Analisis Dampak Penanaman Modal Absurd Dan Penanaman Modal Dalam Negeri Terhadap Pdrb Di Provinsi Sulawesi Selatan Kurun 2000-2009 (Ke-60)



Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kepingan penting dari pembangunan nasional dengan tujuan selesai untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan ekonomi dalam suatu daerah atau negara sanggup dilihat dari perkembangan pertumbuhan ekonominya dalam jangka panjang yang tercermin dari perkembangan PDRB-nya.
Pembangunan daerah merupakan kepingan integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan menurut prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang menawarkan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, Kabupaten/Kota untuk bertindak sebagai ”motor” sedangkan pemerintah propinsi sebagai koordinator mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan  kepentingan masyarakat menurut prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggung tanggapan kepada masyarakat.
Salah satu tolak ukur penting dalam memilih keberhasilan pembangunan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak aktual dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dekat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Menurut Djojohadikusumo (1993) dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan memakai sarana dan prasarana produksi.
Pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat merupakan agregat pembangunan dari 23 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yang tidak terlepas dari perjuangan keras bersama antara pemerintah dan swasta. Namun di sisi lain aneka macam hambatan dalam memaksimalkan potensi sumber daya insan dan sumber modal masih dihadapi oleh penentu kebijakan di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota.

Sebagai ilustrasi, selama periode 2000-2009, perekonomian Sulawesi Selatan relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan 6,34 persen pertahun. Sejak pasca krisis ekonomi, pada periode ini ekonomi mulai membaik walaupun belum lebih baik dibanding dikala sebelum krisis tahun 1997, namun dari tahun ke tahun tampak terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang semakin membaik, yakni pada tahun 2000 tumbuh 4,89 persen, kemudian tumbuh 5,23 persen pada tahun 2001, meningkat tajam pada tahun 2002 dengan tingkat pertumbuhan 9,52 persen, tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan menurun dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan 6,05 persen. Tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kembali mengalami penurunan yang signifikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,26 persen. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan 6,05 persen, tahun 2006 meningkat kembali dengan tingkat pertumbuhan 6,72 persen, tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Sulawesi selatan menurun dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 6,34 persen, tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan meningkat tajam dengan tingkat pertumbuhan 7,78 persen, dan pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dengan tingkat pertumbuhan 6,2 persen.
Selama periode 1999-2010 pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2005 misalnya, ekonomi Sulawesi Selatan tumbuh cukup baik yakni sekitar 6,05 persen. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 ihwal Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 ihwal Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah mengubah konsep dan kewenangan daerah yang ada selama ini. Undang-undang ini mempunyai makna substansial dalam pertolongan kewenangan daerah yang semula ditujukan atas dasar porsi kebijakan sentra yang menonjol dalam pembagian kewenangan pusat-daerah selanjutnya diarahkan menjadi kemandirian daerah dalam mengelola kawasannya termasuk kebijakan-kebijakan dalam pembiayaan.
Konsekuensi logis dari hal tersebut berdampak terhadap kemajuan perekonomian daerah yang pada risikonya terciptanya peningkatan pembangunan daerah dengan memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Oleh lantaran itu sudah menjadi tuntutan daerah untuk sanggup membuatkan potensi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Menurut Todaro (1999) ada tiga faktor atau komponen utama yang besar lengan berkuasa dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, ketiganya yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Akumulasi modal (capital accumulation) mencakup semua jenis investasi gres baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta yang ditanamkan dengan bentuk tanah, peralatan fisik, dan modal sumber daya. Akumulasi modal akan terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabungkan (diinvestasikan) kembali dengan tujuan untuk memperbesar output atau pendapatan di kemudian hari.
Pentingnya tugas pemerintah dalam suatu sistem perekonomian telah banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini banyak diperdebatkan mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam evaluasi mengenai biaya laba yang diperoleh dari acara yang dibentuk oleh pemerintah. Namun tidak sanggup dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini sangat bergantung kepada jasa yang disediakan oleh pemerintah. Banyak pihak yang mendapat laba dari acara dan pengeluaran pemerintah. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan peranan yang positif dari modal publik terhadap pertumbuhan ekonomi (Aschauer, 1999).
Tujuan pembangunan ekonomi yaitu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam tingkat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi tersebut, pemerintah sering diperhadapkan oleh aneka macam macam permasalahan yang timbul dalam perekonomian, menyerupai tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca pembayaran, ketidakstabilan kegiatan ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi dan sebagainya. Dalam menghadapi permasalahan menyerupai ini, diharapkan suatu kebijakan dalam rangka untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah timbulnya permasalahan tersebut. Oleh lantaran permasalahan tersebut secara eksklusif menyangkut variabel-variabel ekonomi secara agregat, maka kebijakan yang sanggup dilakukan yaitu melalui kebijakan pengeluaran pemerintah daerah. Dimana kebijakan pengeluaran pemerintah daerah merupakan kepingan dari kebijakan fiskal yang bertujuan supaya tercapainya kestabilan ekonomi yang lebih mantap.
Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan efisien dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut, dimana harus senantiasa memperhatikan penataan ruang baik fisik maupun sosial ihwal Pemerintah Daerah, maka pemerintah daerah diharapkan bisa menghasilkan kebijakan pembangunan yang melibatkan semua pihak (stakeholder), dimana hasilnya sanggup dirasakan oleh semua lapisan masyarakat serta sanggup mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum peranan pengeluaran pemerintah daerah yang didanai APBD khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, sanggup mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut sanggup memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemerintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkannya, yang mana dalam konteks ini pemerintah baik secara eksklusif maupun tidak eksklusif sanggup mempengaruhi total output (PDRB).
Kebijakan pengeluaran pemerintah daerah yang dituangkan dalam APBD memerlukan perhatian terutama dalam hal pendistribusian anggaran, sehingga sanggup menghasilkan sumber-sumber pendapatan gres bagi daerah. Kebijakan pengeluaran gres pemerintah daerah yang secara eksklusif sanggup mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu belanja pembangunan lantaran variabel ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan prasarana ekonomi dan sosial menyerupai jalan, jembatan dan pembangunan prasarana sektor-sektor ekonomi lainnya.
Selain pengeluaran pemerintah, variabel lain yang juga besar lengan berkuasa terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu investasi swasta yang secara akumulatif mempunyai nilai investasi dan output/produksi yang lebih besar dan selanjutnya sanggup mendorong meningkatnya pendapatan masyarakat. Dalam konteks pembangunan ekonomi, investasi atau penanaman modal merupakan unsur yang tidak sanggup dipisahkan, alasannya yaitu dengan investasi kita sanggup mengubah sumber daya insan menjadi kekuatan ekonomi nyata. Melalui kegiatan investasi akan dihasilkan barang dan jasa untuk memperluas kesempatan berusaha, melakukan alih teknologi dan sebagainya. Hal ini diselaraskan dengan kenyataan bahwa investasi sanggup menghasilkan barang dan jasa yang pada risikonya akan menghasilkan dan meningkatkan pendapatan.
Dengan meningkatnya investasi yang sanggup meningkatkan kapasitas produksi yang diharapkan sanggup meningkatkan produktivitas untuk menghasilkan output dan nilai tambah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kapasitas produksi tersebut sanggup diperoleh melalui investasi swasta (Private Investment) yang bisa disebut dengn penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun investasi luar negeri yang disebut dengan Penanaman Modal Asing (PMA).
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia perjuangan serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Hal yang juga penting diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang aman juga adanya pengembangan sumber daya insan dan infrastruktur dalam artian luas. Selain itu kemampuan daerah untuk meneyukan faktor-faktor yang sanggup dipakai sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah terhadap daerah lainnya juga sangat penting dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan.
Sulawesi selatan mempunyai sumber daya alam yang cukup potensial untuk di kembangkan oleh para investor diberbagai sektor.potensi tersebut hingga dikala ini belum dikelola secara maksimal oleh para pengusaha yang ada dan oleh karenanya,masih terbuka lahan investasi untuk dikembangkan lebih lanjut.selain itu, tersedianya aneka macam infrastruktur yang mamadai serta iklim investasi yang kondusif  menjadikan sulawesi selatan sebagai daerah alternativ bagi investor untuk berinvestasi.beberapa indikator yang menggambarkan besarnya potensi dan peluang investasi di sulawesi selatan sanggup dilihat sebagai berikut total wilayah sulawesi selatan mencapai 62.361,71 km persegi yang mencapai 5% dari lahan tersebut sanggup ditanami,24% lahan tambak, 22.7% kolam air payau yang cocok untuk budidaya komoditi udang dan tingginya laju sektor perdagangan menimbulkan sulawesi selatan merupakan pintu gerbang memasuki wilayah tempat timur indonesia yang dilengkapi oleh kelengkapan infrastruktur sehingga pada tahun 1999 nilai investasi sebesar Rp.713,1 milyar dan meningkat sangat drastis menjadi Rp.29.982 milyar lebih pada tahun 2000. Kemudian sesudah itu dalam tahun 2002 ,PMDN turun menjadi Rp.146 M dan mulai bankit kembali pada tahun 2003 hingga 2006.Pada tahun 2007 PMDN kembali turun namun menjadi masih lebih baik dibandingkan periode tahun 2002-2003 dengan nilai Rp.245 M .investasi sebesar itu terutama dipergunakan bagi sektor perdagangan,Hotel,dan restoran senilai Rp.186.36 milyar, sektor industri Rp.54.26 milyar atau 22,18% dan sisanya dengan nilai kurang dari 1 persen masing-masing dipakai oleh sektor pertanian dan jasa, dan pada tahun 2008 investasi meningkat di sektor jasa dengan PMDN Rp.1.213.999 triliun dalam juta dan PMA Rp.611.550 Milyar hingga ketahun 2009. Memposisikannya sebagai sentra pelayanan di wilayah indonesia timur, sulawesi selatan mempunyai penduduk muda di belum dewasa 25 tahun sebesar 51.7% yang merupakan jaminan tersedianya suplai tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi pada lima tahun terakhir mencerminkan dinamisnya perekonomian nasional yang mempunyai rata-rata 4.5% pertahun. Pertumbuhan ekonomi pada lima tahun terakhir mencerminkan dinamisnya perekonomian nasional yang mempunyai rata-rata 4.5% pertahun.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka hal ini mendorong penulis untuk membahas secara rinci mengenai efek investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi sulawesi selatan terhadap faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhinya dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal dalam Negeri Terhadap PDRB di Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2000-2009.

0 Response to "Analisis Dampak Penanaman Modal Absurd Dan Penanaman Modal Dalam Negeri Terhadap Pdrb Di Provinsi Sulawesi Selatan Kurun 2000-2009 (Ke-60)"