Sejarah Kerajaan Demak

Demak sebelumnya merupakan kawasan yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan kawasan kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
 
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak sanggup berkembang sebagai kota dagang dan sentra penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melaksanakan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan sentra pemerintahannya di kawasan Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh kawasan rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).

Bintoro sebagai sentra kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola ialah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara risikonya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
 
Kehidupan Politik
Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, lantaran menghubungkan perdagangan antara Indonesia cuilan Barat dengan Indonesia cuilan Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar 

Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 - 1518)
Pada masa pemerintahannya Demak mempunyai peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, lantaran Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, sesudah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran Portugis di Malaka merupakan bahaya bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melaksanakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau populer dengan sebutan 

Pangeran Sabrang Lor
Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 - 1521), Demak melaksanakan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.
 
Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 - 1546), lantaran pada masa pemerintahannya Demak mempunyai kawasan kekuasaan yang luas dari Jawa Barat hingga Jawa Timur.
Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan lantaran adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut ialah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapat rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis sanggup dipukul mundur ke Teluk Jakarta.

Kemenangan gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa sempurna tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.
 
Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah kudeta antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan sentra pemerintahan Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya sentra pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.

Kehidupan Ekonomi masa Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian bahan sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam acara perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara kawasan penghasil rempah di Indonesia cuilan Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia cuilan barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di kawasan pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang mempunyai wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan problem pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian acara perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh laba di bidang ekonomi.

Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih menurut pada agama dan budaya Islam lantaran intinya Demak ialah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai sentra penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali ibarat Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut mempunyai peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang bersahabat antara raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang bersahabat tersebut, tercipta melalui training masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya ialah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga membuat dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang hingga kini masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.

0 Response to "Sejarah Kerajaan Demak"