakses dari data yang disimpan dalam pangkalan data di sebuah komputer untuk disebarluaskan  bagi mereka yang membutuhkannya.  Dengan demikian setiap pustakawan sanggup melaksanakan tugasnya secara terintegrasi meskipun mereka tidak dalam suatu ruang kerja yang sama hal ini merupakan salah satu kelebihan dari penggunaan akomodasi komputerisasi di bidang perpustakaan.
Meskipun begitu canggihnya akomodasi komputerisasi ini dalam menyediakan info yang dibutuhkan oleh pengguna tetapi masih tetap harus mematuhi hukum yang berlaku ditinjau dari efek negatifnya yang dinilai dari aspek psikologisnya menyerupai yang dikemukakan oleh Wallace.
Perpustakaan sebagai salah satu forum penyedia info tidak akan sanggup berperan sebagaimana mestinya apabila tidak didukung oleh  SDM yang bisa mengolah info yang sanggup diakses secara cepat dan memuaskan masyarakat. Kecanggihan sistem teknologi info gres sanggup dinilai positif apabila memperlihatkan manfaat bagi penggunanya, dan akomodasi canggih ini tidak akan bermanfaat apabila SDM yang menanganinya tidak bisa mengoperasi-kannya secara optimal. Jika demikian halnya maka diharapkan pendidikan yang sempurna semoga sanggup meningkatkan pengetahuan SDM dalam memanfaatkan teknologi info dan sekaligus meningkatkan kualitas kerja yang dihasilkannya.
Konteks yang paling erat dengan keadaan tersebut di atas ialah bagaimana upaya dan taktik perpustakaan dalam memperlihatkan layanan info yang dibutuhkan masyarakat baik secara eksklusif maupun melalui sistem jaringan yang sanggup diakses oleh pengguna di manapun mereka berada.
Bagaimanapun juga mendapat layanan yang cepat merupakan kebutuhan pembaca yang harus dipenuhi, hal ini akan lebih banyak memerlukan tenaga pustakawan apabila dilakukan secara manual (tradisional) dibandingkan dengan cara modern melalui penerapan sistem otomasi sehingga secara berdikari pembaca sanggup menentukan dan mencari buku yang diinginkannya. Tugas utama Pustakawan berdasarkan Basch terdapat tiga kiprah pokok yang sanggup dilakukan pustakawan berdasarkan arahan etik asosiasi profesi pustakawan tingkat inter-nasional yaitu (1) memperlihatkan info yang terbaru dan terakurat mungkin; (2) membantu pengguna untuk mengerti wacana sumber info yang digunakan; dan (3) membantu pengguna mengerti akan tingkat realitas layanan yang sanggup diharapkan oleh mereka.
Adanya pergeseran kepentingan dalam mendapat info yang dibutuhkan maka diharapkan perubahan dalam sistem pengelolaan perpustakaan. Untuk itu perlu adanya peningkatan kemampuan dari pustakawan yang sekaligus akan mempengaruhi kinerjanya. Melalui training maka penerapan sistem otomasi di bidang perpustakaan akan sanggup di atasi. Beberapa hal yang sanggup dicapai dengan pemahaman dan penguasaan komputerisasi di bidang perpustakaan ini ialah kemampuan dalam mempercepat proses pengolahan, meminimalisasi kesalahan, memperlihatkan kemudahan pengaksesan info dan kemampuan mendistribusi info secara lintas sektoral melalui sistem jaringan perpustakaan. Tanpa adanya motivasi kerja yang kuat pada diri pustakawan untuk berusaha dan menguasai sistem otomasi ini maka agak sulit bagi dirinya untuk sanggup meningkatkan kinerjanya melalui pemanfaatan teknologi info canggih ini.
Dari uraian di atas cukup banyak problem yang dihadapi oleh perpustakaan semoga sanggup menerapkan secara optimal sistem otomasi yang sangat dibutuhkan oleh para pengelola maupun pengguna perpustakaan remaja ini. Agar problem ini sanggup diatasi maka terdapat empat faktor yang harus diperhatikan semoga kinerja pustakawan sanggup ditingkatkan yaitu melalui training yang intensif, mempunyai motivasi kerja yang kuat guna meningkatkan kemampuan diri, mempunyai penge-tahuan dan kemampuan wacana akomodasi komputerisasi, dan bisa meman-faatkan pengetahuannya dalam mendayagunakan sistem otomasi perpustakaan secara optimal.
Diterapkannya teknologi info di bidang perpustakaan menimbulkan ter-jadinya perubahan yang cukup fundamental dalam sistem pengelolaan maupun layanan yang sanggup diberikan kepada pembaca. Penerapan sistem otomasi di bidang perpustakaan tidak saja berdampak pada kecepatan, ketepatan dan keakuratan info yang sanggup dilayankan tetapi juga berdampak pada upaya yang harus dilakukan oleh para pustakawan dalam menguasai teknologi info ini semoga sanggup didayagunakan secara optimal. 
Pengaruh penerapan teknologi info secara global di bidang perpustakaan menimbulkan sistem layanan info telah hingga pada tahap penyampaian info tanpa batas, waktu, dan wilayah dari suatu negara. Hal ini merupakan tantangan bagi setiap perpustakaan untuk mempersiapkan diri semoga sanggup berperan aktif dalam berkolaborasi dengan sistem jaringan info baik secara nasional maupun global. Munculnya Perpustakaan Digital (Digital/Virtual Library) merupakan suatu kemajuan besar di bidang perpustakaan lantaran pemanfaatan info sanggup dilakukan secara lebih universal.
Sebagai suatu organisasi yang berkembang dan bertambah kompleks dalam mengelola info yang dimilikinya maka  perlu adanya suatu adaptasi dalam sistem pengolahan informasi. Seperti yang dikatakan oleh Lim bahwa penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) sanggup mempercepat pekerjaan, meningkatkan kualitas pekerjaan dan mengurangi jumlah karyawan serta meningkatkan pelayanan untuk kepuasan pembaca.  Penerapan sistem ini ditujukan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dari cara tradisional ke cara modern yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dalam memproses kebutuhan info yang menuntut waktu penyelesaian yang lebih singkat dengan kualitas yang lebih baik.  Sebagai dampak dari penerapan sistem otomasi dalam penerapan dan pemanfaatan sistem komputerisasi di bidang perpustakaan secara eksklusif besar lengan berkuasa pula pada kecepatan serta kualitas kerja pustakawan.



BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan teknologi info dan komunikasi telah merambah ke seluruh aspek kehidupan termasuk bidang perpustakaan. Hal ini telah merubah sistem pengelolaan perpustakaan yang diterapkan sehingga harus ditunjang dengan sarana prasarana yang dibutuhkan serta peningkatan kualitas SDM perpus-takaan semoga sanggup mendayagunakan akomodasi canggih tersebut secara optimal.
Penerapan teknologi dan komunikasi yang menimbulkan info sanggup diakses secara cepat, sempurna dan merata di seluruh wilayah Indonesia baik secara nasional maupun global yang sanggup mengubah gambaran perpustakaan dari penyedia materi pustaka menjadi sentra informasi.
Agar pendayagunaan ICT di bidang perpustakaan sanggup dirasakan keuntungannya bagi seluruh masyarakat perlu didukung oleh kebijakan nasional yang mengatur tata laksana pengelolaan dan pendayagunaan teknologi komunikasi dan info sehingga terus sanggup ditingkatkan kualitas dan efektivitasnya sebagai salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menyerupai yang kita cita-citakan bersama.



Daftar Pustaka

Kadir, Abdul. Pengenalan Sistem Informasi. (Yogyakarta: Andi.2007).hal . 2

http://www.pengertian.info/pengertian-teknologi.html. diakses : 26 Juni,2015
http://www.kompasiana.com/akbarisation/kendala-penerapan-teknologi-dalam-pendidikan_55123d8c8133116354bc62fb. Diakses,26 juni,2015.jam 10:20 PM
Lucas, H.C.Jr. 1987. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Erlangga.
O’Brien, James A, 2003, Introduction to Information System, Irwin/McGraw-Hill.
IFLA: Copyright and Intelectual Property Resources(http://www.nlc-bnc.ca/ifla/II/copyright.htm).

Suprawoto, Disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-1, Bali, 2-5 Desember 2008,diakses dari : ww.pnri.com




[1] Kadir, Abdul. Pengenalan Sistem Informasi. (Yogyakarta: Andi.2007).hal . 2

[2]Ibid.....hal.18
[3] http://www.pengertian.info/pengertian-teknologi.html. diakses : 26 Juni,2015
[4]http://www.kompasiana.com/akbarisation/kendala-penerapan-teknologi-dalam-pendidikan_55123d8c8133116354bc62fb. Diakses,26 juni,2015.jam 10:20 PM
[5] Lucas, H.C.Jr. 1987. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Erlangga.
[6]O’Brien, James A, 2003, Introduction to Information System, Irwin/McGraw-Hill.
[7] IFLA: Copyright and Intelectual Property Resources(http://www.nlc-bnc.ca/ifla/II/copyright.htm).

[8]Suprawoto, Disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-1, Bali, 2-5 Desember 2008,diakses dari : ww.pnri.com

0 Response to "Kebijakan Pengelolaan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi"