Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum Dan Setelah Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (Api) (Ke-02)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pada kurun globalisasi ini perbankan nasional harus berusaha lebih keras lagi untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang semakin berat. Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh perbaikan harus dilakukan diberbagai bidang terutama untuk menjawab tantangan – tantangan yang dihadapi perbankan nasional dalam beberapa tahun belakangan ini.

Tantangan-tantangan tersebut yaitu Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah, Struktur perbankan yang belum optimal, Konsolidasi perbankan belum secepat yang diharapkan, Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang, Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan, Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan
Sebagai forum intermediasi antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana, dibutuhkan bank dengan kinerja keuangan yang sehat, sehingga fungsi intermediasi sanggup berjalan lancar. Tingkat kesehatan bank sanggup dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar evaluasi yaitu laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan sanggup dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar evaluasi tingkat kesehatan bank, evaluasi tingkat kesehatan bank meliputi evaluasi terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilas dan likuiditas.


Bank Indonesia telah memutuskan banyak sekali upaya untuk penyehatan dan penguatan industri perbankan Indonesia melalui kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dimulai wacananya pada awal Januari 2004 dimana salah satu syarat modal minimum bagi bank umum menjadi Rp. 100 miliar selambat-lambatnya pada tahun 2011.
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan menawarkan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima hingga sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa tiba yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, berpengaruh dan efisien guna membuat kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi kebutuhan yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat mendasar industri perbankan. Sebelum munculnya Arsitektur Perbankan Indonesia cukup banyak pertanyaan yang muncul mengenai struktur perbankan Indonesia kedepan, bagaimana peningkatan pembiayaan perjuangan mikro kecil dan menengah beserta penguatan kelembagaan BPR, disamping itu belum memadainya infrastruktur pendukung perbankan serta kasus santunan nasabah yang belum cukup terakomodasi juga menjadi permasalahan yang mendapat perhatian besar dari pihak – pihak yang berkepentingan dengan industri perbankan.

Secara ideal bersama-sama kita menginginkan bank-bank yang ada kini mempunyai kinerja dan tingkat kesehatan yang baik terlepas dari problem apakah jumlahnya sedikit atau banyak. Kaprikornus kasus kualitas, quality does matter, seharusnya menjadi tolok ukur yang fundamental, bukan jumlahnya. Oleh lantaran itu, struktur pebankan nasional ke depan yang perlu diakomodir oleh API yaitu struktur perbankan yang bisa membuat bank-bank yang sehat dan prudent. Sebagai citra jumlah bank sebelum krisis pada tahun 1997 mencapai 222 bank (tidak termasuk BPR), pada karenanya mengalami penyusutan sesuai dengan prosedur pasar dan terakhir mencapai 130 bank dengan jumlah kantor bank mencapai 9.110 pada bulan Desember 2006. Pada bulan Desember 2006 jumlah asset perbankan nasional sebesar 1,693.50 triliun rupiah, jumlah modal sebesar 134.50 triliun rupiah.

Kegiatan bisnis perbankan sanggup dikatakan berhasil apabila bank sanggup mencapai sasaran bisnis yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun sasaran-sasaran bisnis perbankan antara lain menjaga keamanan dana masyarakat yang dititipkan kepada mereka, perkembangan perjuangan yang baik serta bisa menawarkan sumbangan yang berarti terhadap perkembangan ekonomi nasional. Hal tersebut hanya mungkin dilaksanakan dengan baik apabila bank bisa meningkatkan kinerjanya. Rasio kecukupan modal, likuiditas, dan rentabilitas yaitu tolak ukur yang sering dipakai dalam pengukuran kinerja bank.

Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (2004) Adapun Kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar (anchor bank) yaitu 1) Rasio kecukupan modal (CAR) minimum 12% dengan rasio modal inti minimum 6%, 2) Rasio Return On Asset (ROA) minimal 1,5%, 3) Pertumbuhan kredit riil sedikitnya 22% dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sedikitnya 50% dan rasio kredit bermasalah (NPL) dibawah 5%, 4) Merupakan perusahaan publik atau berencana dalam waktu erat menjadi perusahaan publik dan 5) Memiliki kemampuan menjadi konsolidator. (Agus Sugiarto, 2004) Rasio BOPO untuk industri perbankan nasional telah mencapai 91.5% sehingga lebih efisien dibandingkan dengan bank-bank yang mempunyai modal kecil.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut diketahui untuk menilai apakah kebijakan yang dibentuk oleh Bank Indonesia melalui Arsitektur Perbankan Indonesia sudah berjalan dengan baik maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil topik ini untuk dijadikan materi penulisan dengan judul “KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SEBELUM DENGAN SESUDAH IMPLEMENTASI ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA”.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang kasus di atas, maka penulis sanggup merumuskan kasus yaitu apakah ada perbedaan tingkat kinerja perbankan di Indonesia sebelum API dan sehabis API menurut tolak ukur yang sering dipakai dalam pengukuran kinerja bank yaitu rasio kecukupan modal, likuiditas, dan rentabilitas.

1.3 BATASAN MASALAH
Dengan keterbatasan yang ada penelitian ini dilakukan untuk menawarkan citra yang mendekati mengenai perbandingan antara tingkat kinerja perbankan di Indonesia sebelum API dan sehabis API. Periode Laporan keuangan yang dikumpulkan yaitu selama 5 tahun, yaitu 3 tahun sebelum API dan 2 tahun sehabis API.
Disebabkan banyaknya faktor yang menghipnotis kinerja sebuah bank, maka penulis memakai rasio – rasio sebagai berikut :
1. Likuiditas bank diukur dengan memakai rumus Loan to Deposit Ratio (LDR).
2. Profitabilitas bank diukur dengan memakai rumus rasio biaya operasional (BOPO), Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE).
3. Solvabilitas bank diukur dengan memakai rumus Capital Adequacy Ratio (CAR).

1.4 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami dan menegenali perbedaan tingkat kinerja perjuangan perbankan di Indonesia dengan melihat apakah terdapat perbedaan kinerja perbankan pada sebelum Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan dibandingkan dengan keadaan kinerja perbankan pada sehabis Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dalam dunia akademis penelitian ini sanggup menambah rujukan untuk penelitian homogen dan sanggup menambah pengetahuan penulis wacana bagaimana kinerja perbankan di Indonesia dengan membandingan kinerja perbankan sebelum API dengan kinerja perbankan setelah API.






0 Response to "Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum Dan Setelah Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (Api) (Ke-02)"