Strategi Kantor Urusan Agama Dalam Membina Kerukunan Umat Beragama Di Kauman Tulungagung (Pai-29)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keragaman agama merupakan suatu ciri penting sositas modern. Dan komunikasi mengenai serta antara banyak sekali budaya dan agama, merupakan suatu prasarat penting untuk saling memahami dalam suatu dunia yang global. Secara persis lantaran ada beberapa konflik dan problema yang agaknya disebabkan atau dilegitimasikan oleh banyak sekali faktor studi agama–agama yang seharusnya ada proteksi atau kontribusinya terhadap pengetahuan demi pemahaman yang lebih baik wacana hakekat (sifat) serta perkembangan historis dari banyak sekali agama.
Di dalam proses pendirian negara Indonesia, sebuah konsep keberagaman gres diterapkan secara kultural dari konsep ketuhanan yang Maha Esa dari bangsa Indonesia sendiri yang disebut Pancasila. Konsep keberagaman ini yaitu hasil dari dinamisasi sosial historis bangsa Indonesia terhadap keragaman budaya mereka. Konsep keberagaman ini terbukti sanggup memperlakukan setiap individu menjadi sederajat dan manusiawi. Pancasila ini tiak hanya memasukkan para pengikut agama tertentu saja, tetapi juga mereka para penganut aliran kepercayaan yang tidak memeluk agama tertentu dan membebaskan mereka untuk menjalankan fatwa dan kepercayaannya tersebut, meskipun sanggup dikatakan bukan merupakan sebuah agama. Konsep ini merupakan konsep keberagamaan yang inklusif dan transformatif.[1]
Dengan tumbuhnya pengetahuan wacana agama–agama lain, menjadikan perilaku saling pengertian dan toleransi kepada orang lain dalam hidup sehari–hari, sehingga tumbuh pula kerukunan beragama. Kerukunan hidup beragama itu dimungkinkan lantaran agama–agama mempunyai dasar fatwa untuk hidup rukun semua agama menganjurkan untuk senantiasa hidup hening dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari–hari.[2] Selain itu agama mempunyai pandangan holistik terhadap umat manusia. Dengan perkataan lain, umat insan merupakan suatu kesatuan yang integral.[3]

Namun di kurun globalisasi yang ditandai dengan tingkah kecanggihan teknologi ini, agama mulai terlihat kembali dibicarakan oleh banyak orang, lantaran mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dan umat insan tentunya merasa bersyukur mengingat pembicaraan agama yang berarti sebagai mengambarkan bahwa umat insan mulai lagi membicarakan dan mencari wacana makna dan tujuan hidup. Dan kita tahu bahwa secara historis–sosiologis agama–agama besar yang berkembang remaja ini pada mulanya lahir pada satu masyarakat regional, bukannya masyarakat terbuka (open society) sebagaimana yang kita temukan kini ini.[4] Pada tingkat pertama, relasi antar agama ditentukan oleh seberapa jauh penerimaan seseorang kepada orang lain. Istilah relasi atau relasi mengandung pengertian yang menyertakan dua pihak atau lebih. Karenanya, keduanya harus menjalin kerjasama dalam menjalankan kiprah dan memikul tanggung jawab, serta menguatkan dan memelihara relasi yang hangat.[5]
Dan juga sudah dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi wacana kerukunan hidup umat beragama, antara lain :
a.       Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 256 :

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah terang jalan yang benar daripada jalan yang sesat”.

b.      Firman Allah dalam surat Yunus ayat 99 :


Artinya: “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kau (hendak) memaksa insan biar mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”.
Pada ayat tersebut jelaslah bahwa orang Islam, sekalipun berdasarkan pandangan Allah agama Islam yaitu satu–satunya agama yang benar dan hanya sanggup diterimanya. (Perhatikan al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19 dan 85 : surat Al Maidah ayat 4).
Hadis Nabi, antara lain :
من اذى دميا فانا خصمه ومن كنت خصمه خصمته يوم القيامة (الحطب عن ابن مسعود)
Artinya:  Barang siapa menyakiti zimmi, maka akulah menjadi penentang atau lawannya. Dan barang siapa menjadi penentang saya, saya akan menentangnya pada hari kiyamat. (Al-Jamius Shaghir, halaman 158).

Hadis ini mengatakan bahwa “orang zimmi” dilarang disakiti atau diganggu haknya. Ia harus dijamin keselamatan jiwa, harta benda dan kebebasan agamanya, Nabi akan menindak dan akan mengajukan orang yang menyakiti atau mengganggu hak orang zimmi itu (kepada Allah pada hari kiyamat. (hadis riwayat al-khatibi dari Ibnu Mas’ud).[6]
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian sehubungan dengan hal tersebut, yang tertuang dalam sebuah skripsi yang berjudul “Strategi Kantor Urusan Agama Di Kecamatan kauman Dalam Membina Kerukunan Umat Beragama” yaitu cara maupun upaya yang dilakukan oleh kantor urusan agama dalam melayani masyarakat di bidang perkawinan dan pengembangan keluarga sakinah, serta relasi sesama umat beragama yang dilandasi banyak sekali aspek dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dan berlandaskan undang–undang dasar Republik Indonesia tahun 1945.

0 Response to "Strategi Kantor Urusan Agama Dalam Membina Kerukunan Umat Beragama Di Kauman Tulungagung (Pai-29)"