Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Kawasan Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Kawasan Di Kabupaten Sukoharjo (Ke-03)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan meningkatan pelayanan kepada masyarakat umum yang sanggup berupa peningkatan keamanan, peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini merupakan organisasi yang orientasi utamanya bukan untuk mencari laba.

Apabila dibandingkan dengan organisasi lain, organisasi pemerintah mempunyai karakteristik tersendiri yang lebih terkesan sebagai forum politik daripada forum ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana bentuk-bentuk kelembagaan lainnya, forum / organisasi pemerintah juga mempunyai aspek sebagai forum ekonomi. Lembaga pemerintahan melaksanakan banyak sekali bentuk pengeluaran gun` membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukan di satu sisi, dan di sisi lain forum ini harus melaksanakan banyak sekali upaya untuk memperoleh penghasilan guna menutupi seluruh biaya tersebut.

Dalam melaksanakan acara ekonominya, organisasi atau forum pemerintah membutuhkan jasa akuntansi untuk pengawasan dan menghasilkan isu keuangan yang akan dipakai untuk pengambilan keputusan-keputusan ekonominya. Akan tetapi, alasannya sifat forum pemerintahan berbeda dari sifat perusahaan yang bertujuan mencari laba, maka sifat akuntansi pemerintahan berbeda dari sifat akuntansi perusahaan. Dengan adanya akuntansi pemerintahan maka pemerintah harus mempunyai planning yang matang untuk suatu tujuan yang dicita-citakan sesuai dengan penerapan akuntansi pemerintahan di Indonesia.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 32 tahun 2004 perihal Pemda serta Undang-Undang No. 25 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 33 tahun 2004 perihal Perimbangan Keuangan antara pusat dan tempat akan sanggup menawarkan kewenangan atau otonomi yang luas, aktual dan bertanggung jawab kepada pemerintah tempat secara secara proporsional. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan tempat dan pusat secara demokratis, kiprah serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah, terutama kepada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Tujuan pemberian keuangan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah ialah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial.

Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5. Otonomi Daerah ialah hak, wewenang dan kewajiban tempat otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut peranan pemerintah tempat sangat memilih berhasil tidaknya membuat kemandirian yang selalu didambakan Pemerintah Daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai ketidaksiapan tempat di banyak sekali bidang untuk melaksanakan kedua Undang-Undang tersebut, otonomi tempat diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah. Menggantikan system pembangunan terpusat yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunannya di tempat dan semakin besarnya ketimpangan antar daerah.

Di dalam pelaksanaan Otonomi Daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ke empat elemen tersebut berdasarkan Cheema dan Rondinelli (dalam Anita Wulandari, 2001:17), ialah Desentralisasi Politik , Desentralisasi Fiskal, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Ekonomi. Keempat elemen tersebut menjadi kewajiban tempat untuk mengelola secara efisien dan efektif. Sehingga dengan demikian akan terjadi kemampuan / kemandirian suatu tempat untuk melaksanakan fungsinya dengan dengan baik. Salah satu elemen yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah deerah ialah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal yang merupakan komponen utama dari desentralisasi pelaksanaan otonomi tempat dan menandai dimulainya babak gres dalam pembangunan tempat serta masyarakatnya dalam mengelola sumber daya / segenap potensi yang dimiliki untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan daerah.

Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah tempat akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada tempat dalam rangka otonomi tempat sanggup menjadi suatu berkah bagi daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan tempat tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan tempat untuk pelaksanaannya, alasannya semakin besar urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh alasannya itu ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan pra sarana daerah. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk sanggup mengetahui secara aktual kemampuan tempat dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan tempat yang dimaksud ialah hingga sejauh mana tempat sanggup menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan tempat tanpa harus menggantungkan diri pada sumbangan dan subsidi dari pemerintah pusat.

Kemampuan pemerintah tempat dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah tempat dalam membiayai kegiatan pelaksanaan kiprah pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan membuatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Salah satu ciri utama tempat bisa dalam melaksanakan otonomi tempat berdasarkan Yuliati (2001:22), ialah terletak pada kemampuan keuangan tempat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan wilayahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil dan diperlukan bahwa PAD harus menjadi penggalan terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu tempat yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam keuangan tempat menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam arti semakin besar suatu tempat memperoleh dan menghimpun PAD maka akan semakin besar pula tersedianya jumlah keuangan tempat yang sanggup dipakai untuk membiayai penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Anita Wulandari (2001), melaksanakan penelitian perihal kemampuan keuangan tempat di kota Jambi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, kota Jambi dihadapkan pada hambatan rendahnya kemampuan keuangan daerah, yang dilihat dari rendahnya bantuan Pendapatan Asli Daerah.

Widodo (2001), melaksanakan penelitian perihal Analisis Rasio Keuangan APBD Kabupaten Boyolali. Hasilnya memperlihatkan bahwa kemandirian pemerintah tempat Boyolali dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial kemasyarakatan masih relatif rendah dan cenderung menurun.
Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya, tentu saja diadaptasi dengan kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, penulis ingin mereplikasi dan membuatkan penelitian-penelitian tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, antara lain:
1. Periode penelitian. Penelitian ini dilakukan pada periode tahun 2001-2005, sedangkan penelitian sebelumnya pada periode sebelum tahun 2002.
2. Daerah penelitian. Penelitian ini mengambil tempat penelitian di Kabupaten Sukoharjo, sedangkan peneliti terdahulu mengambil tempat penelitian di kota Jambi, Boyolali, dan Sragen.

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik unuk melaksanakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul :
”ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO”

B. Perumusan Masalah
Perumusan duduk perkara yang akan dibahas dalam penilitian ini adalah: ”Apakah tedapat perkembangan kemampuan keuangan tempat di kabupaten Sukoharjo dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah?”

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan duduk perkara dalam penelitian ini lebih terfokus pada perkembangan APBD di Kabupaten Sukoharjo tahun anggaran 2001-2005.

D. Tujuan Penelitian
Berdasar latar belakang duduk perkara tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ialah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan keuangan di Kabupaten Sukoharjo dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang sanggup diambil dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi materi masukan bagi perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan pembangunan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah.
2. Dapat dijadikan teladan atau referansi untuk penelitian berikutnya.

0 Response to "Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Kawasan Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Kawasan Di Kabupaten Sukoharjo (Ke-03)"