Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht) Terhadap Hasil Berguru Matematika Pada Pokok Bahasan Berdiri Ruang Sisi Datar (Kubus Dan Balok) Siswa Kelas Viii Uptd Smp Negeri 2 Sumbergempol (Pmt-23)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Zaman terus berubah seiring dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam proses perubahan tersebut pendidikan memegang peranan penting sebagai wahana untuk mempersiapkan anak didik menghadapi dunianya di masa depan.
Oleh alasannya yaitu itu semua warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mengikuti pendidikan yang diselenggarakan di semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Sehingga nilai-nilai dalam pendidikan diharapkan sanggup ditransformasikan dalam bentuk perilaku, anak didik yang tidak hanya berhenti pada pikiran dan wacana saja, tetapi sanggup hadir dalam tindakan faktual keseharian anak didik.
Matematika yaitu suatu alat untuk membuatkan cara berfikir. Karena itu matematika sangat dibutuhkan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap penerima didik semenjak SD, bahkan semenjak TK. Untuk itu diharapkan semoga pelajaran matematika yang diberikan di semua jenjang pendidikan sanggup memperlihatkan donasi yang berarti bagi bangsa di masa depan.
Matematika merupakan satu kekuatan utama dari jatuh bangunnya suatu negara alasannya yaitu fungsi matematika atau berhitung dalam kehidupan sehari-hari insan telah memperlihatkan hasil nyata. Metode matematis sanggup memperlihatkan wangsit dalam segala bidang. Pengetahuan mengenai matematika dan kekuasaan yang alhasil matematika merupakan salah satu kekuatan utama pembentukan konsepsi perihal alam suatu hakekat dan tujuan insan dalam kehidupannya. Seperti yang dikemukakan Morris Kline (1961) bahwa jatuh bangunnya negara cukup umur ini tergantung dari kemajuan di bidang matematika.
Dalam jenjang pendidikan tahun pertama dari suatu jenis sekolah (SMP) merupakan tahun genting bagi siswa yang mencar ilmu matematika. Tahun pertama ini merupakan pengalaman sebagai suatu langkah untuk mencar ilmu matematika lebih lanjut. Sikap siswa selanjutnya pada umumnya sangatlah ditentukan pada pengalaman pertama dalam bidang matematika tersebut, sebagai perhatian yang serius harus diutamakan sebagaimana membuatkan pembelajaran matematika dengan metode yang efektif. Karena pada umumnya pelaksanaan proses mencar ilmu mengajar matematika sesudah di sekolah masih dihadapkan pada problem pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran matematika diharapkan juga sanggup dilangsungkan secara manusiawi. Sehingga maematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang angker bagi siswa: sulit, kering, bikin pusing, dan anggapan-anggapan negatif lainnya.

Sejauh ini paradigma pembelajaran matematika di sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional, yakni paradigma mengajar. Siswa diposisikan sebagai objek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, siswa dianggap menyerupai gelas kosong yang harus diisi air hingga tumpah. Sementara guru memosisikan diri sebagai orang yang mempunyai pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu. Guru ceramah, menggurui, dan otoritas tertinggi terletak pada guru. Penekanan yang hiperbola pada isi dan materi diajarkan secara terpisah-pisah. Pembelajaran matematika  pun diberikan dalam bentuk jadi, sehingga membuat siswa tidak bisa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika sangat lemah dan tidak mendalam.Akibatnya, prestasi mencar ilmu matematika siswa rendah. Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai kerikil sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menyebabkan matematika tidak bermakna bagi siswa. Menurut Marpaung (1998), paradigma mengajar menyerupai itu tidak sanggup lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah sekarang. Sudah saatnya paradigma mencar ilmu ini sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam paradigma belajar, siswa diposisikan sebagai subjek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan dan dikonstruksi oleh siswa, tidak sanggup ditransfer kepada mereka yang hanya mendapatkan secara pasif. Dengan demikian, siswa sendirilah yang harus aktif.
Oleh alasannya yaitu itu, paradigma pembelajaran juga harus dirubah dari yang semula hanya mencar ilmu secara individu yaitu siswa hanya mentransfer dari seorang pendidik, dari yang semula di sekolah hanya menuntaskan latihan-latihan sanggup berdiri diatas kaki sendiri menjadi mencar ilmu secara tolong-menolong atau kelompok antar siswa. Karena siswa bukan hanya sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.
Dalam pembelajaran sistem tolong-menolong atau kelompok antar siswa ini biasa dianggap sebagai cooperative learning, alasannya yaitu pembelajaran cooperative learning sanggup membuat interaksi yang silih asah dan sumber mencar ilmu bagi siswa bukan hanya guru tetapi sesama siswa. Karena insan atau makhluk sosial yang saling membutuhkan sama lain, maka akan ada interaksi yang saling membantu satu sama lain.
Cooper (1999) dan Heinich (2002) mejelaskan bahwa, pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama mencar ilmu keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial
 Berdasarkan prinsip pembelajaran kooperatif, maka cara melakukan pembelajaan kooperatif dibagi menjadi empat yaitu jigsaw, Group Investigation (GI), Think-Pair Share dan Numbered Head Together (NHT). Semua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan dan setiap materi punya karakteristik sendiri sehingga tidak semua materi sesuai apabila diterapkan dengan metode tersebut. Selain penguasaan cara penyampaian pembelajaran melalui metode pembelajaran, seorang guru juga harus lebih menguasai secara luas dan mendalam. Karena dengan itu guru akan bisa dan mengerti perihal apa yang diajarkan dan lebih mengetahui cara penyelesaian masalahnya tanpa terpaku pada satu cara saja. Karena apabila metode itu diterapkan antar kelompok akan mempunyai cara sendiri-sendiri sesuai kelompoknya sehingga lebih luas pemahamannya dari pelajaran tersebut.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajar kooperatif ini perlu digunakan di sekolah-sekolah. Seiring dengan globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan ketrampilan-keterampilan gres untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat. Belajar kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang diyakini bisa meningkatkan pemahaman siswa, alasannya yaitu pembelajaran ini berorientasi pada siswa.
Dengan tidak menyadari dan tidak menjadi alternatif satu-satunya sebagai satu metode pembelajaran yang benar. Kerja sama dan perolehan pengetahuan dengan lebih bertanggung jawab sehingga pemikiran siswa akan lebih berkembang dan cukup umur maka metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together (NHT) sanggup memperlihatkan kebebasan berfikir dan belajar, berkelompok dengan siswa lain dan lebih efektif dan siswa mencar ilmu bertanggung dalam saling keterkaitan pada kelompoknya.
Metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together (NHT) yaitu suatu pembelajaran yang melibatkan para siswa dalam mereview materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau menyidik pemahaman mereka mengenai pelajaran tersebut. Teknik ini juga memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan tanggapan yang paling tepat. Selain itu teknik ini sanggup meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Numbered Head Together intinya sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya itu.
Cara menyerupai ini menjamin keterlibatan total semua siswa sehingga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Langkah-langkah dari metode NHT disini yaitu : 1) Siswa dibagi dalam kelompok, 2) Setiap siswa dalam setiap kelompok akan mendapatkan nomornya, 3) Guru memperlihatkan kiprah dan masing-masing kelompok mengerjakan, 4) Kelompok memutuskan tanggapan yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya, 5) Guru memanggil salah satu nomor, 6) Siswa yang dipanggil dengan nomor melaporkan hasil kerjasamanya. Dengan demikian akan memudahkan dalam pembagian kiprah dan mengetahui berapa besar pengetahuan siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika bahwa di UPTD Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sumbergempol hasil mencar ilmu siswa pada pokok bahasan berdiri ruang sisi datar (kubus dan balok) belum memuaskan. Selain itu belum pernah diadakan model-model pembelajaran yang bervariasi menyerupai model Numbered Heads Together.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk mengadakan penelitian yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) siswa kelas VIII UPTD Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sumbergempol Tahun Ajaran 2009/2010.

0 Response to "Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht) Terhadap Hasil Berguru Matematika Pada Pokok Bahasan Berdiri Ruang Sisi Datar (Kubus Dan Balok) Siswa Kelas Viii Uptd Smp Negeri 2 Sumbergempol (Pmt-23)"