Makalah Kejaksaan, Pengertian Perikatan, Unsur-Unsur Perikatan Dan Macam-Macam Perikatan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang-orang yang tidak sadar bahwa setiap harinya mereka melaksanakan perikatan. Hal-hal ibarat membeli suatu barang atau memakai jasa angkutan umum, perjanjian sewa-menyewa hal-hal tersebut merupakan suatu perikatan. Perikatan di Indonesia diatur pada buku ke III KUHPerdata(BW). Dalam aturan perdata berbagai hal yang sanggup menjadi cangkupannya, salah satunya yaitu perikatan. Perikatan yaitu suatu kekerabatan aturan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan aturan dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akhir hukum, akhir aturan dari suatu perjanjian atau insiden aturan lain yang menimbulkan perikatan.
Perikatan yaitu suatu kekerabatan aturan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan aturan dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akhir hukum, akhir aturan dari suatu perjanjian atau insiden aturan lain yang menimbulkan perikatan. Di dalam aturan perikatan setiap orang sanggup mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu melaksanakan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melaksanakan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas sanggup dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
  1. Apa Pengertian dari Perikatan ?
  2. Pengaturan apa saja yang ada di Perikatan?
  3. Apa saja yang menjadi kepingan dari Unsur-Unsur Perikatan?
  4. Apa yang dimaksud dengan ketentuan umum dalam perikatan ?
  5. Apa saja Macam-macam dari Perikatan?
  6. Bagaimana cara menghapuskan perikatan ?
C.    Tujuan
  1. Mengetahui apa Pengertian dari Perikatan
  2. Mengetahui apa saja Unsur-unsur Perikatan
  3. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jenis-jenis perikatan
  4. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menghapuskan perikatan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perikatan
Perikatan yaitu terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum digunakan dalam literature aturan di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu berdasarkan kenyataannya sanggup berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, sanggup berupa insiden contohnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, sanggup berupa keadaan, contohnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akhir hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut kekerabatan hukum( legal relation).
Jika dirumuskan, perikatan yaitu kekerabatan aturan yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain lantaran perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini sanggup diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang aturan harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang aturan waris (law of succession), dalam bidang aturan pribadi (personal law). Perikatan yang terdapat dalam bidang aturan ini disebut perikatan dalam arti luas. perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang aturan tersebut di atas sanggup dikemukakan contohnya sebagai berikut:
  1. Dalam bidang aturan kekayaan, contohnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan aturan yang merugikan orang lain.
  2. Dalam bidang aturan keluarga, contohnya perikatan lantaran perkawinan, lantaran lahirnya anak dan sebagainya.
  3. Dalam bidang aturan waris, contohnya perikatan untuk mawaris lantaran janjkematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
  4. Dalam bidang aturan pribadi, contohnya perikatan untuk mewakili tubuh aturan oleh pengurusnya, dan sebagainya.
·         Perikatan Dalam arti Sempit
Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan mencakup semua perikatan dalam bidang- bidang aturan tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang aturan harta kekayaan saja,yang berdasarkan sistematika Kitab Undang- Undang aturan Perdata diatur dalam buku III di bawah judul perihal Perikatan. Tetapi berdasarkan sistematika ilmu pengetahuan hukum, aturan harta kekayaanitu mencakup hukukm benda dan aturan perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti sempit.

  • Ukuran nilai
Perikatan dalam bidang aturan harta kekayaan ini selalu timbul lantaran perbuatan orang, apakah perbuatan itu berdasarkan aturan atau melawan hukum. Objek perbuatan itu yaitu harta kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu sanggup dinilai dengan uang. Makara ukuran untuk menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu yaitu uang. Dalam kehidupan modern ini uang merupakan ukuran yang utama.

  • Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk mendapatkan prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur. Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jikalau pihak lain itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Makara kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbale balik. Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.

B.     Pengaturan Perikatan
Perikatan diatur dalam Buku KUH Perdata. Perikatan yaitu kekerabatan aturan yang terjadi lantaran perjanjian dan Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan mencakup kepingan umum dan kepingan khusus. Bagian umum mencakup aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi perikatan umum. Adapun kepingan khusus mencakup Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V hingga dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab bersangkutan. Pengaturan nama didasarkan pada “sistem terbuka”, maksudnya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja, baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam Undang-Undang. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, yaitu :
  1. Tidak dihentikan Undang-Undang
  2. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
  3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan bahwa perikatan sanggup terjadi, baik lantaran perjanijian maupun lantaran Undang-Undang. Dengan kata lain, sumber peikatan yaitu Undang-Undang dan perikatan. Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang terjadi lantaran Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu perikatan yang terjadi semata-mata lantaran ditentukan dalam Undang-Undang dan perikatan yang terjadi lantaran perbuatana orang. Perikatan yang terjadi lantaran perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perbuatan berdasarkan aturan (rechmatig daad) dan perbuatan melawan aturan (onrechtmatige daad).

C.    Unsur-Unsur Perikatan
a.      Subjek perikatan
Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud mencakup perikatan yang terjadi lantaran perjanjian dan lantaran ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri atas insan pribadi dan sanggup juga tubuh aturan atau persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1.      Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2.      Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3.      Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4.      Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
b.   Wenang berbuat
Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat berdasarkan aturan dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak yaitu pernyataan saling memberi dan mendapatkan secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan mendapatkan seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul) yaitu pernyataan saling memberi dan mendapatkan secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat berdasarkan aturan yang ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
1.      Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
2.      Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
3.      Dalam keadaan sehat nalar (tidak gila)
4.      Tidak berada dibawah pengampuan
5.      Memiliki surat kuasa jikalau mewakili pihak lain

Persetujuan pihak merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak untuk saling memenuhi kewajiban dan saling memperoleh hak dalam setiap perikatan. Persetujuan kehendak juga menetukan ketika kedua pihak mengakhiri perikatan lantaran tujuan pihak sudah tercapai. Oleh lantaran itu, sanggup dinyatakan bahwa perikatan berdasarkan sistem aturan prdata, gres dalam taraf menimbulkan kewajiban dan hak pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak yaitu pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan pihak-pihak sehingga kedua belah pihak memperoleh hak masing-masing.
Bagaimana jikalau halnya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sehingga pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam perikatan ? dalam hal ini sanggup dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya itu telah melaksanakan wanprestasi yang merugikan pihak lain. Dengan kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.

c.         Objek perikatan
Objek perikatan dalam aturan perdata selalu berupa benda. Benda yaitu setiap barang dan hak halal yang sanggup dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan laba secara halal bagi orang yang memilikinya. Benda objek perikatan sanggup berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak yaitu benda yang sanggup diangkat dan dipindahkan, ibarat motor, mobil, binatang ternak. Sedangkan benda tidak bergerak yaitu benda yang tidak sanggup dipindahkan dan diangkat, ibarat rumah, gedung. Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi syarat ibarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Syarat-syarat tersebut yaitu :
1.      Benda dalam perdagangan
2.      Benda tertentu atau tidak sanggup ditentukan
3.      Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4.      Benda tersebut tidak dihentikan oleh Undang-Undang atau benda halal
5.      Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6.      Benda tersebut sanggup diserahkan oleh pemiliknya
7.      Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar ganjal hak sah

d.      Tujuan Perikatan
Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan yaitu terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dihentikan Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut sanggup berbentuk kewajiban memperlihatkan sesuatu, kewajiban melaksanakan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak melaksanakan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

D.    Ketentuan Umum dan Khusus
Dalam penerapannya, ketentuan umum dalam Bab I-IV Buku III KUH Perdata diberlakukan untuk semua perikatan, baik yang sudah diatur dalam Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V-XVIII maupun yang diatur dalam KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang mempunyai nama tertentu maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan umum yang dimuat dalam kepingan ini dan kepingan yang lalu”. Yang dimaksud dengan “bab ini dan kepingan yang lalu” dalam pasal ini yaitu kepingan Bab II perihal perikatan yang timbul dari pejanjian dan Bab I perihal perikatan pada umumnya.
Penerapan ketentuan umum terhadap hal-hal yang diatur secara khusus, dalam ilmu aturan dikenal dengan adagium iex specialis deroget legi generali. Artinya, ketentuan aturan khusus yang dimenangkan dari ketentuan aturan umum. Maknanya jikalau mengenai suatu hal sudah diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama tidak perlu diberlakukan lagi. Jika suatu hal belum diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama diberlakukan.
Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan lantaran adanya suatu persetujuan atupun perjanjian, melainkan dikarenakan lantaran adanya undang- undang yang menyatakan akhir perbuatan orang, kemudian timbul perikatan. Perikatan yang timbul lantaran undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan aturan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan aturan ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 hingga dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 hingga dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan yaitu perbuatan melawan aturan (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 hingga dengan 1380 KUHPdt.
Perbuatan melawan aturan sanggup ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan sanggup ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam aturan anglo saxon, perbuatan melawan aturan disebut tort. Untuk mengetahui apakah perbuatan aturan itu disebut wakil tanpa kuasa, maka perlu dilihat unsure- unsure yang terdapat didalamnya, unsure- unsure tersebut yaitu :
  1. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
  2. Tanpa menerima kuasa (perintah), artinya yang melaksanakan perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik verbal maupun tulisan.
  3. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melaksanakan perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
  4. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
  5. Wajib meneruskan dan menuntaskan urusan itu, artinya sekali ia melaksanakan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus mengerjakan hingga selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya itu sanggup menikmati manfatnya atau sanggup mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
  6. Bertindak berdasarkan hukum, artinya dalam melaksanakan perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban berdasarkan hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang- undang.
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban tersebut sanggup diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
  1. Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu hingga selesai, dengan memperlihatkan pertanggungjawaban.
  2. Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.

Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu sanggup dituntut kembali. Ketentuan ini terang memperlihatkan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya lantaran kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi gotong royong tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan lantaran kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada gotong royong tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang mendapatkan pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan pasal ini sanggup diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan aturan apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
  1. Perbuatan itu harus melawan hukum
  2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
  3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
  4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada kekerabatan kausal
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan aturan sanggup ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin sanggup menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani contohnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan aturan yang menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- permintaan di luar KUHPdt, contohnya undang- undang perburuhan. apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota tubuh dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memperlihatkan hak kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat tersebut.
Ganti kerugian ini dinilai berdasarkan kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan berdasarkan keadaan. Penghinaan yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi sanggup dimasukkan perbuatan melawan aturan pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina sanggup menuntut semoga dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu yaitu memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 kitab undang-undang hukum pidana penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).

Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang menyampaikan bahwa apakah tubuh aturan itu sanggup melaksanakan kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , lantaran tubuh aturan tidak sanggup melaksanakan kesalahan dan tidak sanggup dipertanggungjawabkan dalam lapangan aturan pidana, ibarat halnya insan pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai tubuh aturan ada 3 macam yaitu:
  1. Teori fictie(perumpamaan), berdasarkan teori ini tubuh aturan itu diperumpamakan sebagai manusia, terpisah dari insan yang menjadi pengurusnya. Atas dasar ini tubuh aturan tidak dibuat secara langsung, melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan demikian berdasarkan teori fictie ini, tubuh aturan yang melaksanakan perbuatan aturan sanggup digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui pasal 1367 KUHPdt. Jika mengikuti teori fictie ini kita dihadapkan pada keadaan yang bertentangan dengan kenyataan.
  2. Teori orgaan (perlengkapan), berdasarkan teori ini, tubuh aturan itu sama dengan insan pribadi, sanggup melaksanakan perbuatan hukum.
  3. Teori yurisdische realiteit, berdasarkan teori ini, tubuh aturan yaitu realitas yuridis yang dibuat dan diakui sama ibarat insan pribadi.
Badan Hukum Perdata dan Publik
Ada dua macam tubuh aturan dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu tubuh aturan pidana dan tubuh aturan public. Badan aturan perdata dibuat berdasarkan aturan perdata, sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya yaitu anggaran dasar tubuh aturan itu. Pengesahan dilakukan dengan registrasi anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengakuan tersebut dibutuhkan semoga tubuh aturan yang dibuat itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak dihentikan oleh undang- undang. Badan aturan perdata ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi.
Badan Hukum public dibuat dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan aturan public ini merupakan badan- tubuh kenegaraan, contohnya Negara republicIndonesia, kawasan Tiongkok I, kawasan tingkat II, dan lain- lain. Badan aturan public ini dibuat untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara tubuh aturan public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, tubuh aturan public itu melaksanakan perbuatan melawan hukum, ia sanggup digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt. Yang perlu diperhatikan yaitu bahwa tubuh aturan public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jikalau perbuatan yang dilakukan itu yaitu kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, lantaran sudah masuk dalam bidang politik.

E.     Macam-macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat berdasarkan syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau berdasarkan jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau berdasarkan jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.

  1. Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) yaitu perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu yaitu suatu insiden yang masih akan terjadi dan belum niscaya terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi insiden maupun dengan membatalkan perikatan lantaran terjadi atau tidak terjadi insiden (Pasal 1253 kitab undang-undang hukum pidana dt). Perikatan bersyarat di bagi tiga yaitu :
·         Perikatan dengan syarat tangguh, Apabila syarat insiden itu terjadi, maka perikatan di laksanakan (Pasal 1263 kitab undang-undang hukum pidana dt). Misalnya Oki oke apabila Ramdan adiknya mendiami pavilium rumahnya sehabis menikah. Nah, nikah yaitu insiden yang masih akan terjadi dan belum niscaya terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan. Jika ramdan menikah, maka Oki wajib menyerahkan pavilium rumahnya untuk didiami oleh Ramdan.
·         Perikatan dengan syarat batal, Disini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila insiden yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 kitab undang-undang hukum pidana dt). Misalnya, Arlita oke apabila Regi kakaknya mendiami rumah Arlita selama ia kiprah di Perancis dengan syarat bahwa Regi harus mengosongkan rumah tersebut apabila Arlita selesai studi dan kembali ke tanah air. Di sini syarat  “ selesai dan kembali ke tanah air ” masih akan terjadi dan belom niscaya terjadi. Akan tetapi, jikalau syarat tersebut terjadim perikatan akan berakhir dalam arti batal.

2.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Syarat ketetapan waktu yaitu pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di tetapkan. Misalnya Anis berjanji kepada Yesi bahwa ia akan membayar utangnya dengan hasil panen sawahnya yang sedang menguning pada tanggal 1 agustus 2014. Dalam hal ini hasil panen yang sedang menguning sudah niscaya lantaran dalam waktu dekat, Anis akan panen sawah sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 agustus 2014 sudah dipastikan.

  1. Perikatan Manasuka ( Boleh Pilih)
Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan menentukan salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitor tidak sanggup memaksa kreditor untuk mendapatkan sebagian benda yang satu dan benda sebagian benda yang lainnya. Jika debitor telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak menentukan prestasi itu ada pada debitor jikalau hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor (Pasal 1272 dan 1273 kitab undang-undang hukum pidana dt). Misalnya, Rima memesan barang elektronik berupa radio tape recorder ataustereo tape recorder di sebuah toko barang elektronik dengan harga yang sama, yakni Rp 2.500.000,00. Dalam hal ini, pedagang tersebut sanggup menentukan yaitu menyerahkanradio tape recorder atau stereo tape recorder.Akan tetapi, jikalau diperjanjikan bahwa Rima (Pemesan) yang menentukan pilihan, pedagang memberitahukan kepada Rima bahwa barang pesanan sudah tiba, silahkan menentukan salah satu dari benda objek perikatan tersebut. Jika Rima telah menentukan dan mendapatkan satu dari dua benda itu, peerikatan berakhir.

  1. Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek. Apabila debitor tidak memenuhi prestasi itu, ia sanggup mengganti prestasi lain. Misalnya, Agung berjanji kepada Rian untuk meminjamkan mobilnya guna melaksanakan penelitian. Jika Agung tidak meminjamkan Karena rusak, ia sanggup mengganti dengan sejumlah uang transport untuk melaksanakan penelitiannya.

  1. Perikatan Tanggung-Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung sanggup terjadi seorang debitor berhadapan dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang debitor. Apabila kredior terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini, setiap kreditor, berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang. Jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 kitab undang-undang hukum pidana dt). Jika pihak debitor terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung pasif, setiap debitor wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan dan jikalau sudah dipenuhi oleh seorang debitor saja, membebaskan debitor –debitor lain dari tuntutan kreditor dan perikatannya hapus (Pasal 1280 kitab undang-undang hukum pidana dt) Berdasarkan observasi, perikatan yang banyak terjadi dalam praktiknya yaitu perikatan tanggung-menanggung pasif yaitu :
1.      Wasiat, Apabila pewaris memperlihatkan kiprah untuk melaksanakan hibah wasiat kepada hebat warisnya secara tanggung-menanggung.
2.      Ketentuan Undang-Undang , Dalam hal ini undang-undang memutuskan secara tegas perikatan tanggung menanggung dalam perjanjian khusus.
Perikatan tanggung menanggung secara tegas diatur dengan perjanjian khusus, yaitu sebagai berikut ;
1.      Persekutuan firma (Pasal 18 KUHD), Setiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk seluruhnya atas semua perikatan.
2.      Peminjaman benda (Pasal 1749 KUHPdt), Jika bebereapa orang bersama-sama mendapatkan benda lantaran peminjaman, meka masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memperlihatkan pinjaman benda itu.
3.      Pemberian kuasa (Pasal 1181 KUHPdt) ,Seorang peserta kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka bersama. Mereka bertanggung jawab untuk seleruhnya terhadap peserta kuasa mengenai segala akhir santunan kekuasaan.
4.      Jaminan orang (borgtoch,pasal 1836 KUHPdt), Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penjamin sebagai seorang debitor yang sama untuk utang yang sama, mereka itu untuik masing-masing terikat untuk seluruh utang.

6.      Perikatan Dapat Dibagi Dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan sanggup dibagi atau tidak sanggup dibagi jikalau benda yang menjadi objek perikatan sanggup atau tidak sanggup dibagi berdasarkan imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut.  sifat sanggup atau tidak sanggup dibagi itu berdasarkan pada :
1.      Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
2.      Maksud perikatannya, apakah itu sanggup atau tidak sanggup dibagi.

Perikatan sanggup atau tidak sanggup dibagi bisa terjadi jikalau salah satu pihak meninggal dunia sehingga akan timbul maslah apakah pemenuhan prestasi sanggup dibagi atau tidak antara para hebat waris almahrum itu. Hal tersebut bergantung pada benda yang menjadi objek perikatan yang penyerahannya atau pelaksanaannya sanggup dibagi atau tidak, baik secara kasatmata maupun secara perhitungan ( Pasal 1296 KUHPdt). Akibat aturan perikatan sanggup atau tidak sanggup dibagi yaitu bahwa perikatan yang tidak sanggup dibagi, setiap kreditor berhak menuntut seluruh  prestasi kepada setiap debitor dan setiap debitor wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi oleh seorang debitor , membebaskan debitor lainnya dan perikatan menjadi hapus. Pada perikatan yang sanggup dibagi, setiap kreditor hanya sanggup menuntut suatu kepingan prestasi berdasarkan perimbangannya, sedangkan setiap debitor hanya wajib memenuhi prestasi untuk bagiananya saja berdasarkan perimbangan.

  1. Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu bahaya eksekusi terhadap debitor apabila ia lalai memenihi prestasinya. Ancaman eksekusi ini bermaksut untuk memperlihatkan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, ibarat yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu, juga sebagai upaya untuk memutuskan jumlah ganti keruguan jikalau memang terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitor untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditor dari pembuktian perihal besarnya ganti kerugian yang telah di deritanya. Misalnya, dalam perjanjian dengan bahaya hukuman, apabila seorang pemborong harus menuntaskan pekerjaan bangunan dalam waktu tiga puluh hari tidak menuntaskan pekerjaannya, ia dikenakan denda satu juta rupiah setiap hari terkampat itu. Dalam hal ini, jikalau pemborong itu melalaikan kewajibannya, berarti ia wajib membayar denda satu juta rupiah sebagai ganti kerugian untuk setiap hari terlambat.

  1. Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan perikatan masuk akal (natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt. Karena itu, tidak ada kesepakatan antara para penulis aturan mengenai sifat dan akhir aturan dari perikatan wajar, kecuali mengenai satu hal, yaitu sifat tidak ada somasi aturan guna memaksa pemenuhannya. Kata masuk akal yaitu terjemaahan dari kata aslinya dalam bahasa Belanda “natuurlijk” oleh Prof. Koesoemadi Poedjosewojo dalam kuliah aturan perdata pada  Fakultas Hukum Universitas  Gadjah Mada Yogyakarta. Perikatan masuk akal bersumber dari Undang-Undang dan kesusilaan seta kepatutan (Moral and equity). Bersumber pada Undang-Undang, artinya keberadaan perikatan masuk akal lantaran ditentukasn oleh Undang-Undang. Jika Undang-Undang tidak menentukan, tidak ada perikatan wajar. Bersumber dari kesusilaan dan kepatutan, artinya keberadaan perikatan masuk akal lantaran adanya belas kasihan, rasa kemanusiaan, dan kerelaaan hati yang iklas  dari pihak debitor. Hal ini sesuai benar dengan sila kedua pancasila dan dasar Negara Republik Indonesia.
Ada contoh-contoh yang berasal dari ketentuan undang-undang yaitu ibarat berikut ini:
1.      Pinjaman yang tidak diminta bunganya, Jika bunganya dibayar, tidak sanggup dituntut pengembaliannya (Pasal 1766 KUHPdt)
2.      Perjudian dan pertaruhan, Undang-Undang tidak memperlihatkan tuntutan aturan atas suatu utang yang terjadi lantaran perjudian lantaran perjudian pertaruhan ( Pasal 1788 KUHPdt).
3.      Lampau waktu, Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun perorangan hapus lantaran kadaluarsa (lampau waktu) dengan lewatnya batas waktu tenggang tiga puluh hari tahun.
4.      Kepailitan yang di atur dalam undang-undang kepailitan.

F.     Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
  1. Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya mencakup penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan yaitu pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan gres berakhir sehabis pembayaran uang dan penyerahan benda.
  1. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan
Jika debitor telah melaksanakan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitor menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ). Supaya penawaran pembayaran itu sah perlu dipenuhi syarat-syarat :
a.       Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya;
b.      Dilakukan oleh debitor yang wenang membayar;
c.       Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan;
d.      Waktu yang ditetapkan telah tiba;
e.       Syarat dimana utang dibuat telah terpenuhi;
f.       Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui; dan
g.      Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau juru sita disertai oleh dua orang saksi.
  1. Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang usang dengan utang baru, debitor usang dengan debitor baru. Dalam hal utang usang diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang usang lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jikalau debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jikalau kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang usang lenyap.
  1. Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang usang lenyap. Supaya utang itu sanggup diperjumpakan perlu dipenuhi syarat-syarat :
1.      Berupa sejumlah uang atau benda yang sanggup dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama;
2.      Utang itu harus sudah sanggup ditagih; dan
3.      Utang itu seketika sanggup ditentukan atau ditetapkan jumlahnnya (pasal 1427 KUH Perdata)

Setiap utang apapun sebabbnya sanggup diperjumpakan, kecuali dalam hal berikut ini :
1.      Apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan aturan dirampas dari pemiliknya, contohnya lantaran pencurian;
2.      Apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;
3.      Terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan napkah yang telah dinyatakan tidak sanggup disita (Pasal 1429 KUH Perdata) ;
4.      Utang-utang Negara berupa pajak mustahil dilakukan perjumpaan utang (yurisprudensi); dan
5.      Utang utang yang timbul dari perikatan masuk akal mustahil dilakukan perjumpaan hutang (yurisprudensi).
5. Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila
kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut
terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.
  1. Pembebasan Utang
Pembebasan utang sanggup terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus. Menurut ketentuan pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan suatu hutang tidak boleh didasarkan pada persangkaan, tetapi harus di buktikan. Pasal 1439 KUH Perdata menyatakan bahwa pengembalian surat piutang orisinil secara sukarela oleh kreditor kepada debitor merupakan bukti perihal pembebasan utangnya.
  1. Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak sanggup lagi diperdangkan, atau hilang bukan lantaran kesalahan debitor, dan sebelum ia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya. Meskipun debitor lalai menyerahkna benda itu ia juga akan bebas dari perikatan itu apabila sanggup pertanda bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami insiden yang sama measkipun sudah berada di tangn kreditor.

  1. Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum cukup umur atau tidak wenang melaksanakan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable). Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif sanggup dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu :
1.      Dengan cara aktif, Yaitu menuntut penghapusan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan.
2.      Dengan cara pembelaan, Yaitu menunggu hingga digugat di muka pengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan gres diajukan alasan perihal kekurangan perikatan itu.
Untuk penghapusan secara aktif, Undang-undang memperlihatkan pembatasan waktu, yaitu lima tahun (pasal 1445 KUH Perdata), sedangkan untuk penghapusan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu.
  1. Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini yaitu ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi menjadikan perikatan itu batal (nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaki surut, yaitu semenjak perikatan itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seperti tidak pernah terjadi perkatan.
  1. Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu yaitu alat untuk memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Atas dasar ketentuan pasal tersebut sanggup diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :
1.      Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu benda disebutacquisitieve verjaring.
2.      Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut extinctieve verjaring.
Menurut ketentuan pasal 1963 KUH Perdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasar pada daluarsa (lampau waktu) harus dipenuhi unsur-unsur adanya iktkad baik; ada ganjal hak yang sah; menguasai benda it uterus-menerus selama dua puluh tahu tanpa ada yang mengggugat, jikalau tanpa ganjal hak, menguasai benda itu secara terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang mengugat. Pasal 1967 KUH perdata menentukan bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus lantaran daluarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunujukkan adanya daluarsa itu tidak usah memperlihatkan ganjal hak dan tidak sanggup diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada kepercayaan buruk. Benda bergerak yang bukan bunga atau piuatang yang bukan atas tunjuk (niet aan toonder), siapa yang menguaisainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jikalau ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu 3 tahun terhitung semenjak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu, ia sanggup menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menuasainya. Pemegang benda terakhir sanggup menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (pasal 1977 KUH Perdata).
Daluarsa tidak berjalan atau tertangguh dalam hal-hal ibarat tersebut berikut ini:
  1. Terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah pengampuan;
  2. Terhadap istri selam perkawinan (ketentuan ini tidak berlaku lagi)
  3. Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat itu tidak terpenuhi; dan
  4. Terhadap spesialis waris yang telah mendapatkan suatu warisan dengan hak istimewa untuk menciptakan registrasi harta peninggalan mengenai hutang-piutangnya (pasal 1987-1991 KUH Perdata).Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perikatan yaitu kekerabatan aturan yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain lantaran perbuatan, peristiwa, atau keadaan, Dari rumusan ini sanggup diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang aturan harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang aturan waris (law of succession), dalam bidang aturan pribadi (personal law). Dalam kita undang-undang aturan perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undag-undnag bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek aturan yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis aturan perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila aturan perjanjian tidak memeuni unsur subjektif, contohnya salah satu pihak berada dalam pebgawasab dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini sanggup dibatalkan didepan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.


DAFTAR PUSTAKA

https://kumpulanskripsif.blogspot.com//search?q=makalah-hukum-perikatan?m=1
https://kumpulanskripsif.blogspot.com//search?q=makalah-hukum-perikatan

Selengkapnya Klik : DOWNLOAD

0 Response to "Makalah Kejaksaan, Pengertian Perikatan, Unsur-Unsur Perikatan Dan Macam-Macam Perikatan"